Kekalahan adalah sesuatu yang pahit dan menyakitkan. Hal ini pula yang baru saja dirasakan oleh klub asal Italia, Internazionale Milano. Dalam lanjutan Serie A 2017/2018 giornata ke-17, La Beneamata malah takluk dari Udinese di kandang sendiri dengan skor 1-3 (16/12).
Hasil minor itu membuat rekor tak terkalahkan mereka sedari awal musim putus. Bukan itu saja, Mauro Icardi beserta kolega harus rela posisi mereka di puncak klasemen sementara didongkel oleh Napoli dan Juventus.
Kekalahan dari tim asuhan Massimo Oddo jelas mengecewakan seluruh Interisti di penjuru Bumi. Lebih-lebih, cara Inter beraksi di pertandingan itu sungguh memuakkan.
Usai tampil kurang memuaskan sehingga butuh adu penalti buat menyingkirkan tim Serie C, Pordenone, di babak 16 besar Piala Italia (13/12), penampilan yang disuguhkan Inter justru semakin jeblok kala berjumpa Udinese.
Sektor pertahanan begitu rapuh, lini tengah kembali miskin kreativitas, sementara para juru gedor gagal mendapatkan ruang yang maksimal untuk menciptakan dan mengeksekusi peluang. Pada laga melawan Jakub Jankto dan kawan-kawan, Inter seolah kembali ke dalam mode semenjananya.
Tidak salah jika ada Interisti menyebut bahwa Inter pantas kalah melawan permainan Udinese yang jauh lebih efektif dan klinis. Tidak salah juga bila mereka mengungkapkan kekalahan ini bisa membuat Inter dan para Interisti sendiri kembali membumi.
Mesti diakui, keberhasilan Icardi dan kolega mencatat rekor tak terkalahkan sampai giornata ke-16, sempat memunculkan asa berlebih dari Interisti, termasuk membahas perebutan gelar Scudetto. Padahal, target utama yang dicanangkan manajemen kepada Luciano Spalletti dan anak asuhnya sejak memulai kompetisi adalah meloloskan La Beneamata ke Liga Champions.
Pahitnya kekalahan seringkali mengganggu kondisi mental sebuah tim. Dibutuhkan respons positif dari seluruh elemen yakni pemain, pelatih, manajemen dan bahkan suporter, agar tim dapat bangkit dan kembali ke jalan yang benar. Teruntuk Inter, setidaknya ada dua respons positif yang wajib diperlihatkan.
Respons di dalam lapangan
Dalam kolomnya di thesackrace, Chloe Beresford mengutarakan bahwa sejak mendarat pertama kali di Appiano Gentile, markas latihan Inter, sisi fundamental yang pertama kali direparasi oleh Spalletti adalah persoalan mental.
Sudah menjadi rahasia publik bila mentalitas Inter begitu bobrok dalam kurun beberapa musim terakhir. Penampilan apik yang berhasil mereka suguhkan di sejumlah pertandingan bisa hilang secara tiba-tiba sehingga performa tim merosot drastis dan akrab dengan hasil negatif. Akibatnya, La Beneamata sulit keluar dari krisis dan pencapaian mereka di musim kompetisi tersebut berujung nestapa.
Suka tidak suka, kekalahan dari Udinese kemarin harus dijadikan pelecut oleh Spalletti dan para penggawanya untuk tampil lebih baik di partai-partai selanjutnya. Hasil minor itu bukanlah akhir segalanya sebab musim kompetisi baru akan selesai bulan Mei 2018 mendatang.
Lucunya, keterpurukan Inter dalam beberapa musim pamungkas acapkali diinisiasi performa jeblok pada bulan Desember. Hal ini bak siklus menahun yang tak kunjung ditemukan solusinya.
Apalagi lawan-lawan yang mesti dihadapi La Beneamata di bulan terakhir kalender Masehi ini seringkali berputar-putar pada tiga klub yang sama yakni Udinese, Sassuolo, dan Lazio.
Spalletti tentu mengetahui masalah apa yang sedang hinggap di dalam skuatnya dalam beberapa pekan terakhir. Membenahinya sekaligus melakukan pendekatan guna memperkuat mental anak asuhnya jadi sesuatu yang tak bisa ditawar lagi. Inter harus cepat-cepat bangkit dan beraksi dengan lebih prima di atas lapangan.
Terlebih, masih ada Sassuolo dan Lazio yang menanti mereka di dua partai pamungkas Serie A plus laga Derby Della Madoninna melawan AC Milan pada fase 8 besar Piala Italia, sebelum masuk ke periode libur kompetisi sampai awal Januari nanti.
Hanya dengan tampil baik di tiga pertandingan itu saja, kondisi mental para penggawa Inter dapat melesat kembali. Di sisi lain, rasa khawatir Interisti bahwa siklus buruk yang berdampak pada penampilan Inter seperti yang terjadi di musim-musim sebelumnya juga akan lenyap.
Respons di luar lapangan
Dengan lantang, sejumlah pihak menyebut jika kegagalan tampil di kompetisi antarklub Eropa bisa memberi keuntungan bagi Inter musim ini. Pasalnya, tenaga mereka hanya akan terbagi di dua ajang domestik, Serie A dan Piala Italia.
Menyikapi keadaan tersebut, Interisti pun sepakat jika klub kesayangan mereka tak membutuhkan skuat yang kelewat gemuk. Namun sialnya, ada satu hal yang seringkali luput diperhatikan oleh Interisti yaitu kedalaman skuat.
Tak ada salahnya memang jika Inter cuma berisikan 20 sampai 22 pemain di skuat utamanya sekarang ini. Bahkan dengan jumlah tersebut, Spalletti diyakini sudah mempunyai banyak opsi untuk mengembangkan pola permainan yang berfungsi secara maksimal bagi Icardi dan kolega.
Akan tetapi, Interisti pun harus ingat jika kuantitas tak serta merta melahirkan kualitas. Berbekal skuat yang ada, Interisti tentu paham jika skuat ini tidak cukup dalam. Bukan soal banyaknya pemain dengan label bintang yang kudu dimiliki tim namun kesetaraan kualitas para penggawa utama dan pelapis.
Sebagai contoh, ketiadaan Borja Valero di lini tengah La Beneamata membuat mereka bermain layaknya ayam tanpa kepala. Tanpa gelandang berpaspor Spanyol tersebut, Inter begitu kesulitan mengatur ritme permainan, mendistribusikan bola sekaligus mengkreasikan peluang. Sejauh ini, belum ada sosok yang bisa menggantikan peran Valero sebagai dinamo permainan Inter.
Keadaan serupa juga muncul tatkala Icardi diistirahatkan Spalletti. Interisti tak perlu sungkan untuk mengakui presensi sang kapten di lini serang Inter merupakan teror yang mengerikan bagi pemain belakang lawan lantaran satu atau dua sentuhan presisinya kerap berujung gol sehingga La Beneamata dapat bermain lebih efektif. Eder Citadin dan Andrea Pinamonti sebagai opsi alternatif belum sanggup mengemban tugas itu dengan sama baiknya.
Jika keduanya absen, kondisi Inter bisa saja ada dalam bahaya. Sejumlah kekurangan itulah yang mau tidak mau, harus direspons positif oleh Inter dari luar lapangan. Utamanya di bursa transfer musim dingin nanti jika ingin tampil lebih baik.
Sebagai permainan yang mengandung risiko cedera cukup tinggi, tak ada jaminan mutlak bahwa Valero, Icardi atau bahkan penggawa pilar lainnya akan selalu fit, bukan?
Menggembleng para pemain cadangan agar kualitasnya bisa mendekati penggawa inti jelas bisa dilakukan. Namun mencari solusi lain, misalnya saja dengan mendatangkan pemain baru yang diyakini Spalletti punya kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan serta mudah diintegrasikan ke dalam tim adalah poin yang wajib dipertimbangkan.
Salah satu pos yang urgensinya begitu tinggi untuk diperkuat adalah gelandang. Inter sangat membutuhkan sosok genius yang bisa menjadi solusi atas keringnya kreativitas dari lini tengah sekaligus meringankan beban kerja Valero.
Karena dengan begitu, sejumlah masalah yang masih ada di dalam skuat Inter musim ini bisa dibereskan satu per satu sehingga La Beneamata dapat menampilkan performa yang lebih kompetitif dan utamanya, konsisten sampai akhir musim demi memenuhi target utama yang sudah dipasang sedari awal musim, lolos ke Liga Champions.
#ForzaInterPerSempre
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional