Suara Pembaca

Hertha Berlin, Tim Ibu Kota yang Biasa-Biasa Saja

Pada umumnya, setidaknya di beberapa liga sepak bola Eropa, ibu kota negara memiliki satu atau bahkan lebih klub tangguh. Di Madrid, ada Atletico dan tentu saja Real. Sementara London punya Arsenal dan Tottenham Hotspur juga Chelsea. Roma punya dua musuh bebuyutan yang juga berprestasi, Lazio dan AS Roma. Amsterdam bangga dengan klub lokalnya, Ajax. Dan publik Paris juga gembira dengan gelontoran uang dari Qatar untuk menjadikan Paris Saint-Germain bertabur bintang.

Tapi di Jerman, Hertha Berlin bukanlah tim dengan prestasi segudang. Jangankan segudang, menjadi juara Bundesliga pun mereka belum pernah. Dari 35 kali keikutsertaan di Bundesliga, termasuk musim ini, pencapaian tertinggi mereka adalah posisi kedua pada musim 1974/1975. Sebelum era Bundesliga mereka pernah dua kali juara kompetisi sepak bola Jerman, pada 1930 dan 1931.

Klub ini didirikan pada 1892 dan namanya diambil dari nama sebuah kapal yang pernah digunakan salah satu pendirinya. Salah satu momen yang cukup memengaruhi perjalanan klub adalah ketika Tembok Berlin mulai dibangun, tepatnya 13 Agustus 1961. Banyak pendukung mereka yang tinggal di sisi timur kota Berlin. Pada awalnya mereka masih bisa melihat Stadion und Gesundbrunnen karena lokasinya masih sangat dekat dengan garis batas antara timur dan barat.

Namun dua tahun kemudian markas Hertha pindah ke Olympiastadion, yang berlokasi delapan mil lagi ke arah barat Berlin. Pupus sudah harapan suporter di sisi timur Berlin untuk memberikan dukungan di stadion. Sejumlah pendukung masih menjaga interaksi dengan klub melalui surat. Hertha Berlin memberikan tanggapan positif dengan terus memberikan kabar terbaru tentang klub. Surat-surat itu diedarkan di antara anggota pendukung Hertha di Berlin Timur.

Bukan hanya pendukung yang kebingungan dengan pendirian Tembok Berlin. Pemain juga mengalami nasib serupa. Klaus Taube contohnya. Penyerang produktif milik Hertha ini tinggal di Berlin Timur. Kariernya di Hertha pun harus berakhir. Wakil Presiden klub kala itu, Wolfgang Holst, menyatakan bahwa mereka kesulitan mendatangkan pemain bintang ke Berlin. Mendapatkan izin untuk keluar masuk Berlin bukan perkara mudah. Belum lagi biaya hidup, termasuk transportasi yang sangat tinggi. Hal ini menyulitkan para pemain yang ingin mengunjungi keluarga di Jerman Timur.

Baca juga: Cinta Segitiga Herta Berlin, Union Berlin dan Karlsruhe SC

Di tengah situasi transisi yang dialami klub, Hertha tetap berhasil mengikuti Bundesliga edisi perdana. Namun baru dua musim mengecap Bundesliga, mereka harus terdegradasi. Klub kembali mengalami goncangan pada tahun 1971. Mereka terlibat dalam kasus pengaturan skor yang marak di Bundesliga. Klub dan para pemain menerima suap untuk mengalah dari Bielefeld. Meski demikian, Hertha berhasil menyelesaikan musim kontroversial tersebut dengan finis di peringkat tiga klasemen.

Hasil tersebut memberikan mereka tiket ke kualifikasi Piala UEFA untuk pertama kalinya. Mereka berhasil menghempaskan wakil Swedia, Elsborg, di fase awal dengan skor agregat 7-2. Tetap di babak selanjutnya mereka kalah tipis 4-5 dari AC Milan. Namun secara umum, tahun 1970-an dapat dikatakan sebagai salah satu periode kejayaan Hertha. Mereka mampu melaju sampai ke final DFB-Pokal tahun 1977 dan 1979, meskipun selalu gagal menjadi yang terbaik. Mereka juga kembali lolos di Piala UEFA musim 1975/1976 (sampai babak kedua) dan 1978/1979 (babak semifinal).

Sejak musim 1980/1981 sampai pertengahan tahun 1990-an mereka lebih sering bermain di Bundesliga 2. Hanya di musim 1982/1983 dan 1990/1991 mereka tampil sebagai cameo di Bundesliga. Namun ada pertandingan bersejarah pada periode tersebut, tepatnya dua hari setelah Tembok Berlin diruntuhkan.

Waktu itu, Hertha Berlin sedang mengejar tiket promosi ke Bundesliga. Sebanyak 44 ribu tiket sudah terjual sebelumnya dan klub memberikan tambahan 15 ribu tiket gratis sebagai hadiah bagi pendukung mereka dari Berlin Timur. Bagi para pendukung dari timur, ini menjadi momen kembali menyaksikan langsung klub kesayangannya untuk pertama kali dalam kurun waktu hampir 30 tahun. Malam itu mereka bermain imbang dengan salah satu rival utama mereka, Wattenscheid, dengan skor 1-1. Di akhir musim 1989/1990 mereka keluar sebagai juara Bundesliga 2 dan berhak promosi ke Bundesliga.

Setelah itu, perjalanan Hertha tetap tidak stabil. Mereka beberapa kali terdegradasi ke Bundesliga 2. Total, 6 kali mereka harus bertarung di kompetisi kelas 2 di Jerman tersebut. Saat ini, Hertha Berlin diasuh oleh eks pemain mereka sendiri, Pal Dardai. Ia merupakan pemain yang paling sering membela Hertha di Bundesliga yaitu sebanyak 286 kali. Dardai disokong juga oleh Michael Preetz sebagai manajer yang bertanggung jawab dalam urusan olah raga, media, dan komunikasi. Preetz tercatat sebagai pencetak gol terbanyak Hertha di Bundesliga dengan 84 gol dari 196 kali penampilan.

Kombinasi dua mantan bintang Die Alte Dame (Nyonya Tua, julukan Hertha Berlin) tersebut sejauh ini belum mampu membawa Hertha Berlin ke puncak klasemen. Ibu kota Jerman masih harus menunggu, entah sampai kapan, untuk memiliki sebuah tim juara.

Author: Bram Sitompul (@brammykidz)