Legenda sepak bola Inggris, David Beckham berkunjung ke Indonesia. Dalam lawatannya yang berlangsung selama dua hari tersebut, Beckham yang tersohor ketika membela Manchester United dan Real Madrid ini datang sebagai duta dari perusahaan asuransi global asal Hong Kong bernama AIA. Ini adalah kunjungan kedua Beckham ke Indonesia.
Meskipun kegiatan dalam kunjungan kedua Beckham keduanya ke Indonesia kebanyakan lebih bersifat publisitas, sebab hanya sedikit saja yang benar-benar terkait dengan sepak bola. Kedatangan Beckham yang membuat pergeseran profesi dari sepak bola ini pun tetap saja merupakan sesuatu yang menarik.
Bagi yang meminati sejarah, Anda tentu ingat sebuah tulisan yang dibuat oleh tokoh pergerakan nasional, Soewardi Surjaningrat alias Ki Hajar Dewantara. Tulisan yang berjudul Als ik een Nederlander was atau yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia adalah, “Seandainya Aku adalah Seorang Belanda”, ditulis sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan kolonial Belanda.
Memakai sedikit persamaan dari tulisan yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara, sedikit berimajinasi, bagaimana seandainya David Beckham sempat bermain di kancah sepak bola Indonesia?
Beckham jelas punya rekam jejak karier yang mentereng. Ia sudah bermain di tim-tim besar Eropa, mulai dari Manchester United hingga AC Milan. Bahkan di pengujung kariernya, pemain yang akrab disapa Becks ini menjadi saksi bagaimana Paris Saint-Germain, kemudian bertransformasi menjadi raksasa sepak bola.
Dalam sebuah sesi temu dengan para jurnalis dalam kesempatannya kali ini berkunjung ke Indonesia, Becks lagi-lagi memuji bagaimana sepak bola Indonesia sebenarnya punya potensi yang cukup besar. Hal tersebut boleh jadi yang akan selalu dilihat Becks seandainya ia sempat bermain di sepak bola Indonesia.
Becks akan melihat bagaimana negeri ini dipenuhi potensi-potensi sepak bola yang hebat. Ia pun sempat merasakannya langsung ketika begitu kesulitan mengawal Andik Vermansah. Bahkan sampai-sampai ia melancarkan tekel keras karena sulit membendung Andik. Pemandangan serupa bisa saja banyak terjadi seandainya Becks sempat bermain di Indonesia.
Tetapi semua tidak akan benar-benar sebaik itu. Secara permainan, Becks jelas akan kesulitan. Umpan-umpan lambung yang menjadi ciri khasnya akan sulit digapai oleh para pemain lokal, yang secara postur tidak setinggi para pemain di Eropa. Untuk hal ini, Becks tentu perlu melakukan banyak penyesuaian. Ia mesti mengirim bola lebih rendah dan lebih tajam. Para pemain asing pun rasanya tidak semuanya bisa menggapai bola lambung yang dikirim Becks. Sepak bola Indonesia keras, bos!
Poin selanjutnya adalah soal kerasnya permainan. Becks memang terbiasa dengan sepak bola yang mengutamakan fisik seperti di Inggris atau Amerika Serikat, tetapi sepak bola Indonesia berada di level yang berbeda.
Becks jelas akan terkejut karena setiap akan menyundul bola, sikut pemain lawan sudah bersiap menghajarnya. Atau sodoran kaki yang lebih mirip dengan tendangan kungfu. Hantaman yang dilakukan Nigel de Jong ke dada Xabi Alonso di final Piala Dunia 2010 adalah sesuatu yang lumrah saja dan sering terjadi di kancah sepak bola Indonesia.
Kecuali kalau memang ada “proteksi khusus” yang melindungi Beckham, tetapi melihat apa yang terjadi kepada pemain sekelas Michael Essien saja tetap mendapatkan hantaman keras dari pemain lawan, maka boleh jadi tidak akan ada perlakuan yang benar-benar khusus bagi Becks seandainya yang bersangkutan sempat bermain di Indonesia.
Dari segi bisnis, Becks jelas akan menjadi sorotan. Sesuatu yang menurut Ryan Giggs dan Sir Alex Ferguson sangat disukai oleh Beckham. Ia akan tampil di mana-mana, wajah Becks akan terpampang mulai dari papan iklan di jalan besar hingga selembaran poster di warung nasi. Tetapi Becks jelas akan kaget, ketika di tengah musim, kontraknya diputus seandainya menderita cedera parah. Atau ia akan mengalami “penyakit lama” di kancah sepak bola Indonesia: gaji yang tidak dibayarkan sampai berbulan-bulan.
Sayang sekali, Beckham tidak pernah mencicipi kerasnya atmosfer sepak bola di Indonesia.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia