Kawasan Amerika Latin dikenal dengan kultur dan tradisi sepak bolanya yang amat kental. Selain wakil Eropa, hanya negara-negara Amerika Latin saja yang pernah mencicipi manisnya titel prestisius Piala Dunia dan Piala Konfederasi.
Dari sejumlah negara di kawasan ini, duo Argentina dan Brasil dianggap sebagai yang terbaik. Selain punya segudang prestasi, keduanya juga ahli dalam menelurkan bakat-bakat pesepak bola papan atas, semenjak dahulu sampai detik ini.
Namun perlu disadari juga bahwa sepak bola Amerika Latin tak melulu soal Argentina dan Brasil. Masih ada satu negara lain dengan catatan prestasi dan kehebatan dalam melahirkan pesepak bola andal yang tak bisa dibantah lagi yakni Uruguay.
Berada tepat di antara Argentina dan Brasil, Uruguay yang berpopulasi 3,4 juta penduduk ini adalah kampiun Piala Dunia 1930 dan 1950. Sementara di Copa America, mereka jadi tim dengan koleksi titel terbanyak yaitu 15 buah.
Perihal pesepak bola top, nama-nama semisal Jose Nasazzi, Enzo Francescoli, Daniel Fonseca, Alvaro Recoba, Diego Forlan, Edinson Cavani, dan Luis Suarez, tentulah akrab di telinga penikmat balbalan di kolong langit.
Teruntuk dua penggawa yang disebut terakhir, mereka adalah representasi kehebatan Uruguay di masa kini. Kendati demikian, Uruguay bukanlah Cavani atau Suarez semata. Masih ada satu nama lain yang kemampuannya eksepsional dan pantas dihormati lawan ataupun suporter, dialah sang palang pintu sekaligus kapten La Celeste, Diego Godin.
Bareng Forlan yang belum pensiun dari timnas, Cavani dan Suarez, Godin sukses mengantar negaranya jadi pemenang Copa America 2011 silam. Tak sekadar itu saja karena di Piala Dunia 2010 mereka juga mengakhiri turnamen sebagai semifinalis.
Bahkan selepas Forlan pensiun dari kancah sepak bola internasional, Godin bareng Cavani dan Suarez tetap diandalkan Oscar Tabarez sebagai pilar La Celeste ketika mentas di Copa America 2015, Copa America Centenario 2016 dan Piala Dunia 2014.
Karier sepak bola Godin diawalinya saat bergabung dengan tim junior Defensor Sporting. Menariknya, debut profesional lelaki berpostur 187 sentimeter ini malah didapatnya bersama C.A Cerro kala usianya baru menginjak 17 tahun.
Walau masih belia, Godin menunjukkan aksi-aksi yang jauh lebih matang daripada usianya. Tak heran bila para pengamat memandangnya sebagai salah satu bakat paling mumpuni yang dimiliki Uruguay.
Dengan bangun tubuh yang kokoh, Godin sulit dikalahkan ketika duel fisik, utamanya dalam situasi satu lawan satu sehingga kerap membuat penyerang lawan frustasi. Selain itu, pria kelahiran Rosario ini juga memiliki ketenangan luar biasa, pandai membaca permainan, serta lugas dalam menjaga areanya.
Bermodal atribut-atribut di atas, kesebelasan top Uruguay, Nacional, tidak ragu untuk bergegas mengamankan Godin saat kontraknya selesai dengan Cerro. Pada musim perdananya berseragam Tricolores, julukan Nacional, Godin langsung menjabat sebagai kapten.
Sayangnya, ia gagal mengukir prestasi maksimal bersama tim yang berkandang di Stadion Gran Parque Central tersebut. Namun aksi-aksi yang diperlihatkannya di sana berhasil memikat atensi pemandu bakat tim asal Spanyol, Villarreal.
Tepat di musim panas 2007, El Submarino Amarillo menebus Godin yang belum punya nama di Benua Biru hanya dengan kocek senilai 750 ribu euro. Ia menjadi perekrutan penting Villarreal yang ketika itu juga memboyong Joan Capdevila, Santi Cazorla, Rio Mavuba, Giuseppe Rossi, dan Jon-Dahl Tomasson.
Bersama nama-nama di atas plus penggawa lawas semisal Nihat Kahveci, Diego Lopez, Robert Pires, dan Marcos Senna, Godin sukses membawa El Submarino Amarillo finis sebagai runner-up La Liga Spanyol 2007/2008 di bawah Real Madrid. Tak ayal, keberhasilan itu semakin melambungkan nama Villarreal dan juga sang entrenador, Manuel Pellegrini.
Menjalani karier di Villarreal membuat Godin tampil semakin matang sebagai benteng di lini pertahanan. Presensinya amat krusial bagi kesebelasan yang berdiri 10 Maret 1923 tersebut dalam mengarungi kompetisi yang diikuti Villareal di kancah domestik maupun regional. Selama tiga musim berkostum Villarreal, Godin mencatat 116 penampilan dan 4 gol.
Performa gemilang dan konsisten yang ia suguhkan di Stadion de la Ceramica, lantas menggugah hasrat Atletico Madrid buat mengamankan jasanya. Biaya senilai 8 juta euro menjadi nominal yang harus disetorkan Los Colchoneros kepada Villarreal di bursa transfer musim panas 2010.
Keputusan untuk pindah ke ibu kota Spanyol dan mengenakan seragam garis-garis vertikal merah dan putih rupanya tidak salah. Tak cuma beroleh status pemain utama di skuat asuhan Quique Sanchez Flores dan kini Diego Simeone, Godin pun berhasil mengenyam sejumlah trofi juara, masing-masing satu gelar La Liga, Piala Raja Spanyol, Piala Super Spanyol, dan Liga Europa berikut sepasang Piala Super Eropa.
Gelimang sukses di Atletico membuat nama Godin jadi semakin diperhitungkan. Medio 2015 yang lalu, laman FourFourTwo bahkan memasukkannya sebagai salah satu dari sebelas pemain belakang terbaik dunia.
Dengan masa bakti di Atletico yang baru selesai musim panas 2019 nanti dan tepat di usianya yang ke-32 hari ini, suporter Los Colchoneros jelas berharap bahwa Godin bisa terus menunjukkan kelasnya sembari menambah deretan piala di lemari trofi milik mereka.
Feliz cumpleanos, Diego. #AupaAtleti
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional