Cerita

Gaya Main dan Skema Taktik Menjadi Salah Satu Faktor Penentu Masa Depan Eden Hazard

Salah satu pesepak bola terbaik milik Chelsea, Eden Hazard, memiliki satu pergerakan yang menjadi ciri khasnya. Dimulai dari pergerakan dari sisi kiri penyerangan timnya, menusuk ke dalam, entah dengan dribel melewati pemain bertahan lawan atau operan satu-dua, keduanya bukan masalah baginya.

Gaya mainnya tersebut menjadi representasi tentang betapa bagusnya dirinya. Namun ternyata, ada hal yang lebih dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Hazard mungkin adalah pesepak bola yang luar biasa, namun apa yang ia biasa lakukan menunjukkan bahwa kelebihannya terbatas pada itu saja, terlebih jika dibandingkan dengan pesepak bola top yang berada di level paling tinggi.

Contohnya adalah Kevin De Bruyne, gelandang serang Manchester City yang begitu serbabisa. Ia mampu bermain di posisi yang berbeda, tentunya dengan gaya main yang berbeda, bagi klubnya maupun negaranya, dan tentunya hasilnya pun mentereng dengan sederetan gol dan skill yang apik. Dilihat dari sini, De Bruyne tentunya lebih superior ketimbang Hazard, lebih luas jangkauan permainannya, dan bisa jadi lebih menghibur bagi banyak orang daripada kompatriot senegaranya.

Meskipun begitu, perbandingan ini tentunya tidak benar-benar adil. De Bruyne mungkin lebih berbakat daripada Hazard, namun peran Chelsea dalam memunculkan pendapat seperti itu tidak dapat dikesampingkan. Sepanjang waktu Hazard di Chelsea, taktik yang mereka terapkan membatasi kemampuan sang mantan pemain LOSC Lille ini, dan manajer yang pernah menjadi bosnya, terutama Antonio Conte dan Jose Mourinho, merengkuh kesuksesan dari gaya main dan taktik yang kaku dan membatasi pemainnya.

Kita tentunya sering melihat bagaimana intolerannya Conte terhadap pemain yang tak patuh terhadap skemanya dari perilakunya di pinggir lapangan ketika timnya bermain. Hazard adalah pemain yang flamboyan dan ia kerapkali menampilkan aksi individual yang mampu memusingkan lawan, namun kemampuan maksimalnya masih dibatasi. Ingat, dibatasi, bukan terbatas.

Masa depan Hazard tentunya dikontrol oleh kemampuan finansial. Namun kini, mendekati akhir durasi kontraknya, Chelsea harus sadar bahwa sekarang bukanlah tahun 2004, tahun ketika Roman Abramovich dengan uang minyaknya mampu menjadi kekuatan finansial yang dominan di kancah sepak bola dunia.

Kini, tim besar manapun mampu menyamai kekuatan finansial Chelsea. Salah satunya tentunya Real Madrid, yang apabila benar-benar serius ingin mendatangkan Hazard, harus rela merogoh kocek dalam-dalam dan menawarkannya gaji yang tinggi. Hal ini tentunya akan menyakitkan bagi suporter Chelsea, namun saat ini memang begitulah sepak bola dan hanya dua atau tiga klub yang mampu benar-benar dominan di masalah finansial.

Meskipun begitu, gaya permainan juga menjadi faktor penentu masa depannya. Hazard bukanlah pemain yang memiliki ego tinggi. Ia tidak seperti Cristiano Ronaldo atau Neymar yang menginginkan pengakuan terhadap kemampuannya. Namun, ia mungkin harus bermain di sistem yang berbeda jika ingin mendapat pengakuan atas talentanya, bersaing untuk Ballon d’Or. Bermain bagi tim yang, katakanlah, dominan di tiap gameweek, seperti Real Madrid, Barcelona, atau Paris Saint-Germain di Ligue 1.

Salah satu alasan, satu dari sekian banyak alasan, mengapa pemain menyerang dari tim-tim tersebut mampu mendapat atensi lebih adalah karena publik lebih dapat menyaksikan kemampuan maksimal pemain menyerang tersebut dalam waktu yang lebih sering. Superiornya klub-klub tersebut membuat pemain menyerang mereka lebih bebas dari tugas bertahan dan jauh dari pembatasan-pembatasan tertentu.

Bermain di klub-klub seperti itu dengan gaya main yang bebas tentunya lebih menyenangkan bagi pemain menyerang dan mampu mendatangkan apresiasi lebih.

Lebih dari itu, Hazard tentunya mampu mendapat kenyamanan lebih dari lawannya. Secara statistik, ia bukan pemain yang paling sering dilanggar di Inggris, namun kita tak bisa memungkiri bahwa ia seringkali menghadapi tekel-tekel keras nan brutal. Adalah sebuah keajaiban bahwa kariernya tidak terganggu oleh cedera, atau setidaknya, fisiknya mampu tetap bertahan di level tertinggi.

Halangan terbesar Hazard dalam meraih gelar sebagai pemain terbaik di dunia tentunya adalah keberadaan dua alien, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Selama keduanya masih berada dalam kondisi prima, mereka akan menjadi dua penantang utama dalam perebutan gelar tersebut.

Namun, Hazard mesti sadar bahwa usianya baru 27 tahun dan ia tentu akan bertahan di permainan ini lebih lama ketimbang dua alien tersebut. Performa Ronaldo saat ini dapat terlihat sudah termakan oleh usianya, dan Messi, yang akan berusia 31 tahun nanti, tentunya juga akan menurun performanya. Ketika keduanya sudah benar-benar turun gunung, Hazard tentunya memiliki kemampuan untuk menggantikan mereka.

Namun, ia terlebih dulu harus memastikan bahwa ia berada di tempat yang tepat dengan skema taktik dan gaya main yang mendukung kemampuan maksimalnya untuk keluar agar hal tersebut dapat terjadi.

Author: Seb Stafford-Bloor
Penerjemah: Ganesha Arif Lesmana