Berita Dunia

Petualangan Bryan Robson di Asia Tenggara yang Mesti Dicermati Betul oleh Tony Adams

Singapura pernah berjaya dan mendominasi sepak bola Asia Tenggara terutama pada awal hingga pertengahan 2000-an. Di bawah komando Radjoko “Raddy” Avramovic, dalam kurun waktu satu dekade, Singapura berhasil menjuarai Piala AFF yang sebelum tahun 2007 masih bernama Piala Tiger. Sebuah kisah manis yang terus diupayakan untuk bisa terulang kembali.

Dalama kurun waktu lima tahun terakhir, penampilan Singapura merosot. Tidak hanya di level Asia Tenggara, di mana dalam dua edisi Piala AFF terakhir mereka gagal lolos dari fase grup. Di level Asia pun lebih mengenaskan lagi. Dari total 21 pertandingan baik di kualifikasi Piala Dunia 2018 atau kualifikasi Piala Asia 2019, Singapura hanya berhasil memenangkan enam pertandingan di antaranya. Situasi ini tentu membuat rumor penunjukan Tony Adams sebagai pelatih baru timnas Singapura adalah sesuatu yang sangat mengherankan.

Bukan cuma soal catatan melatih Adams yang mengerikan, di mana ia gagal membawa dua tim asuhannya, Wycombe Wanderers dan Granada, untuk lolos dari jerat degradasi. Tetapi seandainya memang Singapura ingin kembali ke tahapan terbaik mereka, pengalaman Thailand yang menunjuk Bryan Robson sebagai pelatih adalah sebuah pembelajaran yang sangat baik.

Entah mungkin tertukar antara Bryan Robson dan juru latih legendaris Inggris, Sir Bobby Robson, asosiasi sepak bola Thailand kemudian menujuk mantan kapten Manchester United ini sebagai suksesor dari Peter Reid yang sebelumnya berhasil membawa Thailand menjadi runner-up di Piala AFF 2008. Meskipun tidak dalam level mengerikan seperti Tony Adams, catatan karier kepelatihan Robson juga tidak mentereng. Sesuatu yang berbeda ketimbang ketika keduanya masih bermain.

Karier Robson sebagai pelatih boleh dibilang cukup baik. Ia berhasil membawa Middlesbrough promosi ke Liga Primer Inggris pada tahun 2001. Boleh jadi hal tersebut adalah alasan mengapa asosiasi sepak bola Thailand kemudian menunjuk Robson sebagai pelatih mereka saat itu. Debutnya dijalani dengan manis, Robson membawa The War Elephants menang atas Singapura dengan skor 3-1. Beberapa bulan kemudian, ia pun membuat Thailand tampil luar biasa dan hanya menelan kekalahan 1-0 atas tim kuat Iran di kualifikasi Piala Asia 2011.

Yang terjadi di Piala AFF 2010 adalah titik balik karier Robson sebagai pelatih timnas Thailand. Teerasil Dangda dan kawan-kawan untuk pertama kalinya tidak berhasil melaju dari fase grup di Piala AFF. Secara mengenaskan mereka dua kali bermain imbang melawan Laos dan Malaysia, serta dikalahkan tuan rumah Indonesia padahal sudah sempat unggul terlebih dahulu.

Yang terjadi di Jakarta pada tahun 2010 tersebut adalah coreng besar dalam karier sepak bola seorang Bryan Robson. Ia yang punya rekam jejak luar biasa ketika masih bermain, nyatanya tidak mampu meloloskan skuat asuhannya dari fase grup Piala AFF.

Fenomena ini juga jelas adalah pembelajaran yang sangat bagus untuk Singapura. Karena sama seperti Robson, Tony Adams juga punya karisma dan rekam jejak luar biasa ketika masih bermain. Karena ada kemungkinan besar yang terjadi di Thailand ketika mereka ditangani Robson, akan terjadi kepada Singapura seandainya mereka memang benar-benar menunjuk Adams sebagai pelatih baru mereka.

Serupa dengan yang terjadi dengan Thailand, di mana mereka justru sukses di bawah arahan pelatih lokal yang juga merupakan legenda sepak bola mereka, Kiatisuk Senamuang, mungkin, kesuksesan Singapura justru berada di bawah arahan mantan pemain yang pernah membawa mereka ke tangga juara.