Cerita Tribe Ultah

109 Tahun Internacional dan 10 Lulusan Terbaiknya

4 April 1909, dua orang Italia bernama José dan Luis Poppe atau yang juga dikenal sebagai Henrique bersaudara, mendirikan klub bernama Sport Club Internacional. Nama itu dipilih untuk menunjukkan bahwa Internacional merupakan klub yang terbuka bagi siapapun, tidak dikhususkan untuk bangsa atau ras tertentu.

Niatan tersebut timbul karena pada saat itu klub-klub sepak bola di Brasil masih dikhususkan untuk kaum imigran tertentu. São Paulo Palestra Italia misalnya yang berisi orang-orang Italia, atau Vasco da Gama yang hanya menerima pemain dari Portugal.

Namun ada pula versi lain yang mengatakan kalau nama Internacional merujuk pada Internazionale Milano, klub di kota kelahiran Henrique bersaudara yang menganut prinsip serupa dengan mereka: Siapapun boleh bergabung, tidak peduli apapun status kewarganegaraan dan keturunannya.

Kini 109 tahun telah berlalu dan klub berjuluk Colorado (Si Merah) ini sudah banyak berkembang. Mulai dari menjuarai liga domestik, Copa Libertadores, dan menjadi kampiun Piala Dunia Antarklub 2006 dengan mengalahkan Barcelona 1-0 di final.

Salah satu yang membuat Internacional dapat beprestasi adalah kualitas akademi mereka. Yang paling diingat tentu Alexandre Pato, “si bebek” yang sudah mendunia di usia 17 tahun. Akan tetapi, bukan hanya Pato saja yang menjadi lulusan terbaik Internacional, karena masih ada sederet nama tenar lain yang lahir dari pembinaan internal.

Berikut adalah 9 lulusan terbaik Internacional, dalam 20 tahun terakhir:

Alisson Becker

Tempaan akademi Internacional berjasa besar membuatnya sebagai salah satu kiper terbaik di Serie A musim ini. Sejak 2008 Alisson bergabung ke akademi Internacional, dan mentas di tim senior lima tahun berselang. Usai menjalani tiga musim di skuat utama, ia kemudian hengkang ke AS Roma dengan tebusan harga 8,2 juta euro. Kini di tahun 2018 nilai pasarnya menembus 40 juta euro.

Lúcio

Kariernya diselamatkan Internacional pada tahun 1997. Lúcio yang saat itu berposisi sebagai penyerang tampil sangat mengecewakan di Planaltina, dan oleh Internacional posisinya diubah menjadi bek tengah. Perubahan yang mengawali kejayaan Lúcio di lapangan hijau. Ia adalah salah satu lulusan terbaik Internacional dengan sederet gelar bergengsi, seperti Piala Dunia 2002, satu Liga Champions, satu Scudetto, dan tiga trofi Bundesliga.

Fred

Komoditi panas di bursa transfer musim depan. Fred yang saat ini menjadi playmaker jempolan di Shakhtar Donetsk memulai karier profesionalnya di Internacional pada tahun 2011. Mantapnya performa Fred membuat Shakhtar tertarik dan menebusnya seharga 15 juta euro pada 2013. Lima tahun berselang, Manchester City menyatakan minatnya untuk memboyong Fred, dan siap membayar 50 juta paun.

Alexandre Pato

Lulusan terbaik Internacional yang namanya sudah mendunia di usia belasan tahun. Menjuarai Piala Dunia Antarklub 2006 lalu dibeli AC Milan saat berumur 18 tahun, Pato menjadi wonderkid paling tenar di tahun 2007. Milan bahkan sampai rela menunggu Pato cukup umur untuk dapat memainkannya. Sayang kariernya di Eropa tidak berakhir bahagia, dan kini tengah menatap kebangkitan bersama Tianjin Quanjian.

Juan Jesus

Masih dari Serie A, Internazionale Milano juga tidak ketinggalan mendapat servis dari lulusan terbaik Internacional. Juan Jesus mengawali karier juniornya di Internacional pada 2006, dan enam tahun kemudian dipinang I Nerazzurri seharga 3,9 juta euro. Tak kurang dari 110 laga dijalaninya bersama Inter selama 4 musim, sebelum berlabuh di Roma pada 2016 sampai sekarang.

Luiz Adriano

Sebelum Fred hadir, relasi baik antara Internacional dan Shakhtar Donetsk sudah terjalin melalui sosok Luiz Adriano. Pencapaiannya yang paling spesial adalah quin-trick di Liga Champions 2014/2015, yang saat itu langsung menjadikannya top skor sepanjang masa Shakhtar. Setahun kemudian ia pindah ke AC Milan tapi kariernya tidak berjalan lancar, dan kini merumput bersama Spartak Moskow di Liga Rusia.

Fábio Rochemback

Pemain serbabisa. Ia dapat ditempatkan di depan bek, sebagai pemain nomor 10, dan di sektor sayap. Ketika diboyong Barcelona, ia kesulitan menembus tim inti dan dipinjamkan ke Sporting Lisbon yang mengawali periode manisnya di Eropa dengan menjadi runner-up Piala UEFA 2004/2005. Musim depannya ia hengkang ke Middlesbrough, dan kembali meraih peringkat kedua Piala UEFA.

Nilmar

Menimba ilmu di Internacional pada 1999-2004 dan sempat digadang-gadang sebagai penyerang masa depan Brasil. Namun kegagalannya di Lyon sempat memupus mimpinya, yang membuatnya pulang kampung untuk memulihkan karier sebelum nyaman merumput di Villarreal pada periode 2009-2012. Di timnas Brasil, Nilmar menjuarai Piala Dunia U-20 tahun 2003 dan Piala Konfederasi 2009.

Rafael Sóbis

Sama seperti Nilmar, Sóbis juga menjadi alumnus akademi Internacional yang gagal mekar di Eropa, dan lebih bersinar di Liga Brasil. Hanya 8 gol dari 57 laga yang dicetaknya bersama Betis, tapi di Internacional, Fluminense, dan Cruzeiro, jumlah golnya selalu mencapai dua digit tiap musimnya. Di timnas Brasil ia sempat meraih medali perunggu pada Olimpiade 2008, bersama Thiago Silva, Marcelo, dan Ronaldinho.

Leandro Damião

Sejak 2013 kariernya memang merosot tajam, tapi alumnus tim U-20 Internacional ini selalu bisa menjadi pahlawan di klub tersebut. Terbaru, Damião dengan sisa kehebatannya membantu Internacional promosi ke Serie A Liga Brasil, setelah terdegradasi ke Serie B di musim 2016. Di kasta kedua tersebut ia mencetak 10 gol dari 17 laga, membuatnya total mengemas 40 gol lebih dari sekitar 120 laga di Internacional.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.