Piala Dunia 2018

Radamel Falcao dan Perjuangan 11 Tahun Menuju Rusia

El Tigre akhirnya segera mencicipi Piala Dunia pertamanya. Dengan nama besarnya, Radamel Falcao memang seperti otomatis mendapat tempat di skuat timnas Kolombia, plus ditambah minimnya stok penyerang berkualitas yang dimiliki José Pékerman. Namun bukan berarti Falcao mendapat kepastian berangkat ke Rusia dengan mudah.

Butuh 11 tahun bagi Falcao untuk bisa bermain di Piala Dunia. Ia sudah melakoni debutnya di timnas senior pada tahun 2007 ketika usianya masih 21 tahun, tapi baru bisa tampil di Piala Dunia dalam usia 32 tahun, ketika rambutnya sudah tidak gondrong lagi, ketika keriput mulai menghiasi wajahnya.

Jalan berliku dilewati Falcao demi mengharumkan nama Kolombia di Rusia, dan itu bukan jalan yang mudah. Jika tidak memiliki mental yang kuat, nama Falcao tidak mungkin tercantum di daftar skuat Los Cafeteros saat ini.

Falcao punya peluang bermain di Piala Dunia 2010. Dengan ketajamannya yang terus menanjak bersama FC Porto, pagelaran di Afrika Selatan itu akan sangat cocok untuk semakin menaikkan popularitas Falcao. Akan tetapi, El Tigre dan Piala Dunia belum berjodoh saat itu.

Kolombia tidak berangkat ke Afrika Selatan, karena mereka gugur di babak kualifikasi. Skuat asuhan Eduardo Lara hanya menempati peringkat 7 di zona kualifikasi CONMEBOL. Produktivitas gol mereka sangat memprihatinkan, hanya mencetak 14 gol dari 18 pertandingan. Terminim kedua di bawah Peru di dasar klasemen dengan 11 golnya.

Gagal tampil di Piala Dunia 2010, Falcao tidak patah arang. Ia justru semakin ganas dan semakin mengukuhkan diri sebagai predator terbuas di kotak penalti. Usai hengkang dari Porto, giliran Atlético Madrid yang dimanjakan dengan gelontoran gol penyerang setinggi 177 sentimeter ini.

Berbekal ketajaman itulah Falcao diplot sebagai andalan Kolombia di lini depan guna meraih tiket Piala Dunia 2014. Pada awalnya semua berjalan lancar. Kolombia meroket dengan generasi emasnya yang saat itu masih underrated seperti Fredy Guarín, David Ospina, James Rodríguez, dan Jackson Martinez.

Sampai pada akhirnya, sebuah duel dengan pemain Monts d’Or Azergues Foot dalam turnamen Coupe de France di Januari 2014 membuat Falcao cedera lutut parah. Ia berusaha sekuat tenaga pulih sebelum Piala Dunia bergulir, dan sukses melakukannya. Namun, Pékerman tidak mau ambil risiko. Falcao tidak dibawa karena mepetnya waktu antara kesembuhan Falcao dengan bergulirnya Piala Dunia.

 

Falcao memulai kariernya di timnas Kolombia

Sang singa semenjana

Cedera lutut tersebut berdampak sangat besar dalam perjalanan karier Falcao. Setelah sembuh, El Tigre mendadak kehilangan ketajamannya. Dua kali masa peminjaman dijalaninya di Liga Primer Inggris, dan semuanya hanya membuahkan kegagalan, hanya membuat Falcao menjadi bahan cibiran dan tak lagi banjir pujian.

Di Manchester United ia hanya mencetak 4 gol dari 26 pertandingan, dan di Chelsea hanya sebiji gol yang dikemasnya dari 10 kali kesempatan tampil. Sang singa sudah ompong. Dari yang awalnya raja rimba, berubah jadi predator semenjana. Falcao saat itu hanya satu langkah dari jurang kehancuran karier.

Itu bukan ancaman atau prediksi bagi Falcao, karena di sepak bola memang sangat jarang ada pemain yang bisa bangkit setelah diterpa cedera parah. Eduardo da Silva, Fernando Redondo, dan Sebastian Deisler adalah segelintir contoh yang menghantui Falcao saat itu.

Akan tetapi, Falcao beda. Dia pernah jadi singa, dan sekali jadi raja rimba, ia akan tetap jadi raja. Terbukti kebangkitan menghampirinya setelah kembali ke Monaco di musim 2016/2017. Falcao mencetak 30 gol dari 43 laga di Monaco, menjabat ban kapten, dan memimpin timnya menembus semifinal Liga Champions untuk pertama kalinya sejak 2004.

Di Piala Dunia 2018, Falcao adalah penyerang berusia 32 tahun. Dia bukan lagi Falcao yang di Porto atau Atlético Madrid, tapi jiwa kepemimpinan dan pengalaman El Tigre dapat menjadi kartu truf Kolombia untuk memompa semangat tim.

Apalagi, seburuk-buruknya performa Falcao di lapangan, dia tetap penyerang yang selalu menjadi momok bek-bek lawan. Itu dibuktikan oleh kata-kata John Terry setelah pertandingan menghadapi Falcao yang bermain di Manchester United.

“Mengawal Falcao sangat sulit. Dia terus bergerak mencari bola, membuka ruang, dan tak pernah lelah. Dia selalu haus gol, dan jika kamu lengah sedikit saja, kamu akan melihat gawangmu diterkam olehnya.”