Suara Pembaca

Al-Hilal dan Ketidakberuntungan Nasib yang Menyerupai Juventus

Dalam suatu kesebelasan tim sepak bola, terdapat faktor keberuntungan yang menaungi suatu tim apabila berupaya meraih gelar juara di kompetisi tertentu. Kebalikannya, ada juga beberapa tim yang tidak dinaungi keberuntungan, alhasil gagal meraih gelar di kompetisi tersebut.

Contoh paling nyata tim yang tidak dinaungi keberuntungan adalah Juventus. Tim asal Turin tersebut digdaya apabila bermain di kompetisi lokal, Serie A. Namun, kalau melihat kiprah mereka di Liga Champions Eropa (terutama di partai final), mereka bisa dibilang tim paling ‘sial’ di antara tim-tim Eropa lainnya.

Hingga saat ini, Juventus baru mampu memenangkan 2 gelar Liga Champions Eropa (1985 dan 1996), dan menyandang status sebagai runner-up sebanyak 7 kali. Catatan ini menyematkan Juventus sebagai tim yang paling sering mengalami kekalahan di partai final di Liga Champions Eropa.

Nasib serupa nyatanya dialami sebuah kesebelasan di Asia Barat, Al-Hilal FC. Bagaimana tidak? Klub yang berpusat di ibukota Arab Saudi, Riyadh tersebut, begitu digdaya di kompetisi lokal, Saudi Professional League dengan status sebagai kampiun sebanyak 14 kali, terbanyak di antara klub Arab Saudi lainnya.

Namun, Al-Hilal tidak dinaungi keberuntungan apabila bermain di kasta tertinggi kompetisi di jajaran klub Asia, Liga Champions Asia (utamanya di partai final). Al Hilal hingga saat ini baru memenangkan 2 kali gelar Liga Champions Asia di tahun 1991 dan 2000, itupun formatnya kala itu masih bernama Asian Club Championsip, sebelum berubah menjadi AFC Champions League.

Dan, Al-Hilal mendapati kenyataan menjadi runnerup sebanyak 4 kali (1986, 1987, 2014, dan 2017) terbanyak dalam sejarah Asian Club Championsip atau AFC Champions League.

Pada Asian Club Championship tahun 1986, Al-Hilal memainkan partai final perdananya di ajang tersebut sepanjang sejarahnya. Pada akhirnya, Al-Hilal takluk dengan skor 3-4 di tangan klub Jepang, Furukawa Electric FC (saat ini namanya JEF United). Di tahun selanjutnya, tahun 1987, Al-Hilal bermain di final keduanya secara beruntun di ajang Asian Club Championship. Namun, di tahun tersebut, Al-Hilal kalah WO (walk-out) dari klub Jepang, Yomiuri FC (saat ini namanya Tokyo Verdy) karena sembilan pemain inti Al-Hilal diprioritaskan mengikuti pemusatan latihan tim nasional Arab Saudi saat itu.

Pada tahun 2014, Al-Hilal kembali merasakan partai finalnya di ajang Liga Champions Asia  yang ke-5 kalinya setelah 14 tahun absen di kala mereka juara tahun 2000. Saat itu, Al-Hilal bertemu tim debutan di partai finalnya, yaitu Western Sydney Wanderers dalam laga yang dilaksanakan dengan sistem kandang-tandang.

Namun, ketidakberuntungan masih menghinggapi Al-Hilal. Saat itu, Al-Hilal kalah dengan agregat 1-0 oleh Wanderers. Yang lebih menyakitkan lagi, Al-Hilal harus rela melihat Wanderers mengangkat gelar juara Liga Champions Asia di kandang Al Hilal, King Fahd International Stadium, stadion yang juga jadi markas utama timnas Arab Saudi.

3 tahun berselang, tepatnya pada tahun 2017, Al-Hilal kembali menatap laga final di Liga Champions Asia. Menatap laga final dengan optimis, lawan yang dihadapi adalah klub dari Jepang, Urawa Reds. Lagi, lagi, dan lagi, Al Hilal nampaknya harus menerima kenyataan pahit selalu sial di partai final. Mereka harus takluk dengan agregat 2-1 dari Urawa Reds.

Begitulah fragmen kesialan Al Hilal, tim terbesar di Arab Saudi yang seperti Juventus dari Italia, memiliki rasio kegagalan paling sering di partai puncak Liga Champions di masing-masing benua dengan nasib sial mereka masing-masing.

Author: Rizki Aji Nugroho
Penulis merupakan penyuka dunia sepak bola Indonesia dan luar Indonesia