Nasional Bola

Ponaryo Astaman dan Keharusan Memperbanyak Komentator dari Para Mantan Pesepak Bola di Indonesia

Banyak yang memuji Ponaryo Astaman dalam “debut”-nya sebagai komentator untuk tayangan pertandingan Go-Jek Liga 1 2018. Mantan kapten timnas Indonesia ini dianggap memiliki artikulasi yang baik, retorika pertandingan yang mantap, dan pengetahuan yang sifatnya taktis juga baik. Harus diakui bahwa pria yang akrab disapa Popon ini menjalankan tugasnya dengan baik.

Kehadiran Ponaryo dalam memandu pertandingan sebenarnya bukan hal yang baru. Sepak bola Eropa sudah melakukannya sejak lama, bagaimana Rio Ferdinand, Gary Neville, atau Jamie Carragher, juga sudah sering tampil di layar kaca. Mereka memberikan suasana baru yang lebih segar dalam urusan memandu jalannya pertandingan.

Dalam beberapa waktu sebelumnya, semua mengenal Supriyono atau yang lebih akrab dikenal sebagai ‘Bung Supri’ ketika memandu pertandingan. Ponaryo memang memberikan suasana yang lebih segar, terutama bagi generasi yang menyaksikan sepak bola saat ini masih sempat menyaksikan Ponaryo beraksi ketika membela Borneo FC.

Kehadiran para mantan pesepak bola jelas memberikan suasan baru terhadap pemanduan jalannya pertandingan. Alasannya sederhana, karena mereka memberikan pandangan yang berdasar dari pengalaman mereka yang benar-benar merasakan dengan langsung atmosfer sebuah pertandingan. Hal ini membuat para komentator yang merupakan mantan pemain, memiliki sudut pandang yang berbeda dan boleh dibilang lebih nyata. Aspek inilah yang tidak ada di banyak komentator yang memang sebagian besar memiliki latar belakang di dunia jurnalistik.

Kejadian mantan pemain menjadi komentator sebenarnya tidak hanya terjadi di sepak bola. Dalam olahraga lain pun, beberapa mantan pemain kemudian beralih profesi sebagai komentator. Dan fenomena ini bahkan sempat mendapatkan kritik dari mantan pemain American Football asal Australia, Mark Williams.

Williams yang selama hampir empat dekade menekuni American Football sebagai pemain dan pelatih, memberikan kritik kepada para atlet yang setelah pensiun kemudian menekuni profesi sebagai komentator. Williams beranggapan bahwa para pemain tersebut hanya mengulangi apa yang pernah para pelatih mereka sampaikan, dan kebanyakan tidak betul-betul memiliki opini pribadi dari diri mereka sendiri.

Pernyataan dari Williams sebenarnya tidak juga salah, meskipun sebenarnya apa yang dilakukan oleh Ponaryo bisa menjadi contoh bagi para mantan pemain lainnya. Bahwa setelah berkarier di lapangan hijau, untuk bertahan di dunia sepak bola yang mereka cintai, tidak melulu mesti melanjutkannya sebagai pelatih. Dunia komentator adalah salah satu bidang lain yang mesti dicoba oleh para pesepak bola seandainya mereka sudah gantung sepatu nantinya.

Poin lainnya adalah, lagi-lagi Ponaryo memberikan contoh bagi para pesepak bola lain. Sebelumnya ia sudah memberikan contoh bagaimana sebaiknya para pemain sudah mulai memikirkan masa depan mereka dengan mengambil lisensi kepelatihan bahkan sejak masih aktif di lapangan. Sehingga, setelah berhenti bermain, mereka tak lagi bingung mesti melakukan apa.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia