Piala Dunia Rusia 2018 sudah dimulai pada Kamis 14 Juni lalu yang bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri 1439 Hijriyah. Suasana menjelang Piala Dunia kali ini menurut saya tidak semeriah biasanya. Tidak ada euforia yang menggebu, tidak ada musik ear catchy yang menjadi spirit turnamen seakbar ini.
Di dalam hati saya menghibur diri, “Mungkin ini karena masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sedang memusatkan perhatian mereka pada ibadah puasa sehingga mengesampingkan keriuhan ajang empat tahunan ini. Atau mungkin juga efek dari tidak lolosnya Italia dan Belanda ke Rusia.”
Sejak pertama kali mengenal sepak bola melalui Piala Dunia Amerika Serikat 1994, dilanjutkan dengan masa emas Serie A yang ditayangkan rutin setiap tahun di stasiun TV yang identik dengan burung perkasa, saya (dan mungkin juga Anda) benar-benar jatuh dalam cinta akan sepak bola berkat Piala Dunia Prancis 1998. Ya, Piala Dunia yang menjadi ajang unjuk kehebatan para pemain fenomenal seperti Ronaldo “botak”, Zinedine Zidane, Gabriel Batistuta, Alessandro Del Piero, dan lain-lain.
Partai final yang berkesudahan dengan skor 3-0 untuk tim tuan rumah Prancis, masih segar teringat. Tapi sudahlah, bicara masa lalu akan membuka kenangan lama termasuk masalah asmara.
Kembali ke Piala Dunia.
Pidato sambutan orang paling “besar” di ajang ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden FIFA, Gianni Infatino, seakan membuat kopi hitam pekat yang baru saja saya minum kehilangan efeknya.
Tapi untunglah, lima gol tanpa balas yang dilesakkan pasukan Sbornaya ke jala gawang Arab Saudi yang dikawal kiper Abdullah Al Maiouf membuat rasa kantuk itu hilang. Aleksandr Golovin menjadi bintang di partai pembuka grup A tersebut berkat dua gol dan satu umpannya.
Masih di grup yang sama, cederanya Mohamed Salah sangat berpengaruh pada permainan Mesir ketika menghadapi Uruguay. Walaupun bermain dengan gaya bertahan ala Hector Cuper, pasukan The Pharaohs harus menerima kenyataan dibobol di menit-menit akhir pertandingan. Tidak adil memang, setidaknya itu diyakini Salah yang terlihat jelas dari raut wajahnya.
Di grup B, ketidakberuntungan yang hampir sama, namun lebih tepat disebut kesialan hakiki, menimpa Maroko yang kalah dari Iran “berkat” gol bunuh diri Azis Bouhaddouz di menit ke-95. Penguasaan bola Maroko sebanyak 68% seakan tidak berguna.
Partai lainnya di grup B yang mempertemukan Spanyol dan Portugal, seperti prediksi banyak pihak, berjalan seru dan menegangkan. Pertandingan ini layak disebut yang terbaik di matchday pertama. Gol ketiga Cristiano Ronaldo pada partai ini di menit ke-88 benar-benar membungkam publik Spanyol yang sudah merasa akan memenangkan pertandingan.
Di grup C, Prancis yang bermain di bawah standar, beruntung bisa menang tipis atas Australia berkat gol Antoine Griezmann dan gol bunuh diri Azis Behich di menit ke-81. Pada partai yang diwarnai dua tendangan penalti dan aplikasi VAR pertama di Piala Dunia ini, mata Didier Deschamps terbuka lebar melihat ketimpangan timnya karena tidak diperkuat beberapa pemain andalan yang cedera.
Dukungan penonton yang membuat Peru serasa bermain di kandang sendiri tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pasukan La Blanquirroja untuk mendulang poin penuh atas Denmark . Menguasai pertandingan, gagal memanfaatkan banyak peluang, dan tendangan penalti yang gagal di babak pertama, Peru dihukum oleh gol Yussuf Poulsen di menit ke-59 yang menjadi satu-satunya gol di pertandingan ini.
Topik panas yang paling dibicarakan publik sepak bola sejauh ini terjadi di grup D di partai yang mempertemukan tim favorit juara Argentina melawan Islandia. Skor 1-1 benar-benar mencoreng wajah Lionel Messi dan kolega karena lawan yang mereka hadapi beberapa di antaranya merupakan pemain semi-profesional. Kiper Islandia, selain lihai menangkap bola, juga bekerja sebagai sutradara. Pelatih mereka bahkan seorang dokter gigi.
Kemenangan tim kuda hitam Kroasia atas Nigeria seakan menyalakan alarm tanda bahaya bagi Argentina. Respons yang salah pada matchday kedua kala menghadapi Kroasia nanti akan memaksa Argentina pulang lebih cepat dan memaksa Messi pensiun karena sakit hati, seperti kejadian empat tahun lalu selepas kekalahan dari Jerman di partai final Brazil 2014. Semoga saja tidak!
Di grup E, Serbia, salah satu kuda hitam yang paling diperhitungkan selain Kroasia dan Belgia, berhasil menunjukkan kelasnya atas Kosta Rika yang diperkuat penjaga gawang juara Liga Champions, Keylor Navas.
Negara pecahan Yugoslavia ini memperagakan permainan yang enak ditonton berkat aksi bintang mudanya, Sergej Milinković-Savić, yang diperkirakan akan menjadi “properti” panas pada bursa transfer pemain selepas Piala Dunia nanti dengan Manchester merah berada paling atas dalam daftar.
Di pertandingan lain grup E, Neymar, Philippe Coutinho, dan para pemain bintangnya harus puas dengan hasil imbang saat menghadapi Swiss, yang memang permainannya sedang menanjak dalam dua tahun terakhir.
Grup F sendiri menyisakan cerita pilu kekalahan Jerman atas Meksiko. Die Mannschaft yang tidak diperkuat pahlawannya saat menjuarai Piala Dunia 2014, Mario Götze, dipecundangi oleh gol hasil serangan balik cepat Meksiko yang dicetak oleh Hirving Lozano. Sementara itu, Swedia yang tidak lagi diperkuat oleh legendanya, Zlatan Ibrahimović, sesuai perkiraan menang atas Korea Selatan.
Di grup G tidak ada kejutan yang terjadi. Belgia menang telak atas Panama dan Inggris berhasil menang atas Tunisia sekaligus melepaskan diri dari trauma Brasil 2014 yang mana saat itu mereka “berhasil” memastikan tiket pulang hanya dalam dua pertandingan awal dan bertengger di posisi terbawah grup.
Senyum pendukung Jepang dan Senegal merekah berkat kemengan keduanya atas Kolombia dan Polandia. Kemenangan Jepang atas Kolombia bahkan terasa spesial karena merupakan kemenangan pertama negara Asia atas negara yang bernaung di bawah konfederasi CONMEBOL sepanjang sejarah Piala Dunia. Sementara itu Senegal menjadi satu-satunya negara Afrika yang menang di matchday pertama Rusia 2018.
Sekadar catatan, Piala Dunia 2018 baru menyelesaikan 16 dari total 64 pertandingan. Siapkan kopimu dan tidak ada alasan kehidupan siangmu akan terganggu, karena menurut Tom Brady, sepak bola adalah cinta tanpa syarat.