Beberapa tahun silam, PSSI menelurkan sebuah program ambisius dengan mengirimkan tim nasional usia muda untuk berkompetisi di luar negeri. Proyek tersebut dinamakan Sociedad Anonima Deportiva atau sering disingkat SAD Indonesia.
Program ini memang tidak jauh berbeda dengan proyek Binatama, Primavera, ataupun Baretti yang pernah dilaksanakan oleh PSSI berpuluh–puluh tahun lalu. Perbedaannya hanya di negara mana tim nasional ini akan dititipkan. Saat itu SAD Indonesia berkompetisi di negara Uruguay. Namun, program SAD Indonesia pada akhirnya dihentikan, selain karena dana yang dibutuhkan cukup besar, para alumni SAD Indonesia terbukti tidak bisa berbicara banyak di percaturan sepak bola Indonesia. Satu nama yang memiliki karier paling baik adalah bek sayap andalan Sriwijaya FC saat ini, Alfin Tuasalamony.
Selepas dari tim SAD Indonesia, Alfin Tuasalamony mendapat kesempatan untuk bermain bersama tim CS Vise yang berlaga di divisi dua Liga Belgia saat itu. Dirinya direkrut oleh tim yang sempat diakuisisi pengusaha Indonesia, Nirwan Bakrie tersebut bersama tiga pemain Indonesia lainnya yaitu Syamsir Alam, Yandi Sofyan, dan Yericho Christiantoko.
Segalanya berjalan baik untuk Alfin saat itu, sebagai pemain muda pencapaiannya pada musim pertama terbilang baik dengan bermain sebanyak 20 pertandingan dengan mencetak 1 gol dan 1 asis. Pencapaian Alfin sedikit membaik di musim kedua dengan berhasil menjadi andalan CS Vise pada 29 pertandingan di seluruh kompetisi.
Segalanya terlihat sempurna. Karier cemerlang seperti sudah ada di pelupuk mata, apalagi ketika mendengar ketertarikan klub–klub Eropa lainnya, sebut saja Bologna dan Benfica, yang sempat memantau kemampuan sang bek kanan.
“Saya bersama Vice President CS Vise, Roberto Regis Milano, sempat membicarakan kemungkinan Alfin ke Bologna atau Benfica. Tawaran resmi telah disampaikan kedua klub,” cerita Lalu Mara Satriawangsa, salah satu petinggi CS Vise saat itu.
Berita tersebut disambut baik tidak hanya oleh Alfin, satu penjuru bangsa menyambut berita tersebut dengan bahagia. Peluang Alfin untuk bermain di tim sekelas Benfica membuat banyak orang mulai percaya bahwa Indonesia segera memiliki pemain yang bermain di klub Eropa papan atas.
Namun, ekspektasi memang tidak selalu sesuai dengan realita. Hingga akhir masa kontrak bersama CS Vise, tidak ada satu pun klub yang benar–benar bersedia merekrut Alfin. Dirinya terpaksa harus kembali ke Indonesia dan mulai membangun karier bersama tim lokal Indonesia. Kepulangan Alfin banyak disesalkan oleh beberapa pihak, sebagai pemain yang lama bermain di luar negeri, bermain di klub Indonesia adalah sebuah kemunduran dalam karier sepak bolanya.
Setelah membela tim nasional U-23 pada gelaran SEA Games 2013, Alfin memutuskan untuk bergabung dengan tim Persebaya Surabaya. Padahal, pada waktu yang sama Alfin mendapat tawaran untuk mengikuti trial di Ventforet Kofu (Jepang) dan DC United. Sebuah keputusan yang kelak disesali oleh pemuda berusia 25 tahun tersebut.
“Jujur saja sekarang ini kadang-kadang sering timbul rasa penyesalan. Andaikan bermain di luar negeri, karier saya lebih maju lagi,” ujar Alfin ketika diwawancarai oleh Bola.co.
Tidak banyak cerita yang ia ukir selama berkarier di Persebaya Surabaya, bahkan gaji Alfin sempat tersendat ketika bermain untuk tim Bajul Ijo. Bertahan tentu bukanlah opsi yang tepat bagi Alfin. Lepas dari Persebaya, pemain serbabisa ini mencoba peruntungan dengan bergabung tim ibu kota, Persija Jakarta. Namun, nasib sial terus menemani Alfin karena kasus tersendatnya gaji kembali terulang di tim Macan Kemayoran. Karier Alfin bahkan hampir berakhir ketika dirinya harus absen panjang akibat cedera yang dideritanya setelah mengalami kecelakaan lalu lintas.
Malam itu mungkin menjadi hari paling kelam dalam karier sepak bola atau bahkan dalam hidup Alfin Tuasalamony. 30 April 2015, Alfin Tuasalamony menjadi korban dari pengendara mobil yang sembrono. Kakinya patah dan ada beberapa urat yang putus. Dirinya sempat berpikir inilah akhir dari karier sepak bolanya.
Alfin berada di titik terendah kala itu, cederanya saat itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sayangnya, ketidakjelasan situasi sepak bola saat itu membuat Alfin tidak memiliki klub. Segala biaya pengobatan harus ditanggung oleh Alfin dan orang yang menabraknya. PSSI sebagai induk sepak bola nasional pun tidak hadir, ketika salah satu talenta terbaiknya ini sedang mengalami musibah.
Beruntung masih banyak pemain sepak bola yang peduli terhadap proses pemulihan cedera Alfin. Laga amal pun diselenggarakan guna mengumpulkan dana demi mempercepat proses penyembuhan cedera sang pemain. Laga ini pun menjadi sebuah bentuk solidaritas dan dukungan dari para pemain nasional.
Lama tidak terdengar, Alfin Tuasalamony melanjutkan kariernya bersama tim Bhayangkara United. Setelah berhasil pulih dari cedera, Alfin berhasil lolos seleksi dan menjadi bagian tim pada ajang Torabika Soccer Championship 2016. Pemain 25 tahun tersebut pun tetap dipertahankan oleh The Guardian pada Liga 1 2017. Namun, dirinya bukanlah pilihan utama pelatih Simon McMenemy. Alfin masih kalah bersaing dengan Putu Gede Juni Antara untuk mengisi pos bek kanan tim jawara Liga 1 tersebut. Sepanjang musim lalu dirinya hanya bermain sebanyak 8 pertandingan.
Kini, di usia 25 tahun Alfin memutuskan untuk hengkang dari Bhayangkara United dan bergabung dengan tim Sriwijaya. Dirinya pun kembali menjadi anak asuh dari Rahmad Darmawan, pelatih yang juga sempat menanganinya di timnas. Alfin dan Rahmad Darmawan memang sudah menjadi rekan kerja sejak di Persija beberapa tahun silam.
Kejutan pun hadir di turnamen pramusim 2018. Sriwijaya yang terkatung-katung pada gelaran Liga 1 2017 berhasil melaju hingga semifinal Piala Presiden 2018. Dan Alfin Tuasalamony menjadi bagian penting kesuksesan tim Laskar Wong Kito tersebut. Dirinya menjadi pilihan utama pada posisi bek kiri, sebab Alfin berhasil menyingkirkan Zalnando dan Novan Setya Sasongko yang menghuni pos bek kiri. Alfin pun sedikit demi sedikit mulai kembali ke bentuk permainan terbaik seperti yang pernah ia pertontonkan beberapa tahun silam.
Kepercayaan yang diberikan Rahmad Darmawan kepada Alfin dibayar dengan penampilan yang baik di sepanjang gelaran Piala Presiden 2018. Pemain yang sudah mengoleksi satu pertadingan bersama tim nasional senior ini solid dalam bertahan dan juga tidak ragu ketika membangun serangan.
Performa apiknya selama Piala Presiden 2018 diharapkan terus berlanjut hingga Liga 1 2018 berlangsung. Dirinya tentu ingin membawa Sriwijaya menjadi tim terbaik di Indonesia selayaknya Bhayangkara yang berhasil Ia bawa menjadi juara musim lalu.
Piala Presiden 2018 ini menjadi waktu terbaik untuk Alfin Tuasalamony untuk membuktikan bahwa dirinya tetap menjadi salah satu bek sayap terbaik yang dimiliki negeri ini. Alfin pun membuktikan bahwa patah kaki tidak akan membuat dirinya menyerah untuk menjadi pemain andalan tim nasional Indonesia di masa mendatang.
Author: Daniel Fernandez (@L1_Segitiga)