Datangnya bulan Maret menjadi sebuah pertanda bahwa sejumlah kompetisi sepak bola akan digulirkan kembali di beberapa negara Asia, sebuah pengecualian tentu harus dialamatkan kepada Liga 1 Indonesia yang masih penuh tanda tanya.
Teruntuk liga-liga di kawasan Asia Timur, Liga Super Cina menjadi kompetisi terakhir yang bakal segera menyusul kompatriot mereka seperti Liga Primer Hong Kong, J.League 1 Jepang, dan K-League 1 Korea Selatan yang sudah bergulir terlebih dahulu.
16 klub di Liga Super Cina akan baku hantam guna menahbiskan status sebagai yang terbaik di Negeri Tirai Bambu mulai akhir pekan ini.
Layaknya liga-liga di negara lain, masa jeda di Liga Super Cina juga diramaikan oleh proses bursa transfer pemain. Sejumlah nama, baik lokal maupun asing, memilih bertahan di klub lamanya sementara yang lain menetapkan diri untuk hijrah menuju tim anyarnya.
Seperti musim-musim sebelumnya pula, kompetisi yang dirilis pertama kali pada tahun 2004 (menggantikan Liga Jia-A), akan kembali diramaikan oleh sejumlah bintang beken.
Nama-nama lawas macam Hulk, Ezequiel Lavezzi, Obafemi Martins, Oscar, Alexandre Pato, Graziano Pelle, dan Ramires masih menghiasi Liga Super Cina. Akan tetapi, mereka bakal mendapat pesaing baru dalam diri megabintang anyar yang lain seperti Cedric Bakambu, Yannick Carrasco, Javier Mascherano, dan Jonathan Viera.
Per musim ini, ketiga nama yang disebut belakangan memutuskan untuk mengepulkan pundi-pundi uang di negara dengan jumlah penduduk terbanyak sedunia tersebut.
Menghentikan dominasi Guangzhou Evergrande Taobao
Tiap kali membahas Liga Super Cina, maka sulit bagi penikmat sepak bola untuk memalingkan pandangannya kepada Guangzhou Evergrande Taobao. Pasalnya, tim yang berdiri sebagai klub profesional per 8 Januari 1993 itu adalah penguasa mutlak.
Secara luar biasa, klub yang berkandang di Stadion Tianhe ini menjuarai Liga Super Cina selama tujuh musim berturut-turut (2011-2017). Dominasi mereka begitu mirip dengan apa yang dilakukan Juventus di Serie A Italia akhir-akhir ini maupun Olympique Lyon di Ligue 1 Prancis medio 2000-an silam.
Kesebelasan-kesebelasan lain yang menghuni Liga Super Cina dan dianggap tangguh semisal Beijing Sinobo Guoan, Jiangsu Suning, Shanghai SIPG, serta Shanghai Greenland Shenhua belum ada yang mampu mendobrak kedigdayaan tak tahu adat Evergrande.
Usaha-usaha mereka selama ini hanya membuahkan status runner up Liga Super Cina kendati rajin melakukan pembenahan, termasuk mendatangkan para pesepak bola kelas wahid seperti yang gemar dilakukan oleh Southern China Tigers, julukan Evergrande.
Harus diakui bila Evergrande adalah klub yang sangat kuat, tapi melihat mereka terus menerus jadi kampiun di Negeri Tirai Bambu jelas sesuatu yang menjemukan bagi para rival dan juga suporternya.
Maka dari itu, misi utama yang diusung oleh para pesaing Evergrande di Liga Super Cina musim ini pastilah sama seperti musim-musim yang telah lalu. Berjuang mati-matian di 30 pertandingan guna memutus dominasi klub yang sekarang dibesut oleh Fabio Cannavaro tersebut.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional