Tribe Ultah

Andres Escobar, Sang Pria Sejati dan Gol Bunuh Diri yang Mencabut Nyawanya

Bagi kalian, apa arti dari sebuah gol bunuh diri? Mungkin bagi sebagian dari kalian, gol bunuh diri adalah sebuah kesalahan. Sah-sah saja berpikir seperti itu, namun menyebut gol bunuh diri sebagai satu kesalahan murni tampak tidak adil, karena seringkali ketidakberuntungan yang menyebabkan satu pesepak bola menciptakan gol bunuh diri. Tentunya, terkecuali gol bunuh diri yang disengaja.

Dalam sepak bola, gol bunuh diri adalah hal yang lumrah terjadi. Tak peduli dalam kompetisi tingkat apapun, dalam pertandingan antarklub atau tim nasional, gol bunuh diri pernah tercipta. Wajarnya, pemain yang tak beruntung akan tertunduk lesu sembari meminta maaf ke rekan setimnya, sementara suporter, baik yang ada di stadion atau di depan layar kaca sedikit memakinya.

Nasib Andres Escobar berbeda. Tentu, takk pernah terlintas di pikirannya bahwa gol bunuh diri yang ia ciptakan akan benar-benar membunuh dirinya sendiri. Namun sayang, hal itulah yang benar-benar terjadi pada dirinya.

Andres Escobar adalah pemain bertahan tangguh asal Kolombia. Nama belakangnya membuatnya sering dikaitkan dengan gembong narkoba kelas kakap, Pablo Escobar, walaupun sebenarnya mereka tidak punya hubungan darah. Ia lahir di kota Medellin, 13 Maret 1968. Karier sepak bolanya ia habiskan bersama klub yang bermarkas di kota tempat ia lahir, Atletico Nacional, meskipun ia juga sempat berkarier sebentar di Swiss bersama klub BSC Young Boys.

Escobar yang berposisi sebagai bek tengah ini juga merupakan penggawa di timnas Kolombia. Semasa bermain, ia dijuluki sebagai “The Gentleman” atau “Pria Sejati” karena permainannya yang penuh ketenangan serta keeleganan.

Namun, tak hanya aksinya di dalam lapangan saja yang membuatnya pantas mendapat julukan sebagai pria sejati. Di luar lapangan, Escobar adalah pribadi yang rendah hati. Ia memilih menjaga jarak dengan kartel narkoba di saat banyak rekannya yang dekat dengan gembong-gembongnya, termasuk sang Godfather, Pablo. Escobar juga rajin membaca Injil di waktu senggangnya. Ia juga loyal terhadap kekasihnya, Pamela Cascardo, seorang dokter gigi.

Escobar adalah seorang pria sejati, dan ia begitu dicintai oleh tak hanya keluarga dan kerabatnya, namun juga seluruh suporter sepak bola Kolombia. Sayang, ketidakberuntungan benar-benar membawa akhir yang tragis dalam hidupnya.

Di Piala Dunia 1994, timnas Kolombia dijagokan untuk melangkah jauh. Deretan penampilan bagus di babak kualifikasi, pemain-pemain berkualitas seperti Escobar, Carlos Valderrama, serta Faustino Asprilla, serta lawan yang tak begitu berat di fase grup menjadi alasannya. Pele, sang legenda sepak bola dari Brasil bahkan mengatakan bahwa ia akan terkejut apabila Kolombia tak mampu menembus babak semifinal.

Ekspektasi besar kala itu ditanggung oleh skuat asuhan Francisco Maturana. Kesuksesan mereka dibutuhkan oleh Kolombia yang saat itu situasinya tengah panas karena tewasnya Pablo Escobar. Meninggalnya Pablo membuat perang antargeng narkoba kembali memuncak untuk memperebutkan kekuasaan tertinggi. Timnas Kolombia diharapkan mampu memberi kebahagiaan bagi rakyat di sana.

Namun, pertanda buruk sudah terjadi dari pertandingan pertama Los Cafeteros. Mereka takluk di tangan timnas Romania yang diperkuat oleh Maradona dari Carpathia, Gheorghe Hagi. Kekalahan ini memicu kerusuhan di Kolombia. Banyak penjudi yang berasal dari geng narkoba kalah, dan mereka menjadi penyebab utama dari kerusuhan ini. Pemain-pemain mendapatkan ancaman pembunuhan, termasuk sang manajer, Maturana.

Di pertandingan kedua melawan tuan rumah, Amerika Serikat (AS), Kolombia diharapkan untuk membalikkan nasib mereka. Rekor pertandingan mereka melawan AS sebelumnya juga membumbungkan harapan. Namun, memasuki menit 35, petaka terjadi. Umpan silang John Harkes, gelandang sayap AS, tak mampu dihalau dengan sempurna oleh Escobar. Sang bek tak mampu mengontrol bola yang datang dengan deras, dan masuk ke gawangnya sendiri. AS berhasil menambah gol di babak kedua, dan gol Adolfo Valencia di pengujung babak hanya mampu menjadi gol hiburan bagi Kolombia.

Di pertandingan terakhir melawan Swiss, Kolombia akhirnya meraih kemenangan. Namun, tiga poin yang mereka dapatkan tak mampu membawa mereka ke babak selanjutnya. Escobar tentu merasa bahwa ia memiliki andil atas kegagalan negaranya, namun ia tampak enggan untuk larut dalam kesedihan. Ia menulis permintaan maaf di El Tiempo, media cetak lokal di Bogota atas gol bunuh dirinya, namun ia juga meminta negaranya untuk bangkit. Ia menutup tulisannya dengan kalimat, “See you soon, because life doesn’t end here,” kalimat yang kemudian menjadi sebuah ironi.

Escobar kembali ke Medellin usai timnya kembali dari Amerika. Sebenarnya, ia sudah diminta untuk tetap tinggal di AS mengingat situasi kota kelahirannya yang tak kondusif. Namun, sudah menjadi hasratnya untuk kembali pulang, satu keputusan yang berakhir tragis.

Tanggal 1 Juli 1994, Escobar tengah berkumpul bersama teman-temannya di satu bar di Medellin. Setelah itu, mereka kembali pindah ke El Indio, satu klub malam di daerah yang sama. Esok subuhnya, Escobar terlibat perseteruan kecil dengan beberapa orang di tempat parkir, yang menyebutnya bahwa kegagalan Kolombia di Piala Dunia adalah kesalahannya.

Perseteruan itu meningkat tensinya dengan cepat, dan tiba-tiba dua orang mengeluarkan pistol dan menembak Escobar sebanyak enam kali. Tiap tembakan, sang penembak berteriak “Gol!”. Escobar sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak bisa diselamatkan.

Beberapa hari kemudian, Humberto Castro Munoz, seorang supir dan bodyguard dari gembong narkoba Kolombia, Peter David Gallon dan Juan Santiago Gallon, diringkus polisi dan ditetapkan sebagai tersangka utama. Meskipun begitu, banyak versi dari alasan mengapa Escobar dibunuh. Namun sayangnya, semua alasannya berkutat di satu permasalahan yang sama, perjudian.

Di pemakamannya, lebih dari 120 ribu orang datang dan mengantar kepergiannya. Kematiannya mencoreng nama Kolombia di publik internasional, dan beberapa pemain timnas pensiun untuk menghindari hal serupa.

Gol bunuh diri Escobar bisa menimpa semua pesepak bola lainnya, namun takdir berkata lain baginya. Gol bunuh dirinya benar-benar merenggut nyawanya. Saat ini, usia Escobar akan menginjak 51 tahun, namun, hanya kenangan tentangnya yang tetap hidup bagi publik Kolombia.

Rest in peace, The Gentleman!

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket