Nasional Bola

Komentator seperti Valentino Simanjutak: Apakah Hanya di Indonesia?

Akhir-akhir ini, Valentino Simanjuntak menjadi buah bibir akibat gaya komentar sepak bolanya yang eksentrik. Sudah tak terhitung banyaknya frasa ajaib yang dilahirkan sang komentator. Apakah gaya komentar cenderung lebay milik Valentino hanya ada di Indonesia?

“Peluang 24 karat”, “umpan LDR”, “passing manja”, “passing cuek” adalah sebagian dari frasa khas yang dipopulerkan Valentino. Ini merupakan buah kreativitas dari komentator yang beberapa tahun sebelumnya sudah memopulerkan kata “jebret” setiap kali pemain di layar terlihat melakukan tembakan ke arah gawang.

Bagi sebagian orang, yang dilakukan Valentino dianggap menyebalkan dan tak ubahnya ocehan-ocehan absurd Vicki Prasetyo.  Selebriti dadakan ini beberapa tahun lalu sempat menjadi viral berkat kalimat-kalimat tak bermakna yang diucapkannya seolah-olah kosakata ilmiah. Namun, bagi sebagian besar penonton, ciri khas Valentino ini dianggap lucu.

Bukan hanya Valentino ‘Jebret’, seorang komentator lain bernama Hadi Gunawan terkenal dengan jeritan ‘ahay’-nya yang sering diteriakkan meskipun tayangan sepak bola yang dikomentarinya sebenarnya berlangsung membosankan. Tak ingin kalah dengan rekannya itu, Bung Ahay pun memopulerkan berbagai frasa miliknya sendiri, dari “peluang emas bertabur intan permata” sampai “serangan gencar tujuh hari tujuh malam.”

Baca juga: Problematika Komentator Sepak Bola di Indonesia

Perlu diakui memang, celotehan para komentator sudah menjadi bumbu tersendiri bagi tayangan sepak bola. Penggemar Liga Primer Inggris misalnya, pasti merasa tayangan kompetisi Inggris tersebut akan hambar tanpa ocehan-ocehan Martin Tyler, Jon Champion, atau Andy Gray. Namun, apakah mereka juga mencetuskan kalimat-kalimat lebay dalam bahasa Inggris?

Jawabannya mungkin akan kembali ke kemampuan kita masing-masing dalam menyerap bahasa Inggris. Namun, menurut artikel Simon Lazarus dalam situsweb The Sportster, para komentator yang menurut telinga penonton Indonesia terdengar elegan dan keren, juga kadang-kadang membuat jengah penonton Inggris. Salah satu blunder terkenal komentator Inggris adalah pada pertandingan Rumania melawan Inggris pada Piala Dunia 1998.

Pada pertandingan tersebut, mantan pemain dan pelatih merangkap komentator, Kevin Keegan, mengatakan kalimat ini: “There is only one team that’s going to win this game from here and that’s England!” Padahal, pertandingan berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan Romania. Alhasil, pernyataan Keegan itu masih menjadi bahan lelucon hingga sekarang.

Lazarus juga membuat daftar beberapa frasa komentator Inggris yang saking seringnya diulang-ulang hingga akhirnya terdengar klise. Mulai dari penggunaan metafora “onion bag” (keranjang bawang) untuk melukiskan jaring gawang, “a fox in the box” (seekor rubah di kotak penalti) untuk menggambarkan penyerang yang gesit, hingga seruan “it’s a funny old game” sebagai ungkapan suatu hasil pertandingan yang di luar prediksi awal.

Raja dari segala ungkapan ekspresif adalah para komentator Amerika Latin. Para komentator Brasil sudah lama terkenal dengan teriakan “goool” dengan ‘o’ yang diucapkan panjang sampai napas sang komentator terdengar hampir habis. Konon, tren tersebut dimulai oleh mantan komentator pacuan kuda asal Brasil, Rebello Junior, yang beralih profesi menjadi komentator sepak bola. Ciri khas komentator legendaris tersebut lalu diikuti dan dipopulerkan beberapa komentator tenar lain asal Brasil, antara lain José Carlos Araújo dan Galvão Bueno.

Tren di Brasil ini lalu dibawa ke negara-negara berbahasa Spanyol oleh komentator tenar Argentina, Andres Cantor. Pria yang telah lama tinggal di Amerika Serikat ini memopulerkan teriakan ‘gol’ panjang untuk pertama kalinya di Piala Dunia 1990. Namun, baru pada tahun 1994-lah kebiasaan ini menjadi terkenal, yaitu pada saat Cantor bertugas di Piala Dunia Amerika Serikat. Gaya komentar ini kemudian merambah ke negara-negara berbahasa Spanyol lain, yaitu Cile, Uruguay, dan bahkan Spanyol sendiri.

Selain dengan teriakan, banyak frasa dalam bahasa Spanyol yang membuat orang menggelengkan kepala karena lebih menimbulkan kesan kocak. Salah satu yang paling absurd adalah ungkapan “pintalo de amarillo” jika seorang pemain terkena kartu kuning. Ungkapan itu sendiri mengandung arti harfiah “dia dicat berwarna kuning”.

Kesan yang Anda dapatkan dari seorang komentator bagaimanapun juga adalah hak pribadi Anda. Namun, rasanya kita perlu berterima kasih terhadap Andres Cantor, John Champion, Valentino Simanjuntak, atau bahkan Binder Singh, karena telah menambah rasa tersendiri dalam tayangan pertandingan sepak bola.

Terakhir, keseruan paling hakiki dalam mendengarkan komentator dalam bahasa apa pun adalah momen setelah terjadinya gol. Tak jarang setelah terjadi gol, para komentator Spanyol menyerukan frasa hiperbolik, “¡Viva la madre que me parió!” yang berarti “terima kasih Ibu yang telah melahirkan saya!”

Ya, berterima kasihlah telah lahir ke dunia ini, karena kita bisa menikmati keseruan sepak bola!

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.