Kadang terlihat sepele, tetapi nomor punggung yang dipakai pemain sebenarnya memiliki makna yang sangat mendalam. Bahkan, beberapa pemain menggunakan nomor punggung sebagai bentuk kecintaannya kepada klub. Bisa dilihat bagaimana Rezaldi Hehanusa menggunakan nomer punggung 28 yang mengacu kepada tahun berdirinya Persija Jakarta, 1928.
Bisa dilihat juga dari upaya Oh In-kyun yang memilih nomor punggung 33 di tim barunya Persib Bandung. Angka 33 ini mengacu kepada tahun yang tercatat di mana tim Maung Bandung berdiri, 1933. Ini bisa diasumsikan cara gelandang asal Korea Selatan ini menghilangkan keraguan para Bobotoh terkait kedatangan dirinya. Meskipun In-kyun sendiri mengaku bahwa memilih nomor tersebut karena tahun 2018 ini ia akan berusia 33 tahun.
Beberapa kesebelasan lain di Indonesia memiliki nomor spesial masing-masing, termasuk di Arema FC, di mana nomor punggung 19 dan 87 merupakan nomer punggung yang spesial. Dua nomor tersebut mengacu kepada tahun 1987 yang merupakan waktu kelahiran Arema. Seperti yang diketahui, nomor punggung 87 sudah dipakai oleh bek kiri, Johan Alfarizi. Sementara nomor punggung 19 yang ditinggalkan Ahmad Bustomi, mulai musim depan akan memiliki tuan baru.
Dalam laga uji tanding melawan PSIS Semarang di Stadion Gajayana, Malang, Kamis (4/1), bukan saja membuat kejutan dengan penunjukan Dendi Santoso sebagai kapten baru tim, Arema juga memberikan nomor punggung spesial yang sudah ditinggal Bustomi tersebut kepada gelandang muda, Hanif Sjahbandi.
Cerita menariknya, bahkan beberapa hari sebelum laga digelar, nomor punggung yang tercatat untuk pemuda kelahiran Jakarta ini masih nomor punggung lamanya, yakni nomor enam yang juga ia pakai di kompetisi musim lalu.
Hanif tampil cukup baik untuk Arema sejak didatangkan pada Januari 2017. Pada awalnya ia hanya akan mengisi slot pemain muda yang sempat diregulasikan pada awal-awal berjalannya Liga 1. Tapi kemudian, Hanif mampu menjawab tantangan. Ia seakan tidak tampil sebagai gelandang muda di tengah para gelandang senior Arema. Ia terlihat begitu dewasa dan matang. Hanif ikut andil dalam kesuksesan Arema meraih gelar juara Piala Presiden edisi tahun lalu.
Total 14 penampilan dicatatkan Hanif untuk Arema di Liga 1 musim lalu. Penampilan baiknya juga membuat ia dipanggil untuk memperkuat timnas Indonesia yang berlaga di SEA Games 2017 di Malaysia. Di sana, Hanif berhasil mengantarkan Garuda Muda meraih medali perunggu.
Bustomi pergi dari Malang untuk lembaran baru dalam karier sepak bolanya. Bersama kawan karibnya, Arif Suyono, Bustomi mendarat di Mitra Kukar, kesebelasan yang pernah mereka bela pada tahun 2011 hingga 2013. Bustomi jelas memberikan banyak kenangan manis untuk Arema dan Malang. Ia juga tentunya pergi dengan status sebagai legenda. Meskipun demikian, membebani Hanif secara berlebihan untuk menyamai karier emas Bustomi jelas bukan sesuatu yang baik.
Keduanya memang bermain di posisi gelandang, akan tetapi Bustomi dan Hanif memiliki banyak perbedaan dalam gaya permainan mereka. Yang menjadi penting bukanlah Hanif mesti menjadi seperti Bustomi untuk mengisi kekosongan yang ada. Tetapi yang mesti diperhatikan adalah bagaimana Hanif meneruskan tongkat estafet dari Bustomi, terkait mewujudkan impian, harapan, serta nilai-nilai dari Arema itu sendiri sebagai sebuah klub.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia