Dunia Amerika Latin

Marcelo Salas, ‘El Matador’ Cile di Piala Dunia 1998

Sebelum rakyat Chile mengidolakan Alexis Sanchez sebagai andalan lini depan tim nasional mereka, dunia lebih dulu mengenal Marcelo Salas. Ia adalah penyerang tangguh yang bersinar di Piala Dunia 1998 dan memiliki karier gemerlap di Liga Italia.

Penggemar sepak bola di dekade 1990-an pasti tak asing dengan nama Salas, yang seringkali diidentikkan dengan tandem sehatinya, Iván Zamorano. Uniknya, Salas malah memecahkan rekor Zamorano sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa Cile pada penyisihan Piala Dunia 2002 dengan gol ke-35-nya ketika melawan Bolivia.

Karier internasional pria kelahiran 24 Desember 1974 ini bermula pada tahun 1994, ketika ia menjalani debutnya untuk tim nasional Chile dalam usia 19 tahun. Kiprah sensasionalnya di klub Universidad de Chile menarik perhatian klub raksasa Argentina, River Plate. Salas lalu didatangkan ke Argentina pada tahun 1996 sewaktu masih berusia 22 tahun.

Setelah memenangi berbagai gelar domestik di Cile dan Argentina, Salas menjalani momen paling berkesan sepanjang kariernya. Ia menjadi pahlawan negara tersebut selama kampanye Kualifikasi Piala Dunia 1998, dengan mencetak 11 gol. Ia mencetak hat-trick dua kali, yaitu melawan Kolombia dan Peru, lalu memastikan Cile lolos ke putaran final Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak tahun 1982.

Di Piala Dunia 1998 yang berlangsung di Prancis, duet Zamorano dan Salas yang dikenal dengan singkatan ‘Za-Sa’ menyaingi kepopuleran duet Ro-Ro (Ronaldo dan Romario) di Brasil. Cile memang terhenti di babak 16 besar oleh Brasil, tapi Salas sukses menarik perhatian klub-klub besar Eropa berkat koleksi empat gol dalam empat pertandingan.

Pria asal kota Temuci ini akhirnya memulai petualangan di Eropa ketika direkrut Lazio pada tahun 1998. Ia menjadi salah satu sosok kunci tahun-tahun sukses Lazio yang memenangkan Piala Winners 1999, Piala Super Eropa 1999, dan gelar domestik dobel, yaitu Serie A Italia dan Coppa Italia 1999/2000.

Keberhasilan mendatangkan gelar Scudetto pertama bagi Lazio dalam 26 tahun terakhir itu menarik perhatian klub raksasa Italia lain, Juventus. Klub asal kota Turin ini akhirnya mendatangkan Salas dengan harga cukup spektakuler, 55 juta lira (sekitar 29 juta Euro) plus Darko Kovačević. Sayang, dua tahun masa baktinya di Juventus berlangsung seperti mimpi buruk. Akibat sering digerogoti cedera, Salas hanya bertahan selama dua musim dan tampil 26 kali dengan torehan empat gol.

Sisa kontraknya di Juventus akhirnya dihabiskannya dengan dua kali masa peminjaman ke Amerika Latin. Cukup disayangkan karena Salas justru meninggalkan Etopa di usia keemasan, yaitu 29 tahun. Ia juga gagal membawa Cile ke Piala Dunia selanjutnya setelah tahun 1998. Pada tahun 2003, Salas memutuskan untuk kembali ke River Plate sebelum akhirnya kembali ke klub masa mudanya, Universidad de Chile.

Pria berpostur 173 sentimeter ini menutup kariernya pada tahun 2009 dalam usia yang terbilang masih produktif, 33 tahun. Pertandingan perpisahan Salas dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 2009 di Estadio Nacional, Santiago, ibu kota Cile. Laga itu dihadiri para mantan rekan setimnya di timnas Cile Piala Dunia 1998, Universidad de Chili, River Plate, Lazio, dan Juventus.

Sekitar 50 ribu penonton hadir dalam laga perpisahan legenda berjulukan ‘El Matador’ tersebut. Ini menjadi bukti bahwa dirinya sangat dicintai di negerinya, meski perjalanan kariernya tergolong cukup singkat.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.