Cerita

Patrick Deyto yang Kembali Jadi Mimpi Buruk Indonesia

Dia bukan pemain baru di sepak bola Asia Tenggara. Usianya sudah 28 tahun, tapi kiper kelahiran Manila ini baru dikenal publik Indonesia empat tahun yang lalu di Piala AFF 2014. Saat itu, Deyto beserta rekan-rekan senegaranya berhasil mempermalukan tim Garuda dengan skor 4-0, dan semalam negara kita tercinta kembali harus mengakui ketangkasan Deyto, berkat performa apiknya lawan Bali United.

Patrick Deyto sebenarnya turun di laga kedua Piala AFC 2018 ini dengan perasaan campur aduk. Gajinya dan seluruh rekan setimnya di Global Cebu FC ditunggak oleh klub, tapi mereka dipenuhi tekanan untuk menang di pertandingan ini demi menjaga peluang lolos ke fase gugur. Sebab, di partai pertama mereka takluk 0-1 di kandang FLC Thanh Hóa, wakil Vietnam.

Situasi ini sangat jauh berbeda dengan tahun 2014. Saat itu, Filipina menyambut pertandingan lawan Indonesia dengan optimisme tinggi, setelah menang besar 4-1 atas Laos di laga pembuka Grup A yang dihelat di Vietnam. Patrick Deyto sendiri saat itu dimainkan karena mendapat berkah dari Neil Etheridge dan Roland Muller yang berhalangan tampil.

Kembali ke Piala AFC, walaupun harus merumput dengan hak yang belum dipenuhi klub, Deyto tetap menunjukkan profesionalitasnya. Ia tetap berjibaku mengawal gawangnya dari serbuan pemain Bali United, meskipun ia tahu gajinya belum tentu akan dilunasi klub dalam waktu dekat, dan meskipun bek-bek di depannya kerap teledor dalam menjaga garis pertahanan.

Di awal babak pertama satu peluang emas Bali United berhasil ia gagalkan. Stefano Lilipaly yang lolos dari kawalan melakukan tendangan chip, tapi Deyto yang dengan cermat menjaga jarak dengan lawannya itu, berhasil menangkap bola dengan mudah.

Ketangguhannya kemudian berlanjut di babak kedua, dan lagi-lagi Lilipaly yang harus merasakan apesnya berhadapan langsung dengan Deyto. Peluang emas (bahkan jauh lebih berkilau dari peluang pertama) yang didapatnya setelah lolos dari perangkap offside dan berhadapan satu lawan satu, kembali dapat digagalkan Deyto.

Semakin frustrasi Lilipaly malam itu, dan semakin bergairah Deyto. Berteriak-teriak ia menyemangati rekan-rekannya yang mulai kehilangan fokus, terutama para penggawa lini belakang yang terlihat kurang tenang dalam bertugas. Namun, tak lama setelah aksi gemilangnya itu, Global Cebu mendapat dua mimpi buruk sekaligus.

Pertama, gol Ilija Spasojević yang menyamakan kedudukan. Kedua, penalti yang didapat Bali United, dan momen ini bisa saja membuat penampilannya menjadi antiklimaks saat itu. Setelah wasit menunjuk titik putih, seketika Global Cebu langsung berada di ujung jurang kekalahan. Apalagi yang dihadapi Deytpo saat itu adalah Spaso, yang di lapangan berlumpur pun ia sanggup mengeksekusi penalti dengan sempurna.

Pertarungan antara Deyto dan Spaso ini sangat menarik. Kedua pemain sama-sama memiliki peluang yang sama besar antara menelan kegagalan atau menjadi pahlawan. Deyto, akan menjadi pesakitan bila ia gagal mengahalau penalti dan timnya kalah, tapi akan jadi pahlawan jika sanggup menepisnya. Kemudian Spaso, akan menjadi pahlawan jika ia mencetak gol keduanya dari momen itu, tapi bisa jadi biang gagalnya kemenangan jika penaltinya tidak masuk.

Apa yang terjadi kemudian? Patrick Deyto bergerak ke kanan, searah dengan laju bola yang ditendang Spaso. Gagal penalti Bali United, selamatlah gawang Global Cebu, Tertunduk lesu Spaso dan kawan-kawanya, tersenyum lebar Deyto dan rekan-rekannya.

Luar biasa! Tercatat ada empat penyelamatan gemilang yang dilakukan Deyto malam itu, meneruskan kiprah gemilangnya saat melakukan sembilan penyelamatan kala berjumpa FLC Thanh Hóa di pertandingan pertama. Sebuah totalitas, dari seorang pemain yang bersama rekan-rekannya sempat mengancam mogok main sebelum hak-haknya dilunasi klub.

Patrick Deyto, catat namanya, dan masukkan ke dalam daftar mimpi buruk sepak bola Indonesia di laga internasional. Bersanding dengan Teerasil Dangda, Ong Kim Swee, Lionel Lewis, Lê Công Vinh, Safee Sali, dan Baddrol Bakhtiar.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.