Cerita

Josip Ilicic, Pesepak Bola Underrated dari Kota Seniman

Salah satu kenikmatan mengikuti kompetisi Serie A Italia adalah kesempatan menyaksikan pemain-pemain berposisi gelandang serang yang memiliki intelegensi tinggi namun kurang diperhatikan, alias underrated karena mereka umumnya bermain di kesebelasan papan tengah atau papan bawah.

Jika pada era 1990-an kita mengenal nama-nama semisal Francesco Cozza atau Lamberto Zauli, pada masa yang lebih kekinian, para penggemar Serie A familiar dengan nama-nama Franco Vasquez, Ricardo Alvarez, Valter Birsa, Gaston Ramirez, atau Josip Ilicic.

Ilicic, nama terakhir yang disebut baru saja menorehkan hat-trick dalam lanjutan kompetisi Serie A Italia musim 2017/2018 ini. Gelandang serang Atalanta ini membawa timnya mengalahkan tuan rumah Hellas Verona dengan skor telak 5-0 pada Minggu (18/3) waktu Indonesia. Tripletta yang ditorehkan pemain berpaspor Slovenia namun lahir di Prijedor, sebuah kota di barat laut Bosnia dan Herzegovina ini, memang tidak terlalu banyak dibahas, karena para pengamat akan lebih senang membicarakan cerita empat gol Mauro Icardi yang menandai comeback briliannya, kemenangan dramatis Milan atas Chievo, atau keberhasilan SPAL menahan imbang Juventus.

Padahal dengan tambahan tiga golnya tadi, Ilicic menegaskan bebarapa hal sekaligus. Yang pertama, ia menepis keraguan yang selama ini disematkan kepadanya. Sebagai penggawa baru di skuat Atalanta yang musim lalu tampil brilian, kedatangan Ilicic dari Fiorentina tidak dianggap sebagai solusi yang pas untuk menambah daya dobrak La Dea.

Memang jika dilihat dari prestasi, sepertinya akan sulit bagi Atalanta mengulangi sensasi musim lalu ketika mereka menduduki posisi ke-4 klasemen akhir, namun kemunduran dalam prestasi ini juga disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu berbenahnya para pesaing seperti duo Milan, AC Milan dan Internazionale Milano yang kini bertarung menduduki posisi tersebut.

Yang kedua, Ilicic juga membuktikan bahwa ia belum habis. Vonis yang mengatakan bahwa pemain bertinggi 190 sentimeter ini sudah melewati masa-masa terbaiknya memang didasari dari melempemnya performa sang gelandang pada musim lalu, di mana ia hanya mampu mencetak 5 gol. Padahal musim 2015/2016 ia berhasil mendulang 13 gol. Kini dengan sisa 10 pertandingan di depan mata, Ilicic yang sejauh ini sudah mencatatkan 10 gol untuk Atalanta jelas berpeluang untuk menambah pundi-pundi gol itu. Dari segi penciptaan peluang, Ilicic juga amat vital bagi Atalanta. Selain menorehkan rataan 2,1 umpan kunci, ia juga sudah mencatatkan tujuh buah umpan yang menghasilkan gol musim ini.

Namun demikian, menikmati permainan pemain seperti Ilicic tidaklah melulu soal catatan gol atau torehan statistik semata. Kaki kidal, giringan bola jarak pendek, dan tendangan-tendangan kerasnya menjadi kenikmatan tersendiri untuk disaksikan di tengah pusaran kedisiplinan taktik pada masa kini yang semakin menghalangi pemain dalam berekspresi.

Ada pula hal yang menjadi ciri khas Ilicic, yaitu tingginya yang menjulang nyaris dua meter. Biasanya, pemain dengan tinggi badan menjulang seperti dirinya tidak dikenal lengket dengan bola dan lebih banyak mengandalkan kelebihan fisik.

Ilicic berbeda, karena itulah media Italia menggambarkannya sebagai pemain lincah bagaikan balerina namun memiliki kekuatan seperti petinju. Tinggi badan itu tidak menjadikannya sebagai pemain yang tidak nyaman dengan bola, justru sebalknya, Ilicic merupakan salah satu pemain yang amat mengandalkan dribel dan visi permainan.

Hasil pencarian bakat Palermo

Jika tidak memiliki kaki kiri yang lincah dan akurat, tentu saja ia tidak akan dengan mudahnya menarik perhatian Walter Sabatini, direktur olahraga yang saat itu masih bekerja untuk Presiden Maurizio Zamparini di Palermo. Intuisi tajam Sabatini memang tidak salah, karena ia seperti terkoneksi dengan Prijedor, kota seni tempat Ilicic dilahirkan. Meski mungkin tidak ada hubungan langsung, namun melihat permainan Ilicic yang begitu berteknik dan cenderung artistik, maka kota ini seperti berperan dalam membentuk cara pandang Ilicic di lapangan.

Delapan tahun silam, hanya berbekal rekaman video yang dikirimkan oleh sang agen, Sabatini langsung bergerak cepat memberi lampu hijau untuk mendaratkan Ilicic yang kala itu berusia 23 tahun dan masih bermain di klub NK Maribor ke Pulau Sisilia. Kesuksesan Palermo dalam mencetak pemain-pemain andal dari wilayah Balkan memang membantu Sabatini dalam mengambil keputusan.

Bersama kompatriotnya, Armin Bacinovic, Ilicic dengan cepat menyegel tempat di lini tengah Rosanero. Ia kemudian berkolaborasi dengan rekrutan dari Latin semisal Ezequiel Munoz, Javier Pastore, dan Mauricio Pinilla, serta sederet talenta lokal seperti Salvatore Sirigu, Matteo Darmian, Federico Balzaretti, Antonio Nocerino, dan kapten Fabrizio Miccoli, cukup untuk menjadikan Palermo sebagai salah satu tim yang menarik untuk diikuti di Serie A saat itu.

Tiga musim ia habiskan di Renzo Barbera dengan catatan apik 20 gol dari 98 penampilan membuatnya berambisi untuk pindah ke klub yang lebih besar. Tawaran kemudian datang dari Fiorentina yang begitu ambisius di bawah Vincenzo Montella. Tetapi meski mengakhiri musim di peringkat ke-4, namun kontribusi Ilicic sebagai individu tidak terlalu besar. Ia hanya tampil sebanyak 21 kali dan mencetak tiga gol, yang salah satu penyebabnya adalah cedera pada bulan Oktober hingga November 2013 yang menghambat adaptasinya bersama La Viola.

Peringkat empat besar kembali digenggam Fiorentina pada musim kedua Ilicic, dan kali ini ia berkontribusi lebih besar dengan catatan 10 gol di Serie A. Di Eropa, Fiorentina juga tampil gemilang dengan melaju hingga babak semifinal. Sayangnya, saat itu jatah kelolosan Liga Champions bagi wakil-wakil dari Serie A hanya tiga saja, inilah yang kemudian menghalangi sinar dari Fiorentina, termasuk Ilicic dari radar klub-klub juara.

Peran Ilicic semakin vital saja pada musim ketiganya berbaju ungu Fiorentina. Di bawah arahan Paulo Sousa, Ilicic diberikan peran lebih besar dalam menyerang. Berposisi sebagai penyerang kedua, Ilicic tidak terlalu dibebankan tugas bertahan, karena Sousa lebih sering meminta rekannya, Federico Bernardeschi, untuk mengemban tugas defensif itu. Hasilnya, Ilicic mampu menjadi pencetak gol terbanyak Fiorentina dengan koleksi 13 gol.

Sayangnya, performa Ilicic menukik pada musim keempatnya di Artemio Franchi. Ditambah dengan ketidakpastian masa depan Sousa di bangku pelatih, Ilicic pun melempem hingga kerap dikritik para pendukung. Dari sinilah ia terlihat tidak dapat menerima kritik tersebut, hingga kerap memperlihatkan gestur tidak bersahabat. Masa-masa indahnya di Firenze pun berakhir, hingga nasib membawanya ke Bergamo untuk bergabung dengan Atalanta.

Di klub inilah, mulai musim ini hingga masa akhir kontraknya tiga tahun mendatang, Ilicic akan terus menari lincah di lapangan dan mewarnai Serie A Italia dengan skill dan imajinasinya yang tinggi.

Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)