Turun Minum Serba-Serbi

Jika Vicky Prasetyo Jadi Komentator Sepak Bola…

Kemarin siang (21/2) publik sepak bola dalam negeri sempat dihebohkan dengan foto Vicky Prasetyo bersama Darius Sinathrya dan Donna Agnesia di ruangan komentator Piala Dunia 2018. Sontak tanggapan seragam pun terlontar dari para warganet: Apakah Vicky Prasetyo akan menjadi pembawa acara atau komentator bahasa Indonesia di Piala Dunia 2018?

Tak berselang lama Donna Agnesia kemudian mengklarifikasi bahwa Vicky hanya datang untuk mengisi salah satu segmen di program Road to Final. Meski demikian, kehadiran Vicky yang terkenal dengan kata-kata berakhiran “isasi”-nya itu membuat beberapa warganet penasaran, bagaimana jadinya jika dia jadi komentator sepak bola? Apakah dapat menyaingi kehebohan Valentino “Jebret” Simanjuntak?

Nah, berkaitan dengan hal itu, berikut ini Football Tribe Indonesia memprediksi beberapa kata-kata atau kalimat ciptaan Vicky Prasetyo yang mungkin bisa ia gunakan saat memandu jalannya laga:

Tendangan ultrafeng

Istilah ini lahir di acara pernikahan Vicky dengan Angel Lelga. Saat itu Vicky mengatakan “sinaran ultrafeng” sambil menunjuk langit. Mungkin, yang dimaksud “ultrafeng” oleh Vicky adalah matahari (sinar ultraviolet atau sina UV), jadi bila di sepak bola ada tendangan yang jauh melayang tinggi seperti penalti Sergio Ramos di semifinal Liga Champions 2011/2012 lawan Bayern München misalnya, mungkin bisa disebut sebagai tendangan ultrafeng.

Bayangan Conjuring

Masih dari acara pernikahan Vicky Prasetyo dengan Angel Lelga, terucap istilah kocak lainnya yaitu “bayangan Conjuring”. Jika digunakan saat menjadi komentator sepak bola, “bayangan Conjuring” dapat merujuk pada bek yang mengawal ketat penyerang lawan. Bahkan saking ketatnya penjagaan itu, sang penyerang sampai dibuatnya terpaku dan mati kutu seperti para penonton film The Conjuring.

Kontroversi hati

Mungkin yang dimaksud Vicky dalam istilah ini adalah galau. Kebetulan di sepak bola saat ini banyak dijumpai orang-orang galau, seperti Riyad Mahrez yang belum menentukan ke mana akan hengkang, Jennifer Bachdim jika Kim Kurniawan dan Irfan Bachdim bertemu di pertandingan, atau PT. LIB yang tak kunjung menentukan tanggal dimulainya Liga 1. Sebuah kontroversi hati yang tidak terharmonisasi (?).

Hiburanisasi

Simpel saja, dengan kata dasar hiburan yang dibubuhi akhiran -isasi, istilah ini bisa dipakai di pertandingan yang sangat seru atau menyajikan skor besar. Laga-laga Bayern München di Bundesliga atau Paris Saint-Germain (PSG) di Ligue 1 misalnya. Kemudian mengomentari permainan Marko Simic yang identik dengan banyak gol selama Piala Presiden 2018, atau menanggapi gol bunuh diri ala karambol dari Andrea Ranocchia.

Twain

Kembali ke pernikahan Vicky Prasetyo dan Angel Lelga, saat itu Vicky mengatakan ingin memiliki anak “twain”. Ia menjelaskan jika “twin” berarti kembar dua, maka “twain” berarti kembar tiga tapi yang satu lahir belakangan. Di sepak bola, istilah tersebut bisa digunakan untuk menyebut trio pemain yang tidak dibentuk dalam satu musim, seperti trio Belanda di AC Milan, dan trio ABG (Aliyudin-Bambang-Greg) di Persija Jakarta.

Mempersuram labil ekonomi

Berbelanja besar di bursa transfer tapi tidak mendatangkan prestasi berarti mempersuram labil ekonomi, jika merujuk pada istilah ciptaan Vicky. Contoh terbaru di sepak bola dari istilah ini adalah AC Milan dan Everton. Selain keduanya, masih ada cukup banyak klub dengan nasib serupa, seperti Málaga, Anzhi Makhachkala, Manchester United versi Louis van Gaal, dan beberapa klub Liga Super Cina.

Reboisasi hati

Hati yang berbunga-bunga, lega, atau gembira, mungkin adalah arti dari istilah yang satu ini. Jika nantinya Vicky hendak menggunakan istilah saktinya ini, mungkin akan cocok dalam beberapa situasi comeback seperti Liverpool di final Liga Champions 2005, Arema FC saat menjamu PSM Makassar musim lalu, atau bisa juga di pertandingan dramatis seperti Manchester United yang juara Liga Champions 1999.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.