Panitia Piala Presiden mendapat kritikan tajam terkait penyelenggaraan semifinal turnamen pra-musim ini. Sebab, dua kontestan yakni Persija Jakarta dan Bali United, akan berlaga di Piala AFC pada pertengahan bulan ini, sedangkan semifinal Piala Presiden juga akan digelar di waktu berdekatan, bahkan ada yang bersamaan, dengan format dua leg. Lalu bagaimana?
Semifinal Piala Presiden direncanakan akan bergulir pada 10 Februari 2018 untuk leg pertama, dan tiga hari berselang untuk leg kedua. Sementara itu, Bali United akan melakoni laga pertamanya di Grup G Piala AFC pada 13 Februari dengan menjamu Yangon United, sedangkan Persija akan bertamu ke markas Johor Darul Ta’zim (JDT) di partai perdana Grup H Piala AFC, sehari setelahnya.
Kalaupun jadwal semifinal Piala Presiden digeser, leg kedua Bali United lawan Sriwijaya FC maju ke tanggal 12 Februari, dan pertemuan pertama Persija dengan PSMS diubah ke tanggal 11 Februari, tetap saja masa istirahat Macan Kemayoran dan Serdadu Tridatu sangat minim jelang tampil di Piala AFC.
Persiapan mepet, jadwal bentrok, runyam jadinya. Format kandang-tandang yang dipertahankan untuk menjaga ciri khas turnamen pra-musim ini, justru memberatkan salah dua pesertanya, yang ironisnya adalah tumpuan kita saat ini untuk mengangkat nama sepak bola Indonesia di mata dunia, khususnya Asia.
Jika turnamen ini adalah pengganti liga, seperti Piala Presiden 2015, sah-sah saja memakai format dua leg, agar para pemain mendapat kesempatan bermain yang lebih banyak, setelah sekian lama nasibnya terkatung-katung. Bahkan saat itu, perempat-final sudah menggunakan sistem kandang-tandang.
Namun masalahnya, sekarang kompetisi resmi kita sudah berjalan lagi, dan ada klub yang mewakili Indonesia di pentas Asia. Artinya, Piala Presiden adalah turnamen pra-musim, yang seharusnya menjadi ajang menguji kesiapan tim jelang musim baru, dan jangan sampai mengganggu jadwal para wakil kita di laga resmi internasional itu.
Memecah tim bukan solusi
Widodo Cahyono Putro mengungkapkan bahwa Bali United akan memecah tim demi dua ajang ini. Mereka tetap serius menatap semifinal Piala Presiden, tapi juga menjaga fokus jelang debut mereka di kompetisi Asia. Sementara itu, Persija juga mengaku akan melakukan hal serupa.
Apakah itu sebuah solusi? Menurut kami tidak.
Alasan pertama, jumlah pemain di klub terbatas. Kalaupun di semifinal Piala Presiden yang diturunkan pemain lapis kedua dan yang inti disimpan semua, nanti di Piala AFC para pemain cadangan itu tidak akan berada di kondisi terbaiknya, padahal mereka akan sangat dibutuhkan jika tim mengalami kebuntuan atau butuh penyegaran.
Ingat, ini klub bukan timnas. Ini Persija dan Bali United, bukan Jerman yang bisa memecah tim mereka di Piala Dunia dan Piala Konfederasi, atau futsal komunitas yang puluhan anggotanya bisa bergantian turun ke lapangan.
Alasan kedua, lha wong Persija dan PSMS saja kandangnya belum siap. Persija terkendala izin penggunaan Stadion Gelora Bung Karno yang akan mengadakan test event untuk Asian Games pada 8-15 Februari, sedangkan Stadion Teladan yang jadi kandang PSMS belum selesai direnovasi.
Untuk sementara, opsi yang tersedia bagi keduanya adalah Stadion Manahan di Solo, tempat digelarnya babak perempat-final. Jika nantinya memang digelar di Manahan lagi, mengapa tidak diubah jadi satu leg saja? Durasi turnamen jadi lebih singkat, toh ini bukan kompetisi pendamping liga seperti Coppa Italia, Copa del Rey, atau DFB-Pokal yang menganut sistem home-away.
Ini turnamen pra-musim, bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, sama seperti International Champions Cup (ICC), Emirates Cup, dan kawan-kawannya. Turnamen yang santai, tidak perlu dilakoni terlalu ngotot karena kompetisi yang sebenarnya baru akan digelar mulai awal Maret nanti. Tidak perlu ada pemain-pemain bertumbangan karena tekel keras atau hal-hal negatif lainnya.
Namun kalau memang turnamen ini harus menampilkan laga yang kompetitif, mengapa tidak diselenggarakan berdampingan dengan liga saja? Menghadirkan tim-tim dari Liga 3 sampai Liga 1, menganut sistem Piala FA. Tapi bukannya itu meniru konsep Piala Indonesia? Kalau memang iya, ya kenapa tidak dilebur saja?
Bingung, bingung memikirnya…
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.