Terkadang, seorang pesepak bola yang sebenarnya berpotensi menjadi pemain kelas dunia harus melupakan mimpinya akibat cedera. Ini terjadi juga pada pemain Kroasia kelahiran Brasil, Eduardo da Silva.
Eduardo beralih kewarganegaraan menjadi warga Kroasia pada tahun 2002, buah dari kecintaannya terhadap negara tempatnya bernaung sejak usia 16 tahun. Ia lalu menjalani debut internasional untuk tim senior Kroasia pada bulan November 2004, ketika usianya masih 21 tahun.
Baktinya untuk negara pecahan Yugoslavia tersebut ternyata sangat besar. Ia dipercaya pelatih Slaven Bilić untuk Piala Eropa 2012 dan Niko Kovač untuk Piala Dunia 2014. Seharusnya, Eduardo bisa tampil di lebih banyak turnamen penting. Sayang, fisiknya selalu dihantam cedera.
Cedera berat pertama yang menghambatnya menjadi pemain kelas dunia dideritanya ketika memperkuat Arsenal melawan Birmingham City, pada bulan Februari 2008. Padahal, pemain kelahiran Rio de Janeiro ini belum enam bulan pindah ke Liga Inggris. Cedera patah tulang fibula membuatnya menepi selama satu tahun. Sampai sekarang, beberapa pendukung Arsenal meyakini bahwa cedera Eduardo merupakan salah satu penyebab gagalnya mereka menjuarai Liga Primer Inggris 2007/2008.
Penampilan Eduardo sebelum cedera memang luar biasa. Ia mencetak 12 gol di semua ajang sebelum cedera menghantamnya. Tahun debutnya di Arsenal itu didahului musim terbaik sepanjang kariernya di klub Kroasia, Dinamo Zagreb. Bayangkan, ia mencetak 47 gol dalam 47 pertandingan di semua ajang pada musim 2006/2007!
Sejak cedera pada awal tahun 2008 itu, penampilan Eduardo tak pernah sama lagi. Ia tak memenangi satu pun gelar bersama Arsenal, dan sampai sekarang, penggemar The Gunners mana pun akan memimpikan dunia alternatif di mana pemain kelahiran 25 Februari ini memenangkan Ballon d’Or sebagai pemain terbaik dunia.
Dengan jumlah total 29 gol dalam sepuluh tahun yang dicetaknya untuk tim nasional Kroasia, Eduardo menyamai catatan Mario Mandžukić sebagai pemain paling produktif di timnas Kroasia, di bawah Davor Šuker yang mengoleksi 45 gol. Satu dekade dahsyatnya bersama tim Hrvatska memang tak lagi diimbangi dengan penampilan di liga top Eropa. Arsenal adalah satu-satunya pengalaman Eduardo bermain di liga top dunia.
Meski demikian, bukan berarti ia tak pernah merasakan gelar juara liga domestik. Selain hat-trick gelar juara Liga Kroasia yang pernah dimenanginya bersama Dinamo Zagreb, Eduardo berjaya setelah hijrah dari Arsenal. Shakhtar Donetsk yang dibelanya setelah itu, dibawanya merajai Liga Ukraina. Tak tanggung-tanggung, selama empat tahun pemain berpostur 178 sentimeter ini bermain di Ukraina, Shakhtar menggondol empat trofi juara Liga Primer Ukraina.
Yang mengharukan, pemain ini sempat kembali ke Stadion Emirates pada bulan Oktober 2010 ketika Shakhtar bertemu Arsenal di penyisihan grup Liga Champions Eropa. Pada saat Eduardo masuk sebagai pemain pengganti, ia mendapat tepuk tangan meriah dari pendukung Arsenal. Ia lalu mencetak gol hiburan akhir bagi Shakhtar yang dibantai dengan skor 1-5 pada pertandingan tersebut. Pada laga kedua yang berlangsung di Donetsk, Eduardo mencetak gol penentu kemenangan 2-1 atas Arsenal dan menolak untuk merayakan golnya demi menunjukkan rasa hormat kepada mantan klubnya itu.
Kini dalam usia yang menginjak 35 tahun, Eduardo masih aktif bermain di Liga Polandia bersama Legia Warsawa. Sampai kapan pun ia akan dikenang sebagai bagian dari skuat Arsenal dan timnas Kroasia, meski tak pernah mencapai potensi penuhnya sebagai talenta papan atas dunia.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.