
Setelah cukup lama anteng, PSIM Jogja akhirnya memunculkan tanda-tanda pergerakan. Sejak awal bulan Maret ini melalui situsweb resmi klub, yaitu psimjogja.id, kesebelasan berseragam biru ini menyiarkan kabar baru mengenai persiapan menjelang pergelaran Liga 2 2018.
Kabar terbaru pertama adalah kabar mengenai Erwan Hendarwanto yang kembali ditunjuk sebagai pelatih kepala PSIM. Kabar tersebut muncul pada Kamis (1/3/18). Berdasarkan kabar tersebut, Erwan sendiri berjanji akan mencurahkan tenaga dan pikirannya demi mengangkat performa tim berjuluk Laskar Mataram ini. Menjelang Liga 2 musim ini, manajemen PSIM memang mempertahankan susunan pelatih musim 2017. Jadi, dalam menukangi PSIM di musim 2018 Erwan tetap dibantu Ananto Nurhani (asisten pelatih), Subagyo Irianto (pelatih fisik), dan Didik Wisnu (pelatih kiper).
Dua hari berikutnya, situsweb PSIM kembali mengeluarkan kabar. “PSIM Mulai Seleksi Pemain Pekan Depan”, begitulah judul berita yang diluncurkan pada Sabtu (3/3/18). Dalam berita itu disampaikan bahwa rencananya tim pelatih akan melangsungkan proses seleksi pemain untuk menghadapi Liga 2. Selain diikuti beberapa pemain lama yang direkomendasikan pelatih, seleksi juga akan diikuti sejumlah wajah baru, khususnya pemain lokal yang berasal dari Yogyakarta.
Kabar mengenai seleksi pemain PSIM pun terus berlanjut. Kabar-kabar tersebut menjadi topik yang paling banyak menjadi berita terbaru di situsweb resmi klub PSIM.
Pergerakan PSIM dalam menyongsong Liga 2 2018 memang sangat lamban. Lihat saja, dalam mempersiapkan tim, Laskar Mataram melakukannya dalam waktu yang cukup mepet. Sebulan sebelum Liga 2, yang rencananya bergulir mulai bulan April 2018, PSIM justru baru melakukan seleksi pemain. Artinya, pembentukan tim ini terbilang mendadak.
Lantas, bagaimana dengan kesiapan PSIM menyongsong kompetisi kasta kedua ini? Bagaimana dengan target PSIM untuk musim selanjutnya? Kondisi PSIM yang sedemikian lamban memang sudah mengundang keresahan di kalangan pendukungnya, yaitu Brajamusti.
Apalagi pergerakan PSIM tidak seserius pergerakan tim tetangga sekaligus rival beratnya, yaitu PSS Sleman. Kita bisa menilainya melalui situsweb maupun media sosial dari kedua tim itu. Situsweb PSIM tidak seaktif situsweb PSS. Pun dengan media sosialnya. Ketika media sosial PSIM adem–ayem, media sosial PSS justru rutin mengunggah aktivitas tim berjuluk Super Elang Jawa itu.
Dari sana bisa ditarik kesimpulan bahwa persiapan PSS jauh lebih matang sehingg jauh lebih siap menyongsong Liga 2 musim ini, bukan? Lantas, bagaimana dengan PSIM? Bukankah dari segi usia dan pengalaman dalam menjajaki dunia persepak bolaan nasional, PSIM jauh lebih matang dari PSS?
Barangkali tak elok membandingkan kedua tim ini. Sebab, setiap tim memiliki cara masing-masing untuk bertarung dalam sengitnya kompetisi. Namun, sebagai bentuk keresahan akan PSIM, saya kira sah-sah saja membandingkan kondisi Laskar Mataram dengan Super Elang Jawa. Tentu, harapannya agar PSIM tergerak untuk lebih gesit dan lebih serius dalam melakukan persiapan menghadapi kompetisi.
PSIM dan kerinduan yang nyata
PSIM bukanlah sebuah kesebelasan yang boleh dianggap biasa. PSIM bukan sekadar tim sepak bola. Berdiri sejak 5 September 1929, membuat PSIM menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah sepak bola di Yogyakarta, bahkan di Indonesia. Sebab, PSIM memiliki andil dalam berdirinya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada tahun 1930 silam.
Di era Perserikatan, PSIM merupakan kesebelasan yang menjadi representasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagaimana Persib yang menjadi represesentasi Jawa Barat, pun seperti Persija yang menjadi representasi DKI Jakarta dan Persebaya yang menjadi representasi Jawa Timur. PSIM juga pernah menjadi salah satu tim berprestasi di kompetisi sepak bola amatir itu. PSIM menjadi juara Perserikatan tahun 1932. Setelah itu tim yang juga memiliki julukan Warisane Simbah ini juga berulang kali menjadi runner–up.
Sayang, di era sepak bola Indonesia sekarang ini, PSIM tidak lagi menjadi tim yang besar karena prestasinya. PSIM berada pada fase kekeringan prestasi. Bahkan, PSIM hanya mampu berkompetisi di kompetisi kasta kedua. Di kompetisi Liga 2 musim lalu pun PSIM hanya mampu bersaing sampai babak play–off.
Kondisi PSIM yang demikian tentu memantik kerinduan di kalangan pandemen PSIM (pendukung PSIM). Kerinduan akan prestasi, juga kerinduan akan kebesaran nama PSIM. Sekarang ini, bagaimana bisa PSIM kembali menjadi representasi sepak bola DIY jika persiapan menghadapi Liga 2 saja terbilang lamban sekali? PSIM berperilaku seolah-olah tidak memiliki gairah mengikuti kompetisi.
Kerinduan itu pun saya rasa tidak hanya datang dari kalangan pandemen PSIM, tetapi juga pencinta sepak bola di negeri ini. Ya, siapa yang tidak rindu dengan kebesaran tim bersejarah dari kota istimewa ini? Tim-tim era Perserikatan yang lain pun saya rasa rindu bersua dengan Laskar Mataram di atas lapangan hijau.
Saya sendiri berharap bisa menghirup aroma persaingan PSIM bersama tim-tim besar dalam kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia, khususnya dengan tim-tim era Perserikatan. Saya ingin menyaksikan PSIM kembali menjadi representasi sepak bola DIY seperti yang terjadi di masa lampau.
Namun, kapan keinginan itu bisa terealisasikan? Tidak ada yang tahu, tapi keinginan itu bisa menjadi sangat mungkinn untuk diwujudkan. Tentunya jika PSIM melakukan pembenahan diri secara total. Setidaknya, hal itu bisa dimulai dengan keseriusan dalam menyongsong musim kompetisi.
PSIM adalah warisane simbah dan warisane simbah sangat tidak pantas dilupakan. Namun, jika gerakan PSIM tetap lamban, bukan tidak mungkin jika PSIM hilang dari perbincangan tentang sepak bola. Pasalnya, dewasa ini tim-tim sepak bola baru di Indonesia juga terbilang cukup menggeliat. Dari segi mengejar prestasi, tim-tim baru pun tidak main-main. Katakanlah Bhayangkara FC yang musim lalu mampu keluar sebagai juara Liga 1, mengalahkan PSM, Persija, Persipura, dan tim-tim pendahulu lainnya.
Oleh karena itu, PSIM seharusnya lebih serius dari ini. Tentu demi mempertahankan nama besar, mengembalikan prestasi yang hilang, juga demi melanjutkan sejarah panjang. Sebab, PSIM adalah warisane simbah yang tidak boleh dilupakan.
Tetap semangat, PSIM! Aku yakin dengan kamu!
Author: Riri Rahayuningsih (@ririrahayu_)
Mahasiswi komunikasi. Pencinta sepak bola dalam negeri