Di saat loyalitas seorang pelatih kepada klub yang semakin hari makin terkikis di era sepak bola modern, Wenger adalah salah satu wujud kesetiaan yang begitu awet hingga kini. Namun apalah daya seorang manusia biasa yang hanya kebetulan bertakdir sebagai manajer sebuah klub sepak bola. Tuntunan penggemar, hasil buruk, dan pelbagai faktor akhirnya membuat Sang Profesor akan benar-benar mengucapkan selamat tinggal untuk Arsenal di akhir musim ini.
Kepastian Wenger pergi dari kursi manajer Arsenal pun membuat banyak pihak ramai-ramai bernostalgia dengan catatan impresif masa lampaunya atau mengumpulkan nama-nama terbaik yang pernah bersama Wenger. Namun, dibalik itu semua, ternyata dalam 22 tahun berkarya untuk Arsenal, banyak juga pemain-pemain absurd atau aneh yang pernah menghuni tim asuhan mantan pelatih Nagoya Grampus itu.
Berikut adalah nama-nama mereka berbalut formasi 4-4-2:
Mart Poom (Kiper)
Seburuk-buruknya penampilan Manuel Almunia di final Liga Champions musim 2005/2006, tetap saja kiper asal Spanyol itu masih punya “nama”. Bahkan dia adalah sosok pengganti Jens Lehmann yang menua dan balik kampung ke Jerman pada tahun 2008. Almunia baru mulai tergusur sebagai kiper utama Arsenal ketika duo Polandia; Lukasz Fabianski dan Wojciech Szsczesny, menyeruak ke permukaan.
Lebih buruk lagi adalah Mart Poom. Dia datang dari Sunderland pada musim 2005/2006 sebagai pinjaman dan dipermanenkan musim berikutnya. Tercatat dia hanya punya satu kali penampilan Liga Primer bersama Arsenal selama dua musimnya di sana. Padahal sebelum ke Arsenal, dia adalah andalan Sunderland dan bahkan sudah menjadi kiper timnas Estonia sejak tahun 1992. Poom! Nama yang unik, untuk kariernya di Arsenal yang absurd.
Moritz Volz (Bek kanan)
Pemain ini bergabung dari Schalke menuju Arsenal pada 1999. Semusim menjalani hidup di tim muda, akhirnya Volz naik kasta menuju tim utama dan awet disana hingga tahun pertengahan tahun 2004, walau sempat “disekolahkan” ke Wimbledon dan Fulham. Meski pernah menjadi bagian dari tim Arsene Wenger, pemain ini belum pernah menjalani laga di Liga Primer bersama Arsenal sekalipun. Padahal statusnya ketika direkrut Arsenal adalah salah satu pemain muda berbakat Jerman.
Meski begitu, nama Moritz Volz tetap beken di London. Memang bukan untuk Arsenal, melainkan bagi Fulham. Sejak datang pada 2003/2004 dan menghabiskan total lima musim di Fulham, oleh suporter The Cottagers dia mendapat berbagai macam julukan seperti 220 Volz, Mr. Resistor, atau The Electrician, karena namanya yang lekat dengan satuan tegangan listrik, volt.
Ignasi Miquel (Bek tengah)
Pemain asal Spanyol banyak hilir mudik di Arsenal. Mulai dari Jose Reyes, Manuel Almunia, Cesc Fabregas, Santi Cazorla, Nacho Monreal, Mikel Arteta, hingga Hector Bellerin. Dari sekian nama ini tidak ada yang berposisi sebagai bek tengah. Satu-satunya pemain berposisi bek tengah asal Spanyol yang pernah bermain untuk Arsenal selama ini adalah Ignasi Miquel Pons.
Meski begitu, mantan pemain didikan La Masia milik Barcelona ini tak begitu mampu membuat Wenger terkesan. Total Miquel hanya lima kali dimainkan di Liga Primer bersama Arsenal sejak musim 2010/2011 hingga 2012/2013. Setelah itu dia melanglang buana ke Leicester City, Norwich, Lugo dan kini pemain kelahiran 1992 tersebut memperkuat klub pertama yang dipastikan turun kasta dari La Liga musim ini, Malaga.
Mikael Silvestre (Bek tengah)
Rivalitas Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger diawal era milenium memang begitu kentara. Bukan rahasia lagi kalau Manchester United dan Arsenal adalah dua klub yang dulu bersaing langsung menjadi juara liga. Maka hampir mustahil melihat pemain dari kedua klub saling menyeberang berpindah ke tim lawan secara langsung. Meski tabu itu akhirnya pecah, ketika Mikael Silvestre pindah secara langsung dari Manchester United ke Arsenal pada musim 2008/2009.
Namun, kepindahan mantan bek timnas Prancis itu tak membawa dampak signifikan. Uzur (31), kualitasnya sudah menurun dan nilai minus lain Silvestre adalah rentan cedera. Lagipula di Arsenal saat itu masih ada Kolo Toure, William Gallas, dan Johan Djourou. Pembelian mantan bek Internazione ini disinyalir hanya untuk mengisi pos cadangan dan sebaliknya, Silvestre ingin bergabung dengan Arsenal kerena koneksi Prancis yang kuat di dalamnya.
Armand Traore (Bek kiri)
Pemain kelahiran Prancis ini berketurunan Senegal. Armand Traore (28 tahun) dibekali kecepatan sebagai bek kiri. Kecepatan adalah hal penting bagi seorang bek yang beroperasi menyisir sisi lapangan. Apalagi bermain di kontestasi sepak bola berintensitas tinggi di Inggris, kecepatan merupakan faktor kesuksesan karier pemain. Namun, sekadar cepat saja ternyata tak cukup membuat Traore bersinar.
Armand Traore melakukan debut untuk tim senior Arsenal pada musim 2006/2007. Saat itu Arsenal memang baru kehilangan salah satu bek kiri andalan, Ashley Cole yang dibarter dengan William Gallas. Pos bek kiri kosong, namun Traore kalah bersaing dengan kompatriot asal Prancis lainnya, Gael Clichy. Traore pun hanya bermain sebanyak 13 kali di Liga Primer bersama The Gunners. Traore pernah dipinjam Juventus pada musim 2010/2011, meski gagal pula dia membuktikan diri di Italia. Di tingkat negara, dia beralih ke timnas Senegal untuk level senior. Kini dia bermain untuk Cardiff City.
Sebastian Larsson (Sayap kanan)
Selain produk akademi Arsenal, sebenarnya Larsson adalah pemain serbaguna dan punya kemampuan khusus. Dia bisa dimainkan juga di pos gelandang tengah, bek kanan atau bek kiri, dan pemain asal Swedia ini memiliki kemampuan tendangan bebas yang baik. Gol-gol yang ia hasilkan semasa bermain untuk Birmingham dan Sunderland adalah buktinya. Namun, pemain yang kini memperkuat Hull City itu tak bisa mengeluarkan potensinya ketika di Arsenal. Sejak naik ke tim utama dari tim junior pada 2004/05, Larsson hanya mampu menghasilkan 12 laga bagi Arsenal di semua kompetisi selama dua musimnya di tim utama.
Fran Merida (Gelandang tengah)
Fran Merida adalah salah satu harapan Arsenal akan kemunculan Cesc Fabregas yang baru. Sesama alumni akademi Barcelona, La Masia dan berposisi sama dengan Fabregas, membuat Fran Merida digadang sebagai “mutiara” baru setelah Fabregas itu sendiri. Namun, fakta justru menunjukkan jauh panggang dari api. Pemain bernama lengkap Francisco Merida Perez itu gagal bersama Arsenal.
Merida memulai debut pada musim 2007/2008 di Piala Liga, di kompetisi yang dijadikan lahan uji coba para pemain muda. Perkembangan karier Merida tak progresif, hingga Fabregas pergi untuk kembali Barcelona pun dia tak kunjung menemukan tempat di Arsenal. Merida tak pernah memenuhi harapan untuk menjadi penerus Fabregas di Arsenal. Dia kemudian terlunta-lunta di beberapa klub Spanyol dan bahkan pernah bermain di Serie A Brasil, bersama Atletico Paranaense, pada musim 2013/2014.
Kim Kallstrom (Gelandang tengah)
Jika Julius Caesar punya slogan vini, vidi, vici, maka penggambaran yang tepat untuk Kim Kallstrom di Arsenal adalah vini, vidi, injury. Ya, memang begitu kisahnya. Kallstrom datang, terlihat dan sudah cedera begitu bergabung dengan Arsenal pada tengah musim 2013/2014. Pemain asal Swedia itu datang dengan status pinjaman dari Spartak Moskow. Kepindahan Kallstrom memang terasa mengejutkan, meski Arsenal memang tengah mengalami krisis pemain, terutama di lini tengah.
Sebuah komedi ketika pemain baru yang diharapkan mampu dijadikan solusi krisis, ternyata juga mengalami cedera di enam pekan awal ia datang. Wenger bukannya tidak tahu cederanya Kallstrom. Namun kejaran waktu di akhir bursa transfer, kebutuhan pelapis dan minim opsi lain, membuat Arsenal akhinya merekrut pemain yang besar di Olympique Lyon tersebut. Selama setengah musim di Arsenal, Kallstrom yang kini telah pensiun hanya empat kali diturunakan disemua kompetisi.
Ryo Miyaichi (Sayap kiri)
Meski Junichi Inamoto adalah bagian dari Asian invasion ke Eropa pada awal-awal milenium, tetapi banyak argumen bahwa Inamoto-lah pemain Jepang terburuk yang pernah memperkuat Arsenal. Lalu bagaimana dengan Ryo Miyaichi yang terkesan rekrutan “iseng-iseng” oleh Arsene Wenger pada musim 2010/2011? Ryo bahkan belum berstatus pesepak bola profesional ketika menjalani masa trial di Arsenal pada musim panas tahun 2010. Meski baru pemain di tingkat sekolah, tak menghalangi Wenger untuk memberi Ryo kontrak profesional per Januari 2011.
Dasar masih belum berjodoh, karier Ryo bersama Arsenal tak berjalan mulus bagai pendahulunya, Junichi Inamoto. Lulusan sekolah olahraga di Jepan ini pernah sekali menginjakkan rumput di Liga Primer dan sisanya bermain di kompetisi “eksperimen pemain muda”, Piala Liga. Kini pemain yang telah berusia 25 tahun tersebut memperkuat klub Jerman, St. Pauli, setelah berkelana dari berbagai klub di Inggris dan Belanda. Namun, Ryo lebih baik dari Inamoto yang bahkan belum pernah Arsenal mainkan di Liga Primer.
Yaya Sanogo (Penyerang)
Mungkin nama Francis Jeffers, Jeremie Aliadiere, Nicklas Bendtner, Marouane Chamakh, atau Park Chu-Young bisa masuk dalam kategori ini. Tetapi, Yaya Sanogo mungkin beredar tak hanya di memori para Gooner, tetapi juga bagi penikmat gim Football Manager di rentang edisi tahun 2010 hingga 2013. Siapapun pasti akan berusaha merekrut Yaya Sanogo. Muda, badan kokoh bertinggi 191 sentimeter, cepat, dan powerful adalah sekian atribut yang membuat para manajer virtual di Football Manager merasa bahagia bisa “mengembangkan” kemampuan pemain yang digadang akan menjadi golden boy itu.
Kepindahannya dari Auxerre ke Arsenal pada musim 2013/2014 harusnya bisa meningkatkan level permainan Sanogo. Apalag, Wenger dikenal ahli dalam memoles pemuda Prancis menjadi bintang-bintang dunia seperti Thierry Henry, Patrick Vieira, atau Nicolas Anelka. Namun, talenta Sanogo sepertinya hanya berkutat di ranah digital saja. Cedera panjang dan persaingan di lini depan membuat dirinya tersisih secara perlahan. Setelah di ping-pong ke berbagai klub, dia dilepas ke Touluse pada awal musim ini.
Arturo Lupoli (Penyerang)
Mencetak 27 gol dalam 32 laga bersama tim cadangan, pantaslah membuat pelatih utama akan melirik si pemain tersebut. Dan ini terjadi pada Arturo Lupoli ketika menghabiskan musim 2004/2005 bersama tim Arsenal reserves. Musim selanjutnya dia dipercaya Wenger untuk dinaikkan ke tim utama, meski sebelumnya pernah dimainkan di Piala Liga dan Piala FA. Tetapi mantan didikan akademi Parma itu jeblok di kompetisi sesungguhnya. Lupoli hanya pernah sekali bermain di Liga Primer bersama Wenger dan perjalanan karier selanjutnya adalah penurunan. Dia hidup nomaden berpindah klub. Mulai dari klub Inggris, Hungaria atau di negara asalnya, Italia.
Cerita menyedihkan lain dari Lupoli adalah saat dia bergabung ke Fiorentina pada musim panas 2007 silam. Tak mampu menunjukkan kapasitas nyata (tak pernah sekalipun dimainkan), Lupoli pun menyesal memilih La Viola. Padahal Lupoli sempat dikaitkan dengan AC Milan, Internazionale Milano, dan Napoli, ketika kontraknya akan habis di Arsenal. Gemilang sejak usia muda, ditambah pernah memperkuat timnas junior Italia mulai dari level U-16 hingga U-21, namun kisah kehebatan Lupoli hanya sebatas itu saja dan akhirnya menjadi “lupa”.