Ketika memasuki lapangan pertandingan, mereka menjadi pemain yang paling jauh berjalan. Itu belum ditambah jika kedua kesebelasan harus bertukar tempat setelah lempar koin, Pun ketika jeda turun minum, mereka juga menjadi pemain dengan jarak terjauh ke lorong pemain.
Kiper, posisi yang sering dilupakan, kerap luput dari sorotan, dan baru dinobatkan sebagai pahlawan ketika keringat bercucuran deras dari dahinya, setelah tangan dan kaki diregangkan sepanjang mungkin untuk menghalau serangan lawan.
Bukan bermaksud tidak mengapresiasi kontribusi pemain lain, tapi kiper memiliki risiko dan jalan ceritanya sendiri di pertandingan.
Penyerang bisa jadi pahlawan dengan gol-gol dari bola tap in, seperti Filippo Inzaghi, yang konon saat bermain jarang berkeringat. Bek bisa jadi man of the match jika timnya clean sheet dan dia juga mencetak gol. Gelandang, seberapapun buruk performanya, asalkan ada asis atau gol, kesalahannya bisa dimaafkan.
Sayangnya bagi kiper, dia takkan jadi pemain terbaik kalau tidak pontang-panting jatuh bangun di depan gawangnya. Kalau timnya kalah, apalagi kalah telak, mereka dihujani kritik. Tapi kalau timnya menang, tak jarang nama rekannya yang justru tampil di headline berita.
Sunyi, sepi, krik-krik. Seperti kata Rossi Finza Noor dalam artikelnya di kumparan, “Kiper hidup dalam nasib yang apes. Jika area di sekelilingnya sepi dan nyaris tidak ada aktivitas berarti, itu berarti bagus. Jika area di sekelilingnya riuh dan ricuh, di situlah bahaya mengintai —dan di situ juga ia dipanggil untuk bekerja.”
Kerja, kerja, nyawa
Pak Jokowi dalam sebuah pidato pernah mengungkapkan slogan “kerja, kerja, kerja” yang kurang lebihnya mengingatkan kita untuk selalu bekerja keras demi mencapai impian. Tak terkecuali kiper, yang harus mempertaruhkan segalanya saat bekerja, termasuk nyawa.
Awan Setho di laga kontra FC Tokyo pada Sabtu (27/1) kemarin awalnya hanya menjalankan tugasnya untuk mematahkan serangan lawan. Bola yang saat itu masuk ke jantung pertahanan Bhayangkara FC coba ia amankan dengan maju ke depan, tapi Diego Oliveira, penyerang lawan, juga bernafsu untuk mendapatkan si kulit bundar. Benturan akhirnya tak dapat dihindari.
Setelah insiden itu, terlihat Awan Setho sangat kesakitan sambil memegang kepalanya. Untuk menghindari hal lebih buruk terjadi, mobil ambulans langsung masuk ke lapangan agar sang kiper segera mendapat perawatan medis. Kabar terakhir menyebutkan bahwa kondisi kiper asal Semarang itu terus membaik.
Situasi tersebut mengingatkan kita pada insiden almarhum Choirul Huda. 15 Oktober 2017 lalu, ketika sebuah benturan dengan rekannya, Ramon Rodriguez, membuat kapten Persela Lamongan tersebut pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Sayang, nyawanya tak tertolong, membuat pengabdian Huda pada Persela terhenti di usia 38 tahun.
Memutar waktu lebih jauh ke belakang, di Liga Primer Inggris insiden benturan kepala kiper dengan kaki lawan juga pernah terjadi, dan yang menjadi korbannya adalah Petr Cech. Kiper yang saat itu masih bermain di Chelsea tersebut sempat pingsan di lapangan dan harus dibantu selang oksigen untuk bernapas.
Singkat cerita, peristiwa di laga kontra Reading itu kemudian menjadi awal mula Cech memakai pelindung kepala, yang selalu menjadi mahkotanya di setiap pertandingan sampai sekarang. Semata-mata demi keselamatan.
Dari ketiga contoh tersebut, terlihat bahwa kiper bukanlah pekerjaan yang aman. Mereka yang memakai sarung tangan dan berdiri di bawah mistar gawang memang tak sering terlibat dengan bola, tapi ketika momen itu tiba, saat itu juga totalitas mereka dipanggil. Apapun akan dilakukan, asalkan bola berhasil dihalau. Kesakitan saat berduel menjadi hal yang lumrah, yang sebagian besar dari mereka akan memilihnya ketimbang harus memungut bola dari gawang sendiri.
Lebih mengharukan lagi, semua itu mereka lakukan dalam kesunyian. Dalam sepinya pembicaraan orang-orang, minimnya atensi para penonton, dan terbatasnya panggung penghargaan individu.
Akhir kata, jangan lagi ada nyawa yang melayang dari tubuh seorang kiper. Sebab, bagaimanapun juga kiper tetaplah manusia yang sedang mengais penghasilan, bukan sosok yang harus disingkirkan demi menggapai kemenangan.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.