Piala Dunia 2018

Kroasia 1998, Debutan Terbaik Sepanjang Sejarah Piala Dunia

Jika sebuah negara kuat seperti Brasil, Jerman, hingga Spanyol berhasil melaju hingga babak semifinal Piala Dunia, tentu tak akan ada yang terkejut. Itu sudah wajar. Namun bagaimana jika yang melakukan itu adalah negara yang baru merdeka selama 7 tahun? Bisa dipastikan banyak orang yang tak percaya, dan itulah yang terjadi saat melihat kiprah Kroasia di Piala Dunia 1998. Datang sebagai debutan, mereka mengakhiri turnamen dengan raihan medali perunggu.

Menumbangkan raksasa

Kroasia cukup beruntung berada di grup yang sama dengan dua debutan lainnya, yakni Jepang dan Jamaika. Praktis, hanya Argentina lawan berat mereka. Bermodalkan kekuatan para bintang-bintangnya yang bermain di klub-klub tenar Eropa saat itu, seperti Zvonimir Boban (AC Milan), Robert Jarni (Real Betis), Mario Stanic (Parma), hingga Davor Suker (Real Madrid) yang kala itu baru saja menjuarai Liga Champions, Kroasia mampu mengatasi perlawanan Jamaika (3-1) dan Jepang (1-0), meskipun harus melewati perjuangan yang tak mudah.

Dua kemenangan ini membuat mereka lolos ke babak 16 besar, sehingga kekalahan 0-1 di tangan Argentina pada partai pamungkas tak lagi berpengaruh besar. Lolosnya mereka dari babak penyisihan grup cukup mengundang decak kagum, namun banyak yang mengira sampai situ saja kiprah mereka.

Pasalnya, mereka sudah ditunggu oleh Rumania, tim kuat Eropa saat itu yang masih dipimpin oleh Gheorghe Hagi, genius yang dijuluki Maradona dari Pegunungan Carpathians. Namun, pesta Kroasia belum usai. Mereka justru baru mulai.

Secara mengejutkan, mereka berhasil menumbangkan Rumania dengan skor 1-0. Bertemu Jerman di perempat-final, Kroasia yang disingkirkan Der Panzer pada Piala Eropa 1996 silam berhasil melakukan revans dan menang 3-0. Kemenangan ini mengantarkan mereka ke semifinal, menghadapi tuan rumah Prancis.

Sejak itu, Kroasia mulai mendapatkan pengakuan yang sepantasnya. Harapan rakyat Kroasia pun semakin membubung tinggi. Harapan itu bahkan hampir menjadi kenyataan saat Kroasia unggul lebih dulu di babak semifinal lewat gol Suker. Sayangnya, harapan itu sirna setelah Lilian Thuram membuyarkan mimpi Kroasia lewat dua golnya. Di Stade de France, fantasi liar rakyat Kroasia tentang laga final buyar seketika. Meski begitu, Kroasia berhasil mendapatkan hadiah hiburan atas penampilan fantastis mereka dengan mengalahkan Belanda 2-1 di perebutan tempat ketiga.

Yugoslavia yang menanam, Kroasia yang menuai  

Hubungan antara Yugoslavia (kini Serbia) dan Kroasia memang tak begitu baik, terutama jika melihat sejarah kelam di masa lalu. Hingga kini, jika kedua tim bertemu, pihak yang menjadi kubu tamu tak diperbolehkan membawa suporter ke stadion untuk menghindari adanya potensi kerusuhan. Namun siapa sangka, sistem pembinaan sepak bola Yugoslavia berperan dalam membentuk kekuatan Kroasia saat berlaga di Piala Dunia 1998.

Sebagian besar pemain asuhan Miroslav Blazevic saat itu adalah produk binaan sepak bola Kroasia yang masih tergabung dalam negara Yugoslavia. Bahkan beberapa di antara mereka pernah menjuarai Piala Dunia U-20 bersama Yugoslavia, seperti Davor Suker, Zvonimir Boban, Robert Jarni, Igor Stimac, dan Robert Prosinecki. Nama terakhir bahkan merupakan satu-satunya pemain yang pernah mencetak gol untuk dua negara di ajang Piala Dunia, yakni Yugoslavia (1990) dan Kroasia (1998).

Meski begitu, tampaknya ada perasaan berbeda antara membela timnas Yugoslavia dan Kroasia. Hal itu pernah dikemukakan oleh Stimac. “Saat dulu bermain untuk Yugoslavia, itu tak berarti apa-apa. Hanya murni olahraga saja. Sekarang perasaan (membela Kroasia) ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun.” Perasaan itu mungkin juga dirasakan para pemain Kroasia lainnya. Penampilan mereka di Prancis kala itu menjadi bukti betapa mereka ingin membawa nama Kroasia diperhitungkan di kancah sepak bola dunia.

Di tangan Blazevic, yang dijuluki ‘pelatih dari segala pelatih’ di Kroasia, Vatreni yang bermain dengan sistem 3-5-2 sejak fase gugur berhasil menumbangkan lawan-lawan mereka yang di atas kertas lebih diunggulkan. Suker juga mengakhiri turnamen dengan status top skor lewat torehan 6 gol. Kecuali saat melawan Argentina, ia selalu mencetak gol di tiap laga yang dimainkan Kroasia.

Raihan yang belum bisa diulang kembali     

Sampai sekarang, pasukan Kroasia 1998 masih menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah sepak bola negeri tersebut, setidaknya dari prestasi timnas. Belum ada lagi generasi berikutnya yang mampu menyamai prestasi mereka.

Generasi Kroasia saat ini seperti Ivan Rakitic, Luka Modric, hingga Mario Mandzukic yang meraih sukses besar di level klub, nyatanya masih gagal membawa Kroasia berbicara banyak di turnamen besar. Bahkan sudah 20 tahun berlalu sejak saat itu dan belum ada lagi debutan Piala Dunia yang mampu menembus semifinal, kecuali Korea Selatan, underdog di Piala Dunia 2002, walau nyatanya mereka bukanlah debutan kala itu.

Prestasi Kroasia di Piala Dunia 1998 ini juga dianggap lebih hebat dari apa yang dilakukan Portugal era Eusebio, yang juga meraih medali perunggu sebagai debutan Piala Dunia 1966. Anggapan ini muncul karena negara Kroasia saat itu belum lama terbentuk, dan baru berpartisipasi di ajang internasional pada tahun 1994, saat mengikuti kualifikasi Piala Eropa 1996, sehingga efek kejutan itu amat terasa. Ya, siapa yang mengira ‘bocah umur 7 tahun’ akan mampu mengalahkan juara dunia tiga kali?