Di era 1990-an, ekspansi pemain-pemain Asia di sejumlah kompetisi sepak bola top Eropa semakin terasa. Tribes pasti takkan lupa kepada trio Iran (Khodadad Azizi-Ali Daei-Mehdi Mahdavikia) dan duo Jepang (Kazuyoshi Miura-Hidetoshi Nakata).
Para pemain asal Iran mengadu nasib mereka di ajang Bundesliga Jerman, sementara penggawa dari Jepang mencicipi atmosfer Serie A Italia. Sayangnya, kecuali Nakata, prestasi mereka bisa dibilang kurang begitu mengilap.
Meski begitu, kehadiran nama-nama di atas Eropa dirasa begitu krusial dalam ‘memperkenalkan kembali’ kehebatan pemain-pemain asal Asia di kancah sepak bola Eropa. Wajib diakui pula bahwa mereka punya andil atas ketertarikan masif tim-tim Benua Biru kepada para pemain Asia di era 2000-an.
Salah satu figur yang pasti terlintas di kepala penggemar sepak bola, tentulah gelandang asal Korea Selatan, Park Ji-sung. Usai tampil memukau bareng tim asal Jepang, Kyoto Purple Sanga, pria kelahiran Goheung itu dicomot oleh PSV Eindhoven di musim panas 2003.
Keputusan PSV untuk mengamankan jasa Park disebabkan oleh permintaan khusus sang hoofdtrainer, Guus Hiddink. Walau sempat mengundang tanya, tapi pilihan Hiddink yang memang sudah mengenal Park ketika mengasuh tim nasional Korea Selatan dalam kurun 2001 sampai 2002, sama sekali tidak salah.
Kendati sempat diganggu cedera, Park berhasil membuktikan kapasitasnya di hadapan suporter setia De Boeren. Di bawah arahan Hiddink, Park sanggup menjadi senjata anyar PSV guna menggondol trofi demi trofi. Cuma dalam tempo dua musim, ia sukses membantu klub yang bermarkas di Stadion Philips itu beroleh sepasang gelar Eredivisie dan masing-masing satu titel Piala KNVB serta Johan Cruyff Shield.
Penampilan apik selama mengenakan kostum PSV membuatnya jadi idola baru di Negeri Kincir Angin. Pendukung De Boeren bahkan menciptakan sebuah lagu khusus dengan judul “Song for Park” sebagai bukti rasa cinta mereka kepada lelaki berpostur 175 sentimeter ini.
Putaran roda nasib Park yang berkilauan di PSV membuat raksasa asal Inggris, Manchester United, terpikat. Manajemen United pun rela merogoh kocek sebesar 4 juta paun pada musim panas 2005 demi mendaratkan Park ke Stadion Old Trafford.
Bergabung dengan salah satu klub terbaik di dunia yang dikomandoi oleh Sir Alex Ferguson membuat Park bermetamorfosis sebagai salah satu gelandang terbaik di muka Bumi. Berlebihan? Sungguh tidak!
Bareng sosok semisal Michael Carrick, Ryan Giggs, Paul Scholes dan Cristiano Ronaldo, Park membentuk kombinasi superior di lini tengah. Setiap kali mereka turun berlaga, ada kengerian yang membuat tim lawan jeri untuk melawan United.
Jangan heran bila di periode itu, The Red Devils terus memanen trofi. Baik di kancah domestik seperti Liga Primer Inggris, Piala Liga, dan Community Shield, hingga trofi regional serta internasional macam Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub.
Sial buat Park, meski ia beroleh segudang prestasi bersama United, kesempatan bermainnya seringkali terdistraksi oleh cedera yang datang silih berganti. Andai hal itu jarang terjadi, mungkin jumlah penampilan Park akan lebih dari 204 laga.
Setelah tujuh musim memperkuat United, Park memutuskan untuk angkat koper dari Stadion Old Trafford jelang bergulirnya musim 2012/2013 guna merapat ke tim asal Inggris lainnya, Queens Park Rangers (QPR). Di sana, ia menerima kontrak buat dua musim.
Walau dianggap sebagai pemain penting, Park gagal menjawab harapan publik Stadion Loftus Road secara paripurna. Pasalnya, selama memperkuat The Hoops, ia justru kerap dirundung cedera. Alhasil, di pengujung musim QPR harus ikhlas terdegradasi dari Liga Primer Inggris.
Tak lagi bertanding di kasta teratas membuat manajemen QPR meminjamkan Park ke klub perdananya di Eropa, PSV, di musim 2013/2014. Walau cukup sering tampil, Park gagal mengantar De Boeren bertakhta kembali di Negeri Kincir Angin.
Bersamaan dengan selesainya masa peminjaman Park di PSV serta kontraknya yang kedaluwarsa bareng QPR, pemain yang memiliki 100 caps dan 13 gol untuk timnas Korea Selatan itu membulatkan tekad untuk pensiun dari kancah sepak bola. Gangguan senantiasa mendera lututnya, disebut Park menjadi alasan utamanya buat mengakhiri karier.
Pasca-gantung sepatu, Park dilantik oleh United sebagai salah satu global ambassador mereka bersama figur legendaris lain, Sir Bobby Charlton, Andy Cole, Ferguson, Denis Law, dan Bryan Robson, yang berjasa besar membuat nama The Red Devils melambung ke angkasa.
Mengacu pada kariernya yang gilang gemilang di kancah sepak bola, pantas rasanya jika masyarakat di Benua Kuning mengucapkan terimakasih kepada Park.
Alasannya sederhana saja, dialah manusia pertama asal Asia yang berhasil mengukir prestasi fantastis dalam persepak bolaan Eropa, baik saat merumput di Belanda ataupun Inggris.
Layaknya Azizi-Daei-Mahdavikia dan Miura-Nakata, aksi-aksi Park membuat banyak kesebelasan dari Benua Biru tak ragu lagi untuk mencari bakat-bakat hebat asal Asia. Tak perlu kaget bila sekarang, ada begitu banyak pemain dari Benua Kuning yang menjadi pilar di sejumlah klub ternama Eropa.
Terima kasih, Park Ji-sung!
Saengil chukhahaeyo, orae haengbokhage, geonganghage sasigo!
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional