Nasional Bola

26 Desember 2010: Misteri dan Tragedi di Stadion Bukit Jalil

Semua yang menyaksikan pertandingan putaran pertama Piala AFF 2010, antara Malaysia berhadapan dengan Indonesia, jelas dalam posisi terkejut. Para penggemar Indonesia jelas tidak menyangka bahwa tim nasional mereka dihantam telak oleh tim lawan dengan skor 3-0. Sementara di sisi lain, para penggemar Malaysia jelas tidak percaya bahwa mereka berhasil mengalahkan tim terkuat di turnamen, mengingat mereka melaju ke partai puncak dengan terseok-seok.

Dalam laga yang digelar di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, antiklimaks terjadi bagi timnas Indonesia yang tampil superior sepanjang turnamen. Skuat Garuda tampil betul-betul mengecewakan, dan bahkan seakan membiarkan lawan dengan mudah untuk memenangkan pertandingan. Momentum yang seharusnya menjadi waktu untuk Indonesia melepas dahaga gelar juara, justru kemudian menyisakan luka mendalam yang sulit hilang.

Arah pertandingan sebenarnya menguntungkan Indonesia pada babak pertama. Mereka berhasil menahan gempuran tim tuan rumah sembari terus menekan gawang lawing yang dikawal Khairul Fahmi Che Mat. Hingga kemudian petaka muncul di babak kedua. Malaysia menggelontor tiga gol dalam rentang waktu yang berdekatan.

Norshahrul Idlan Talaha menerobos sisi kiri pertahanan Indonesia, melewati Maman Abdurrahman, dan mengirim bola ke jantung pertahanan. Umpan tersebut kemudian disambar oleh Safee Sali dan membuka keunggulan tim tuan rumah.

Tujuh menit kemudian, tepatnya pada menit ke-68, Norsharul kembali beraksi. Ia mengobrak-abrik sisi kiri pertahanan Indonesia, dan kembali mengirim bola ke area tengah. Pada kesempatan ini, Ashaari Samsudin melepaskan tendangan keras yang gagal dihalau kiper Markus Haris Maulana.

Seakan sebuah pisau yang ditancapkan di luka dalam yang sudah menganga, Malaysia kemudian berhasil menyarangkan gol ketiga. Umpan terukur dari Mahali Jasuli, lagi-lagi dari sisi kiri pertahanan Indonesia, kemudian berhasil dimanfaatkan oleh Safee Sali untuk mencetak gol keduanya pada pertandingan tersebut.

Indonesia tertunduk lesu, sementara Malaysia berpesta pora, ditambah hubungan politik dua negara tetangga ini memang tidak terlalu harmonis. Tragedi yang terjadi di Bukit Jalil 26 Desember 2010 ini semakin membuat rivalitas antara Indonesia dan Malaysia jadi meruncing. Setelah pertandingan ini, pertemuan antara kedua negara menjadi begitu panas, bahkan termasuk pertemuan yang terjadi diantara tim nasional kelompok usia muda. Rivalitas antar-negara yang harus diakui yang terbaik di wilayah Asia Tenggara.

Masih menyisakan misteri hingga saat ini

Berawal dari munculnya “surat kaleng”, sebuah surat elektronik yang ditujukan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Indonesia saat itu. Dengan tembusan kepada Menteri Olahraga, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta KONI. Isinya adalah dugaan suap terhadap beberapa penggawa timnas Indonesia yang bertanding di pertandingan final putaran pertama Piala AFF 2010 di Stadion Bukit Jalil.

Pengirim menggunakan nama samaran Eli Cohen, agen spionase Israel pada tahun 1960-an. Ia mengaku merupakan seorang pegawai perpajakan di lingkungan Kementrian Keuangan. Ia menyebut bahwa dirinya mendengar dari wajib pajak yang merupakan tanggunganya, bahwa ada praktik suap yang terjadi di malam pedih itu di Bukit Jalil.

Dalam surat elektronik itu, disebutkan bahwa ada dua orang petinggi PSSI datang ke ruang ganti pada jeda pertandingan, dan berbicara kepada beberapa pemain, di mana dua oknum itu meminta beberapa pemain untuk “mengalah” dalam laga tersebut. Banyak nama kemudian terseret, mulai dari kiper Markus Haris Maulana, yang dianggap membiarkan gawangnya dibobol dengan mudah, lalu Maman Abdurrahman, yang dianggap tidak melakukan pengawalan ketat kepada para penyerang lawan, serta Firman Utina, kapten tim, yang dianggap menjadi kunci dari tragedi yang terjadi Bukit Jalil pada tahun 2010 ini. Juga karena kegagalanya mengeksekusi penalti pada partai final putaran kedua yang digelar di Jakarta.

Dalam sebuah obrolan santai bersama penulis di pertengahan tahun 2017, Firman sedikit memberikan klarifikasi terkait apa yang sebenarnya terjadi di Stadion Bukit Jalil, 26 Desember 2010.

“Saya terkejut karena setelah final (AFF 2010) banyak beredar jika Firman Utina terlibat suap. Padahal, banyak yang tidak tahu bahkan untuk sekadar bertanding di laga tersebut, saya sampai mengorbankan banyak hal. Sebenarnya saya memaksakan diri untuk bermain, karena dokter tim saat itu menyebut bahwa saya tidak bisa bermain. Saya bersikeras, karena istilahnya saya ingin berjuang sampai akhir, sampai kaki saya benar-benar sudah tidak bisa digerakkan lagi.”

“Pertandingan memang saya akui berjalan tidak sesuai dengan perkiraan. Kami kemasukan dengan cepat. Memang ada beberapa kejadian yang boleh dibilang mengherankan. Tetapi ya, mungkin saat itu memang bukan rezeki kami. Saya pernah bilang ke Bepe (Bambang Pamungkas) ‘Gua bersumpah kalau memang gua terlibat suap, karier gua setelah ini (Piala AFF 2010) bakal hancur. Dan gua memohon keadilan kepada Allah jika yang memang terlibat suap, maka karier dia yang akan hancur setelah ini’,” ucap Firman.

Kasus ini seakan dilupakan bahkan hingga saat ini. Tidak pernah ada klarifikasi atau penjelasan yang betul-betul resmi terkait apa yang terjadi di Stadion Bukit Jalil tahun 2010 lalu. Meskipun sebenarnya, ucapan dari Firman sendiri, sedikitnya menggambarkan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Harapannya jelas bahwa suatu hari nanti akan ada pihak yang buka suara terkait tragedi yang begitu penuh misteri ini.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia