Julukan ‘Sonaldo’ untuk Son Heung-min memang bukan pepesan kosong. Bukan saja karena Son memiliki gaya bermain yang hampir serupa dengan megabintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo, tetapi bagi publik sepak bola Korea Selatan, Son memiliki tingkat arogansi yang serupa dengan Ronaldo. Selalu merasa berada di atas, dan merasa dunia yang berputar di sekelilingnya.
Well, memang tergantung perspektif bagaimana memandang arogansi atau keangkuhan yang dimiliki oleh Ronaldo dan Son. Bagi sebagian orang, yang kedua sosok ini tunjukkan adalah menyoal fokus dan kepercayaan diri. Tetapi pada intinya, Son dianggap bukan merupakan pemain bersahaja seperti legenda sepak bola Korea Selatan, Park Ji-sung.
Pangkal masalahnya terjadi pada sekitar tahun 2011 hingga 2012. Diwakili sang ayah, Son saat itu menolak panggilan ke timnas Korea Selatan untuk babak kualifikasi Piala Dunia 2014 dan juga Olimpiade 2012. Alasan yang dikemukan saat itu adalah Son ingin fokus bersama klub yang dibelanya saat itu, Hamburg SV.
Memang saat itu Korea Selatan berhasil melaju ke babak utama Piala Dunia 2014. Di Olimpiade juga mereka tampil cukup baik, bahkan sempat mengalahkan tim tuan rumah, Britania Raya. Tetapi sikap Son yang menolak panggilan ini tentu menimbulkan anggapan bahwa sang pemain memiliki sikap arogan. Ia lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang membela negara di ajang internasional.
Soal arogansi juga sempat terjadi di musim ini. Dele Alli dan Christian Eriksen sempat sangat kesal kepada Son dalam proses gol ketiga yang dicetak Tottenham Hotspur ketika mereka berhadapan dengan Chelsea pada bulan April lalu. Son memilih untuk menyelesaikan peluang sendiri, ketimbang mengoper bola kepada Eriksen yang berada dalam posisi lebih bebas. Untungnya, Dele Alli ada di sana untuk memanfaatkan peluang. Alli dan Eriksen pun dengan gambang mengomentari keputusan Son pada pertandingan tersebut.
Tetapi Son tetaplah pemain penting untuk Korea Selatan, yerutama setelah Park Ji-sung pensiun selepas Piala Dunia 2010. Son adalah suksesor Park sebagai penggerak tim. Setidaknya, hal tersebut terlihat dalam turnamen-turnamen internasional terakhir yang diikuti oleh Korea Selatan.
Son membawa Daehan Minguk melaju hingga partai puncak Piala Asia 2015 yang digelar di Australia. Ia mencetak satu gol di partai final, meskipun kemudian tim harus mengakui keunggulan tuan rumah dengan skor 2-1. Total Son mencetak tiga gol sepanjang turnamen, yang terbanyak ketimbang para pemain Korea Selatan yang lain.
Pada Olimpiade 2016 yang digelar di Brasil, Son lagi-lagi seakan seorang diri membawa Korea Selatan melaju sepanjang turnamen. Ia mencetak dua gol, salah satunya ke gawang Jerman, hingga akhirnya Son dan Korea Selatan mesti tertunduk lesu karena ditaklukkan Honduras di babak perempat-final.
Meskipun kemudian mesti mendapatkan cedera di laga melawan Qatar, Son juga banyak terlibat dalam lolosnya Korea Selatan ke Piala Dunia 2018 di Rusia. Son mencetak gol kemenangan ketika Korea Selatan berhasil menang tipis atas Qatar pada 6 Oktober.
Di Piala Dunia 2018 nanti, Son juga masih harus membuktikan diri. Mungkin ia memang bukan sosok bersahaja seperti Park, tetapi ia sanggup untuk membawa Korea Selatan ke tahap yang lebih baik. Ditambah lagi melaju jauh di Piala Dunia nanti memungkinkan Son untuk bisa terhindar dari kemungkinan mengikuti wajib militer di negaranya. Patut ditunggu bagaimana kiprah Sonaldo di Rusia nanti.