Tahun 2009 adalah kali terakhir PSIS Semarang mentas di kasta tertinggi Liga Indonesia. Kala itu, Laskar Mahesa Jenar yang ditinggal oleh para bintangnya seperti Muhammad Ridwan, Emanuel De Porras, dan Imral Usman mendekam di dasar klasemen Indonesia Super League (ISL). Kini sembilan tahun telah berlalu dan mereka kembali ke divisi tertinggi, kompetisi yang pernah mereka juarai pada 1998/1999.
Menjadi satu-satunya wakil Jawa Tengah setelah Persijap Jepara terdegradasi di musim 2013/2014, aura kebangkitan langsung diapungkan. Namun, satu pertanyaan besar mengemuka. Apakah PSIS akan benar-benar bangkit? Terlebih musim ini akan dilalui tanpa Subangkit, pelatih yang membawa Hari Nur dan kolega promosi ke Liga 1 2018.
Perjuangan si jago becek di Magelang
Kembalinya PSIS ke divisi tertinggi ibarat dongeng yang menjadi kenyataan. Laskar Mahesa Jenar adalah salah satu tim legendaris di Indonesia, dengan kemampuan spesial: jago bermain di lapangan becek. Predikat itu melekat berkat performa impresif mereka yang justru muncul saat bermain di bawah guyuran hujan lebat di Stadion Jatidiri.
Namun, musim ini PSIS dipastikan tidak bisa memakai stadion tersebut sebagai kandang karena belum selesai direnovasi. Stadion Moch. Soebroto di Magelang kemudian yang dipilih sebagai pengganti musim ini, dengan alternatif Stadion Sultan Agung Bantul dan Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Hal ini resmi membuat klub asal ibu kota Jawa Tengah ini berstatus tim musafir di Liga 1.
Menjadi tim musafir adalah perjuangan yang berat. Bermain di luar kota secara terus menerus dalam jangka waktu panjang akan membuat laga-laga kandang PSIS terasa seperti dimainkan di tempat netral. Akibatnya, performa bisa anjlok seketika. Musim lalu Persiba Balikpapan juga merasakannya saat mengungsi ke Stadion Gajayana Malang, dan Perseru Serui yang melakoni laga kandang rasa tandang saat bulan Ramadan.
Bisakah bangkit tanpa Subangkit?
Permasalahan PSIS jelang dimulainya Liga 1 2018 tak hanya soal kandang mereka, tapi juga menyangkut sang juru taktik. Subangkit, pelatih yang berjasa besar meraih tiket promosi dengan menjadi juara tiga secara dramatis di Liga 2 musim lalu, dilengserkan hanya seminggu jelang sepak mula pekan pertama. Untuk sementara, PSIS akan ditangani asisten pelatih Dwi “Londo” Setiawan, sampai PSIS mendapat pelatih baru.
Alasan pemecatan Subangkit adalah ketidakcocokan visi dan misi dengan manajemen. Keputusan ini jelas mengejutkan, karena waktu yang sangat mepet dengan dimulainya musim baru, Ini membuat langkah PSIS di awal musim bisa sangat berat, berkaca pada dua klub yang mengalami hal serupa di Liga 1 musim lalu, yakni Persiba Balikpapan dan Perseru Serui.
Akan tetapi, secercah harapan masih menyinari PSIS di tengah situasi pelik ini. Dengan kerangka tim yang tidak banyak berubah, kohesi antar-pemain kemungkinan masih terjaga dengan baik. Walau ditinggal beberapa pilar musim lalu seperti Ahmad Agung Setiabudi, Taufik Hidayat, dan Rifal Lastori, PSIS mendapat pengganti dari pemain asing yang akan kita bahas di bawah ini.
Prakiraan formasi
Meski sedang dinaungi situasi yang kurang kondusif, tapi PSIS tidak bisa dipandang remeh begitu saja. Berbekal perpaduan pemain muda berbakat dan pemain berpengalaman, runner-up Liga Indonesia 2006 ini masih memiliki potensi untuk tampil meledak.
Di bawah mistar gawang ada Jandia Eka Putra, kiper berpengalaman yang merupakan eks Semen Pdang. Ia akan ditopang sang kapten yang berposisi bek tengah, Haudi Abdillah, yang akan berpasangan dengan pemain asing baru, Petar Planic. Di posisi bek sayap, sisi kanan kemungkinan diisi Gilang Ginarsa yang didaratkan dari Sriwijaya FC, dan Frendy Saputra yang diboyong dari Perserang Serang untuk mengisi sisi kiri.
Kemudian di lini tengah, Ibrahim Conteh tentunya akan dipercaya sebagai dirigen permainan. Gelandang yang bertipikal mirip Makan Konate ini akan diapit Bayu Nugroho (dari Persis Solo, 25 tahun) dan Akhlidin Israilov (timnas Kirgistan, 23 tahun), lalu dibantu Hapit Ibrahim (dari Sriwijaya FC, 24 tahun) dalam formasi 4-3-1-2.
Lalu di pos penyerang, duet juru gedor PSIS kemungkinan besar akan diisi Bruno Silva dan Hari Nur Yulianto, sensasi dari Kendal yang menjadi pahlawan PSIS di perebutan tiket terakhir ke Liga 1.
Sementara itu di bangku cadangan, PSIS juga memiliki amunisi berbahaya dalam diri M. Rio (bek tengah), Ruud Gullid (gelandang tengah), Melcior Majefat dan Komarudin (sayap), serta Aldaier Makatindu (penyerang tengah). Mereka adalah pemain-pemain muda yang beberapa berusia di bawah 25 tahun.
Player to watch: Hari Nur Yulianto
Seperti yang tertulis di paragraf sebelumnya, Hari Nur adalah pemain sensasional dari Kendal. Bermodalkan naluri mencetak gol yang tinggi dan disertai penempatan posisi yang baik, pemain berusia 28 tahun ini adalah senjata mematikan di lini depan PSIS Semarang. Tipikalnya mirip dengan Thomas Müller di Bayern München.
Daya ledak Hari Nur sudah terlihat sejak pagelaran Liga 2 musim lalu. Puncaknya adalah hat-trick yang dicetaknya ke gawang Martapura FC dalam perebutan tiket promosi sebagai juara ketiga. Di laga itu, Hari Nur mencetak trigol yang terdiri dari dua sundulan dan satu sontekan kaki kanan, plus satu asis untuk gol penutup. Paket lengkap.
Prediksi: Peringkat 9-18
Tidak bermain di kandang sendiri dan pergantian pelatih yang dilakukan hanya seminggu jelang musim baru dimulai, PSIS tampaknya akan menjalani periode yang berat di awal musim. Target bertahan di Liga 1 dengan finis di papan menengah ke bawah adalah yang paling realistis, dilihat dari kondisi terkini.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.