Cerita

Ricardo Salampessy, tentang Reno dan Masa Depan Persipura Jayapura

Sejak berhasil membawa Persiwa Wamena promosi ke Liga Indonesia, dan berhasil meraih penghargaan pemain terbaik pada tahun 2005, Ricardo Salampessy kemudian memiliki perjalanan karier yang luar biasa. Selama 13 tahun di kompetisi level tertinggi, Ricardo sudah meraih tiga trofi juara Liga, ditambah satu gelar juara Torabika Soccer Championship (TSC) pada tahun 2015. Kini usianya sudah di pertengahan tiga puluhan, pertanda masa depan setelah bermain sepak bola secara profesional adalah fokusnya saat ini.

Ditemui oleh penulis sehari jelang laga antara Persipura yang akan bertamu ke markas Persib Bandung di pekan ketujuh Liga 1, Ricardo Salampessy mengungkapkan rencana-rencana masa depannya. Udara sejuk kota Bandung di sore hari membuat obrolan menjadi lebih terbuka dan santai.

“Saya sudah mesti memikirkan bagaimana setelah ini (setelah pensiun dari sepak bola profesional),” ujar Ricardo membuka obrolan.

“Karena saya juga sadar saya sudah tidak seperti dulu lagi, sudah tidak muda lagi. Kalau dulu ketika masih muda, setelah bertanding saya masih bisa jalan-jalan ke mana gitu. Di usia sekarang setelah bertanding rasanya badan lelah sekali, dan butuh waktu lama untuk istirahat. Jadi semua mesti dipersiapkan dengan matang ke depannya.”

“Rencana saya sih, menjadi pelatih. Karena saya ingin terus terlibat, dan juga karena kecintaan saya kepada sepak bola. Idealnya tentu saya bisa terus berada di Persipura. Melanjutkan bakti sebagai pelatih begitu. Tetapi seandainya nanti memang menjadi pelatih, saya tidak menutup kemungkinan untuk tempat (klub) lain. Tetapi saya prioritaskan Persipura, bahkan ketika nanti saya sudah beralih profesi menjadi pelatih.”

Ricardo kemudian juga mengungkapkan terkait kondisi tim yang dibelanya selama hampir satu dekade, Persipura Jayapura. Situasi sulit sempat mendera tim Mutiara Hitam ketika banyak pemain berusia produktif hengkang ke klub lain. Kondisi ini diakui Ricardo memang menyulitkan persiapan tim jelang bergulirnya Liga 1.

“Jujur saya kaget dan kecewa. Yang paling saya pikirkan adalah soal regenerasi. Pemain-pemain seperti (Nelson) Alom, (Ferinando) Pahabol, dan Ruben Sanadi adalah tulang punggung tim di masa depan setelah era saya, Boaz, dan Ian (Kabes). Mereka hengkang, jadi ada semacam jenjang yang miss dari generasi saya ke generasi pemain muda saat ini.”

“Mereka pergi, dan seandainya suatu saat kembali ke sini, tentu akan ada yang banyak berubah”

Meskipun demikian, nyatanya Persipura tetap bertaji. Menurut Ricardo ini disebabkan karena fondasi dan struktur inti tim masih sama ketika mereka meraih sukses bertahun-tahun sebelumnya. Pun dengan prinsip bermain serta mental bertanding. Seperti yang diketahui bahwa Ricardo, Boaz, Ian Kabes, dan Manu Wanggai, bukan saja generasi terbaik Persipura Jayapura, tetapi juga generasi terbaik sepak bola Papua secara keseluruhan.

Pemain belakang yang identik dengan nomor punggung empat ini juga menyebut bahwa regenerasi Persipura tetap berjalan lancar meskipun angkatan Nelson Alom dan Feri Pahabol hengkang, karena nyatanya ada banyak bakat-bakat lain yang juga muncul.

“Pada dasarnya kami tetap kuat, karena fondasi tim tetap sama seperti ketika kami meraih juara. Ada saya, Boaz, Ian, dan Manu. Pengalaman kami adalah sesuatu yang akan kami wariskan kepada generasi selanjutnya,” ujar Ricardo.

“Para generasi muda saat ini juga banyak yang memiliki potensi. Untuk saat ini memang yang paling menarik perhatian adalah Gunansar (Mandowen). Tetapi saya rasa para pemain muda lain juga memiliki potensi besar yang masih bisa dikembangkan. Tentu setelah era saya, merekalah yang akan menjadi tulang punggung bagi tim.”

Mengakhiri obrolan, Ditanya soal kabar putra sulungnya, Reno, yang sepertinya akan melanjutkan karier sang Ayah di dunia sepak bola. Begini jawaban Ricardo, “Reno sehat, sekolahnya lancar. Soal meneruskan saya di sepak bola, tentu itu jadi pengharapan besar dari saya sebagai seorang ayah. Tetapi saya tidak pernah memaksa apalagi menekan. Semua kembali kepada Reno untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Saya hanya bisa mengarahkan dan memberikan support saja semaksimal mungkin,” pungkas Ricardo.