Di Liga 1 2017 lalu, Borneo FC ‘hanya’ finis di posisi delapan klasemen, meskipun mereka diharapkan untuk finis di posisi yang lebih tinggi, mengingat status mereka sebagai kuda hitam. Pasalnya, Borneo FC memiliki materi yang mumpuni dan berhasil tampil brilian di turnamen pra-musim, terlebih setelah mampu menjadi runner-up Piala Presiden 2017.
Masuknya Shane Smeltz, penyerang tengah asal Selandia Baru yang berhasil mencetak gol di Piala Dunia 2010, sebagai marquee player, juga dianggap menaikkan kekuatan skuat dengan cukup signifikan. Singkatnya, kekuatan Borneo FC dianggap mampu merusak peta kekuatan tradisional Liga 1. Peringkat delapan sebenarnya masih bisa dikatakan sebagai misi yang tercapai bagi Pesut Etam di musim lalu, namun, melihat kualitasnya, sebenarnya mereka bisa finis di posisi yang sedikit lebih tinggi.
Rekrutmen berkualitas di semua sektor
Menghadapi musim ini, Borneo FC kembali dengan statusnya sebagai kuda hitam. Pembenahan skuat pun telah dilakukan. Semua legiun asing yang ada di skuat Liga 1 musim lalu, termasuk Shane Smeltz, telah dicoret dan digantikan oleh lima pemain asing yang baru. Lima pemain asing tersebut adalah penyerang dari Brasil Marlon da Silva, gelandang serang senior yang sempat memperkuat Pesut Etam, Srdjan Lopicic, duo bek tengah Mohammadou Al Hadji dan Azamat Baimatov, serta eks Real Madrid asal Prancis yaitu Julien Faubert.
Kedatangan lima pemain asing baru ini akan melengkapi skuat, yang juga sudah ditambah kualitasnya dengan masuknya beberapa pemain lokal seperti Mahadirga Lasut, Titus Bonai, dan Tedi Berlian. Bintang-bintang di musim lalu, seperti Lerby Eliandry yang menjadi salah satu pemain Indonesia dengan raihan gol terbanyak di Liga 1 2017 bersama Samsul Arif, serta kiper Muhammad Ridho yang mencatatkan rekor clean sheet kedua terbanyak masih bertahan di tim. Di atas kertas, kualitas Pesut Etam tentunya kaliber papan atas di liga mendatang.
Di pra-musim tahun ini, prestasi Borneo memang tak sebaik musim lalu. Di Piala Presiden, mereka harus ambruk di fase grup. Namun, di Piala Gubernur Kaltim, mereka berhasil menembus babak semifinal, sebelum akhirnya takluk dari Sriwijaya FC. Satu hal yang patut dicermati adalah, Borneo FC lebih banyak menurunkan pemain mudanya di kompetisi pra-musim tersebut. Bahkan, di Piala Presiden, mereka tercatat sebagai klub yang memberikan menit bermain terbanyak kepada pemain U-23. Hal ini tentunya menjadi alasan mengapa pra-musim mereka sedikit berkurang prestasinya ketimbang musim lalu. Namun, dengan disiapkannya pemain muda, tentu kedalaman skuat mereka akan bertambah baik di liga mendatang.
Mewaspadai inkonsistensi dan Lerby-dependency
Meskipun begitu, ada beberapa hal yang harus mereka waspadai. Yang pertama adalah mereka harus menjaga fokus kala menghadapi klub-klub yang lebih kecil atau secara kekuatan lebih lemah. Musim lalu, Borneo FC kerapkali kehilangan poin kala melawan klub-klub yang lebih kecil. Secara mengejutkan, mereka takluk dari Persela Lamongan dan Perseru Serui, dua klub yang berada di jurang degradasi, bahkan Persiba Balikpapan yang di musim lalu menempati peringkat dua terbawah. Kehilangan poin melawan tim seperti Bali United dan Persija Jakarta mungkin dapat diwajarkan. Namun, kalah melawan tim yang lebih kecil tentu menjadi catatan tersendiri.
Yang kedua adalah ketergantungan terhadap Lerby Eliandry. Musim lalu, ia berhasil mencetak 16 gol dari 32 pertandingan yang ia jalani. Catatan 16 golnya ini menjadi 32% dari total gol yang berhasil dicetak Borneo di Liga 1 musim lalu. Hanya Lerby yang berhasil mencatat raihan dua digit gol, sementara di tempat kedua dan ketiga ada Flavio Beck dan Terens Puhiri, yang keduanya sudah tidak berada di skuat saat ini.
Memang, Lerby bermain sebagai penyerang tunggal, namun membebankan tugas mencetak gol hanya kepadanya bisa berakibat buruk bagi tim dalam jangka panjang. Untungnya, saat ini Pesut Etam memiliki pelapis yang dapat diandalkan dalam diri Titus Bonai. Selain itu, dari lini tengah mereka memiliki Lopicic dan Marlon da Silva yang juga rajin mencetak gol.
Alasan ketiga adalah sang pelatih, Iwan Setiawan. Iwan pada dasarnya adalah juru taktik yang cukup gemilang. Ia juga pernah membawa Borneo menjadi juara di Divisi Utama tahun 2014 lalu dan menjadi juara Piala Gubernur Kaltim tahun 2016 lalu. Namun, ia bukanlah figur yang populer di mata suporter. Tak hanya itu, Iwan juga berpotensi untuk menimbulkan masalah dengan mulutnya yang kerapkali lepas kontrol. Hal ini tentunya patut diwaspadai manajemen klub agar tak muncul keretakan dalam tim yang disebabkan oleh pelatih sendiri.
Di Liga 1 2018 nantinya, Borneo FC sepertinya akan menggunakan skema 4-2-3-1, skema yang sudah mereka gunakan di pertandingan pra-musim belakangan ini. Posisi kiper tentunya akan dihuni oleh Muhammad Ridho, yang akan dilapisi oleh kiper muda, Nadeo Argawinata.
Untuk empat bek, posisi bek kiri tentunya akan menjadi milik Abdul Rachman dan bek kanan akan menjadi milik sang kapten, Diego Michiels. Posisi bek tengah akan dihuni dua pemain asing, Al Hadji dan Baimatov. Namun, mengingat Baimatov tengah memperkuat timnas Kyrgryzstan hingga akhir Maret nanti, posisinya akan digantikan sementara oleh bek senior, Leonard Tupamahu.
Dua pivot di tengah akan diisi oleh Faubert dan Dirga Lasut, sementara posisi gelandang serang praktis menjadi milik Lopicic. Tiga poros di tengah ini menjadi kekuatan utama dari tim Borneo, yang akan disokong oleh Marlon di sayap kiri, dan Sultan Samma di sayap kanan. Posisi penyerang tentu saja akan dihuni oleh Lerby.
Prediksi
Dengan kualitas yang dapat dikatakan lebih baik dan matang ketimbang musim lalu, maka Borneo berpotensi untuk finis di posisi 4 sampai 6 klasemen akhir.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket