Kolom

Jim Beglin: Bek Kiri Terbaik yang Menjelma sebagai Komentator Terkenal

Derbi Merseyside pada 21 Januari 1987 silam mungkin tak akan dilupakan Jim Beglin, karena sejak hari itulah kehidupannya berubah. Tak hanya sekedar berubah, tapi benar-benar berubah 180 derajat.

Jim muda saat itu masih berusia 23 tahun. Ia adalah bek kiri andalan Liverpool dan timnas Irlandia. Suatu hari, ia sedang bersiap menuju Goodison Park, kandang Everton, melakoni pertandingan Piala Liga bersama Liverpool.

Optimisme tinggi memayungi penggawa The Reds karena tahun itu merupakan salah satu periode terbaik mereka. Tim asuhan Kenny Dalglish baru saja merengkuh titel liga domestik dan trofi Piala FA, serta menjadi finalis Piala Champions (sekarang bernama Liga Champions) 1985 yang ternodai oleh Tragedi Heysel itu.

Beralih ke situasi di atas lapangan, ketika itu bola berada di kaki Jim Beglin dan pemain bernomor punggung 3 itu memutuskan untuk menggiringnya ke depan. Seketika, salah satu pemain Everton bernama Gary Stevens melakukan tekel pada Jim untuk merebut bola. Apa yang terjadi kemudian?

Bola terlepas dari kaki Jim Beglin dan ia tersungkur. Tangan kiri Jim memegangi kepalanya dan ia tiada henti berteriak kesakitan. Beberapa saat kemudian tim medis datang dan pada saat itu juga kamu akan mengetahui bahwa sesuatu yang sangat fatal telah terjadi. Raut wajah para petugas medis tak dapat membohonginya. Kaki kiri Jim Beglin patah.

Kredit: buzz.ie

Patah dan parah, sangat parah. Saking kesalnya dengan tindakan Stevens, rekan satu tim Jim, Alan Hansen, mengatakan bahwa tekel Stevens “satu mil terlalu tinggi dan telat satu jam”. Itu adalah ungkapan untuk menggambarkan betapa buruk tekel yang dilakukan Stevens.

Selama 2,5 tahun lamanya Jim berjuang menyembuhkan cederanya, tetapi langit seakan-akan runtuh menimpa dirinya. Walau tulangnya telah tersambung lagi, ia tak kunjung kembali ke performa terbaiknya. Dalam sebuah sesi wawancara, ia mengatakan bahwa saat itu dirinya sangat depresi.

Para rekan erta sahabat bergantian datang menjenguk, ratusan kata simpati dan ribuan kartu ucapan penyemangat datang silih berganti, namun itu tak dapat menggantikan kruk yang dipakainya menjadi kaki kiri normal yang selalu ia andalkan dulu. Jim tak henti-hentinya berujar “Why me?

Gary Stevens, sang pelaku tekel horor, juga sempat menjenguknya di rumah sakit. Kenny Dalglish bahkan menolak bertemu dengan bek Everton itu, namun Jim menerima kunjungan Stevens, bertatap muka langsung dengannya.

Stevens masuk ke ruang perawatan Jim dan duduk termenung. Detik demi detik berlalu, Stevens tetap terdiam. Jim kemudian membuka pembicaraan.

“Apakah kamu tahu kalau mematahkannya?” tanya Jim.

“Awalnya aku tidak tahu, aku hanya mencoba merebut bola secara spontan” jawab Stevens.

Tak terlihat penyesalan yang keluar dari mulut Stevens dan itu membuat Jim sedikit naik pitam. Ia kemudian berkata “Jika aku melakukan tekel seperti itu, aku akan langsung mendatanginya dan meminta maaf.”

Meski kesal, Jim tahu bahwa ia harus segera melupakannya. Menjalani hidupnya yang sekarang dan mencoba untuk pulih secepat mungkin. Ia berusaha sekuat tenaga untuk kembali ke lapangan hijau, walau ia sadar kalau performa terbaiknya mungkin tak akan pernah kembali.

Pada suatu hari, Jim yang sudah pulih dari patah kaki melakoni pertandingan di tim reserve, antara Liverpool melawan Manchester United. Ketika memasuki lapangan, Jim tidak tahu bahwa di hari itulah semuanya akan berakhir.

Cedera di kaki kiri Jim telah sembuh total, ia hanya perlu banyak berlatih untuk kembali mengasah sentuhannya pada bola dan menghirup aroma lapangan rumput yang sudah dua tahun ia tinggalkan. Akan tetapi, manusia tidak akan pernah tahu apa yang akan menimpanya di kemudian hari. Di pertandingan itu, Jim kembali cedera. Kali ini lutut kanannya terkoyak dan ia kembali harus naik meja operasi.

Previous
Page 1 / 3