Piala Dunia 2018

Alan Dzagoev dan Dongeng Lama Calon Bintang Masa Depan

Rusia tidak diperkuat Alan Dzagoev dalam pertandingan menghadapi Mesir, Rabu dini hari (20/6). Pelatih Rusia, Stanislav Cherchesov, belum dapat menggunakan tenaga playmaker asal CSKA Moskow ini karena cedera yang dialaminya pada laga pembuka melawan Arab Saudi.

Meski belum dapat dipastikan apakah ia dapat kembali bermain ketika bersua Uruguay dalam pertandingan terakhir babak penyisihan grup Piala Dunia 2018, kisah Dzagoev dengan cedera yang menimpa pada saat dunia semestinya menyaksikannya pun terancam kembali terulang.

Cedera merupakan hal yang biasa menimpa pesepak bola. Masalahnya bagi Dzagoev, cedera yang ia alami kerap mengubur impiannya untuk tampil di turnamen besar. Berturut-turut Dzagoev absen membela Rusia dalam turnamen Piala Eropa 2016 dan Piala Konfederasi 2017. Sejauh ini, performa gemilang Dzagoev di turnamen besar internasional baru terjadi di Piala Eropa 2012, di mana Dzagoev yang kala itu masih berusia 22 tahun berhasil mencetak tiga gol sepanjang turnamen yang berlangsung di Polandia dan Ukraina. Sejak saat itulah dunia mengenal Dzagoev sebagai talenta besar Rusia yang akan bersinar, meski Rusia secara tragis gagal lolos dari penyisihan grup.

Selepas Piala Eropa 2008 di mana Rusia lolos ke babak semifinal, kesebelasan ini memang tampil mengecewakan di seluruh turnamen yang diikuti. Mereka tidak lolos ke Piala Dunia 2010 karena secara menyakitkan disingkirkan Slovenia lewat aturan gol tandang pada babak play-off.

Pada Piala Dunia 2014 saat dilatih Fabio Capello, mereka gagal lolos dari babak penyisihan grup dengan catatan tanpa kemenangan. Permainan defensif dan pemilihan pemain yang dilakukan Capello pun dikritik, salah satunya karena ia selalu mencadangkan Dzagoev.

Pada Piala Dunia 2018, Dzagoev pun kembali. Dongeng lama yang menyebutnya sebagai calon pemain terbaik Rusia yang akan bersinar di liga besar Eropa pun sudah lama berlalu. Dzagoev masih saja bermain di Moskow bersama klub yang diperkuatnya sejak menjalani karier profesional, CSKA Moskow. Meski selalu menyimpan keinginan bermain di Chelsea untuk mengikuti idolanya, Frank Lampard, transfer ke Stamford Bridge urung terjadi.

Seakan tidak mau membahas kebintangannya yang baru di tahap nyaris, Dzagoev terus menjadi pemain vital untuk CSKA. Bagi para pendukung, ia tetaplah seorang cult hero, dan rasanya ia akan terus bermain di sana hingga pensiun dan namanya melegenda.

Dengan Piala Dunia yang berlangsung di negeri sendiri dan usia yang sudah matang, Dzagoev pun bertekad bahwa inilah saat yang tepat baginya untuk memimpin Rusia dan menampilkan sebuah pertunjukan yang telah lama tertunda kepada publik. Ini adalah momen terbaik yang bermakna sekarang atau tidak sama sekali bagi pria yang lahir dan besar di kawasan pegunungan Kaukasius ini.

Timnas Rusia memang tidak lagi menunjukkan performa hebat. Di ajang Piala Dunia 2018, Rusia amat diragukan untuk lolos dari babak penyisihan grup, sekalipun berstatus sebagai tuan rumah. Meski demikan ketika publik ditanyakan tentang siapa pesepak bola Rusia yang mereka ketahui, rata-rata akan menjawab Igor Akinfeev dan Dzagoev. Ya, Dzagoev tetaplah dianggap sebagai pemain salah satu pemain terbaik Rusia dalam satu dekade terakhir, tentunya sebelum publik melihat performa Aleksandr Golovin ketika menghadapi Arab Saudi.

 

Golovin yang mencuri perhatian

Di bawah asuhan Cherchesov, Dzagoev tetap menjadi pemimpin dari serangan Rusia. Ia beroperasi di sentral pemainan, di mana Golovin dan Aleksandr Samedov berada di sisi lapangan. Di Rusia, memang tidak ada yang lebih baik daripada Dzagoev ketika bermain di belakang penyerang utama. Dzagoev memiliki visi, skill, dan ketajaman yang diperlukan tim berjuluk Sbornaya ini.

Apa daya, ketika Rusia melakukan serangan balik yang cepat ke daerah pertahanan Arab Saudi, Dzagoev yang ketika itu tidak sedang menguasai bola tiba-tiba terjatuh. Ia mengerang kesakitan sambil memegangi bagian belakang pahanya. Cedera hamstring memang begitu menyakitkan, dan apabila menimpa kita yang sedang bermain, maka rasanya mustahil untuk bisa meneruskan pertandingan.

Meski sebagian menganggap cedera Dzagoev sebagai malapetaka bagi Rusia, banyak juga yang berpendapat bila cedera Dzagoev menyimpan berkah tersembunyi. Cherchesov dengan leluasa dapat memainkan Golovin di sentral permainan. Denis Cheryshev yang masuk menggantikan Dzagoev juga tampil gemilang dengan mencetak dua gol.

Narasi blessing in disguise pun berlanjut. Tanpa Dzagoev, Golovin mampu berkreasi sebagai pengatur permainan. Rusia juga dapat memainkan dua pemain sayap murni di lapangan, Cheryshev di kiri dan Samedov di kanan. Susunan pemain ini ternyata merupakan yang terbaik bagi Rusia.

Penyerang jangkung Artem Dzyuba yang memiliki keunggulan fisik dan lebih statis di kotak penalti mendapatkan pasokan umpan-umpan silang yang memanjakan. Serangan Rusia pun lebih berbahaya ketimbang saat mengandalkan Fyodor Smolov yang lebih dinamis dan terlibat dalam membangun serangan.

Bagaimanapun, Rusia tetaplah membutuhkan Dzagoev, terlebih jika mereka berhasil melaju hingga fase gugur. Pengalaman dan talenta Dzagoev dapat menjadi pembeda hasil pertandingan. Dzagoev juga dapat berperan menjadi pembimbing bagi Golovin, sang junior yang disebut sudah mulai mencuri perhatian publik darinya. Lagipula, Dzagoev dan Golovin sudah terbiasa berkolaborasi di level klub. Semoga saja Dzagoev pulih lebih cepat untuk melanjutkan pertunjukan yang tertunda itu.