Cerita

Global Cebu FC: Dari Rel Kereta Api Sampai Menembus Piala AFC

Laga kedua Piala AFC di Grup G akan digelar pada Selasa (27/2), dan Bali United yang menjadi perwakilan Indonesia di grup ini, akan bertandang ke markas klub Filipina, Global Cebu FC. Seberapa besar ancaman yang bisa diberikan klub runner-up Liga Filipina 2017 itu?

Jika tolok ukurnya adalah musim ini, kekuatan Global Cebu masih banyak menyimpan misteri. Liga Filipina 2018 baru akan dimulai pada 3 Maret nanti, sehingga laga resmi yang dilakoni Global Cebu baru satu sejauh ini, yaitu partai pertama penyisihan grup Piala AFC 2018 kontra FLC Thanh Hóa.

Global Cebu memang kalah 0-1 di kandang lawan saat itu, tapi secara permainan, tim asuhan Marjo Allado ini memberikan perlawanan yang alot bagi Thanh Hóa. Meskipun tuan rumah memenangi 62% penguasaan bola, mereka sangat kesulitan menembus rapatnya pertahanan Global Cebu.

Kredit tersendiri layak diberikan pada Patrick Deyto, kiper sekaligus kapten Global Cebu yang mengantongi 16 caps di timnas Filipina. Ketenangannya dalam menghalau serangan lawan dan koordinasi yang baik dengan empat bek di depannya, membuat Thanh Hóa harus menunggu sampai menit ke-74 untuk mencetak gol. Tercatat ada 9 penyelamatan yang dilakukan Deyto saat itu.

Selain Deyto, pemain lainnya yang harus diwaspadai Bali United adalah barisan gelandang muda Global Cebu. Dari empat pemain di lini tengah yang diturunkan saat melawan Thanh Hóa, tak ada satupun yang berusia lebih dari 24 tahun. Termuda adalah Dominic del Rosario di sayap kiri (21 tahun), kemudian disusul Daniel Gadia (gelandang tengah, 22 tahun), Paolo Bugas (gelandang tengah, 23 tahun), dan sayap kanan Curt Dizon (24 tahun).

Dari keempatnya, yang paling menonjol adalah Curt Dizon. Pemain yang baru didatangkan dari FC Meralco Manila ini tidak hanya agresif dalam menyerang, tapi juga bagus saat bertahan. Keunggulan lainnya, Dizon tidak boros dalam menggunakan kecepatannya.

Pemain blasteran Inggris-Filipina ini musim lalu mencuat bersama Meralco Manila di final series Liga Filipina, dengan mencetak gol di semifinal leg kedua kala berjumpa Global Cebu, dan di perebutan tempat ketiga mengukir brace yang membawa Meralco Manila menang 3-1 atas Kaya FC-Makati.

Veteran di lini depan, rawan di pertahanan

Marjo Allado merupakan penganut setia 4-4-2, dan itu ia terapkan dengan sangat baik di Global Cebu saat ini. Namun yang sedikit menjadi ganjalan bagi mereka adalah, usia dua ujung tombak yang tak lagi muda. Rufo Sánchez berusia 31 tahun, sedangkan Darryl Roberts yang menjadi tandemnya berusia 34 tahun.

Meski demikian, daya ledak dua penyerang gaek ini tak bisa dipandang remeh. Musim lalu Rufo yang merupakan pemain kelahiran Madrid menjadi top skor klub dengan 9 gol, termasuk satu hat-trick yang dicetaknya saat Global Cebu menang 4-3 dari Stallion Laguna. Sementara itu Darryl Roberts yang baru bergabung pada Februari 2017 mengoleksi 4 gol dari 6 laga di Liga Filipina, salah satunya adalah gol di final melawan Ceres-Negros.

Kemudian secara postur, dua pemain ini juga termasuk penyerang yang jago duel udara. Rufo bertinggi badan 182 sentimeter, dan Darryl 3 sentimeter lebih tinggi. Artinya, umpan silang Global Cebu bisa jadi ancaman tersendiri bagi Bali United, dan Wawan Hendrawan harus lebih cermat dalam memotong umpan silang. Jangan sampai gol Tampines Rovers di babak play-off terulang kembali kali ini.

Sementara itu di lini belakang, titik lemah Global Cebu yang paling terlihat saat kalah dari Thanh Hóa adalah kegagalan para pemain menerapkan jebakan offside. Global Cebu berulang kali coba mengatasi kecepatan para pemain Thanh Hóa dengan strategi itu, tapi tidak kompaknya para bek mereka membuat pemain lawan kerap lolos dari kawalan. Namun beruntung bagi Global Cebu, masih ada sang kiper Patrick Deyto yang jadi nyawa kedua.

Berawal dari kereta api

Beralih ke fakta unik di luar lapangan, Global Cebu juga termasuk klub baru yang mengalami perkembangan pesat. Klub ini baru dibentuk pada tahun 2000 oleh beberapa karyawan di Tacloban dengan nama Laos FC, lalu 9 tahun berselang mereka bergabung ke United Football League (UFL), kasta tertinggi Liga Filipina saat itu.

Uniknya, keberhasilan Laos FC menembus UFL saat itu didapat setelah mereka mengontrak para pemain dari sebuah perusahaan rel kereta api, Autre Porte Technique Global. Dan Palami yang merupakan bos perusahaan tersebut kemudian didapuk sebagai presiden pertama klub, dan sejak saat itu nama klub pun berubah jadi Global FC, lalu menjadi Global Cebu FC pada 2017.

Musim ini adalah kali ketiga keikutsertaan Global Cebu di Piala AFC. Di partisipasi pertama tahun 2015, mereka babak belur dan menempati peringkat ketiga di grup yang dihuni South China, Pahang FA, dan Yadanarbon. Kemudian musim lalu yang merupakan kali kedua Global Cebu lolos ke ajang ini, mereka memuncaki klasemen grup yang dihuni Johor Darul Ta’zim, Boeung Ket Angkor, dan Magwe.

Akan tetapi di semifinal zona Asia Tenggara, Global Cebu disingkirkan Home United dengan agregat 5-4. Setelah imbang 2-2 di Manila, mereka takluk di Singapura dengan skor 3-2, lewat dua gol dramatis yang dicetak Home United di menit ke-89 dan 90+4.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.