Suatu kali, Mario Götze pernah dipandang sebagai salah satu talenta terbesar yang pernah dimiliki Jerman. Namanya menjadi kunci skuat Dortmund-nya Jürgen Klopp yang mendominasi Bundesliga dari tahun 2010 hingga 2012, sekaligus ketika berhasil melaju hingga final Liga Champions 2013. Götze punya kecepatan, olah bola yang sangat baik, dan teknik mengumpan kelas dunia yang membuatnya dibandingkan dengan Lionel Messi kala muda.
Götze sudah membela timnas Jerman sejak tahun 2010 dan diprediksi kelak akan menjadi legenda bersama Borussia Dortmund, bergabung dengan nama-nama berkaliber besar seperti Andreas Möller, Jürgen Kohler, Sebastian Kehl, Stefan Reuter, dan pemenang Ballon d’Or, Matthias Sammer.
Namun sungguh disayangkan, terutama bagi pendukung Dortmund dan suporter Bundesliga, bahwa satu lagi anak muda fenomenal bakal dicuri dari tim papan atas Bundesliga oleh sang penguasa, FC Bayern München. Meroketnya nama Götze menjadi dipertanyakan ketika seorang pemain muda sensasional akan menghadapi persaingan berat memperebutkan satu tempat di skuat Bayern asuhan Pep Guardiola.
Yang diramalkan banyak orang betul-betul terwujud. Setelah tiga tahun mengecewakan bersama Bayern, “Super” Mario Götze kembali ke rumah pertamanya di Bundesliga, Borussia Dortmund, pada jendela transfer musim panas 2016.
Sekarang, si pemain sendiri menyesali keputusannya bergabung bersama Bayern. Oleh sebab itu, Götze begitu termotivasi untuk memperbaiki keadaan dengan Yellow Wall, suporter Dortmund, sekaligus memperbaiki karier yang stagnan.
Pernah menjadi pemain paling populer bagi Die Schwarz-Gelben, Götze harus membangun ulang kepercayaan yang sebelumnya sudah terbangun dengan Dortmund, menyembuhkan luka yang ia goreskan di hati Dortmund, setelah justru bergabung dengan sang rival, Bayern. Sebagai akibat penurunan performa selama membela Bayern, Götze harus berjuang mendapatkan hak satu tempat di tim utama Dortmund, sesuatu yang dahulu dianggap formalitas belaka.
Jalan Götze menuju penebusan bersama Dortmund terasa terjal. Setelah beberapa bulan awal yang tidak konsisten bersama Dortmund, Götze terlihat mulai menemukan pijakan. Namun, sayangnya, Götze dipaksa mengakhiri musim 2016/2017 lebih awal, tepatnya di bulan Januari, setelah hanya mencatatkan 786 menit di Bundesliga.
Saat itu, Götze dipandang sebagai salah satu dari 10 gelandang serang terbaik di Jerman. Ia membukukan 83 persen umpan sukses, dengan 55 persen terjadi di dalam kotak penalti lawan. Götze berada dalam jalur yang tepat menuju kelas elite Bundesliga, meski memang, perjalanannya masih jauh.
Götze sendiri dipaksa mengakhiri musimnya secara mendadak karena cedera. Namun bukan sembarang cedera. Götze didiagnosis punya kelainan yang langka di metabolismenya, yang dipercaya memengaruhi performanya ketika masih membela Bayern. Situasi ini membuat kritikan deras yang ia terima semasa bermukim di Säbenerstrasse dipertanyakan.
Götze, yang begitu sering absen ketika membela Bayern yang dilatih Guardiola, nampak kesulitan membangun kebugarannya. Di mana letak salahnya? Buruknya pemahaman taktik si pemain? Apakah Pep Guardiola, pada dasarnya, memang tak membutuhkan pemain dengan spesifikasi seperti Götze? Atau, apakah karena Götze sendiri yang tak bisa menjaga kebugarannya untuk bersaing memperebutkan satu tempat di skuat Bayern dan tampil secara rutin?
Apapun sumber masalah yang menyebabkan waktunya bersama Bayern berakhir dengan kekecewaan (sebuah topik yang bisa memicu perdebatan panjang), saat ini, Götze tak hanya sekadar memperjuangkan satu tempat di tim utama Dortmund, namun untuk kariernya.
Dari puncak kejayaan seperti ketika mencetak gol untuk kemenangan Jerman di Piala Dunia 2014, menuju lembah kekecewaan sembari memperjuangkan eksistensinya sebagai pesepak bola profesional, membutuhkan keteguhan hati. Götze menunjukkan keteguhan hatinya di musim panas yang lalu seiring rehabilitasinya untuk menyembuhkan kelainan metabolisme dimulai.
Tak pernah, sekali saja, Götze menunjukkan tanda-tanda sebagai orang yang kalah. Sikap positif ini menjadi pesan yang jelas bahwa tak hanya akan kembali bermain untuk Dortmund suatu hari nanti, Götze akan menjadi pesepak bola yang lebih hebat, melebihi performanya di tahun-tahun awal bersama raksasa Ruhrgebiet, termasuk dua kali menjadi juara. Proses ini akan menjadi pertarungan yang panjang nan berat melawan ketidakpastian. Keyakinan Mario Götze tak akan goyah ketika menghadapi cobaan ini.
Kemunculan kedua Super Mario
Götze memulai rehabilitasi panjang dan melalahkan melawan penyakit langka ini langsung setelah diagnosanya keluar. Götze didiagnosis menderita myopathy, sebuah kelainan langka yang menyebabkan melemahnya otot dan kelelahan. Program rehabilitasinya disesuaikan dengan kondisi tubuh dan diintensifkan setiap minggunya.
Setelah hampir sembilan bulan menjalani latihan intensif, Götze bergabung bersama rekan-rekannya di akhir Juli, di tengah kegiatan pra-musim Dortmund dengan menjalani tur musim panas di Asia. Ketika melawan tim Jepang, Urawa Reds, akhirnya, Götze merasakan menit pertamanya sejak Februari. Begini komentar Götze terkait setelah berhasil kembali bermain bersama tim utama:
“Ya, ini momen yang luar biasa. Saya sudah menjalani rehabilitasi selama lima bulan. Selama masa rehab, saya tidak bisa berlatih bersama tim. Jadi, momen ini menjadi terasa semakin indah bagi saya ketika kembali bisa bergabung dan berlatih bersama mereka lagi.”
Peter Bosz direkrut di bulan Juni untuk menggantikan Thomas Tuchel yang dipecat, yang mana justru menjadi kabar baik untuk Götze. Götze nampak tak cocok dengan sistem bermain Tuchel dan sering tak mendapatkan kesempatan bermain, bahkan ketika ia bugar.
Götze adalah pilihan pertama Bosz dalam skema 4-3-3 yang dibawa dari Ajax Amsterdam. Ketika musim 2017/2018 berjalan, Götze harus melakoni beberapa penyesuaian selama beberapa supaya mencapai level kebugaran yang dibutuhkan untuk bermain selama 90 menit penuh.
Akhirnya, Götze bisa bermain 90 menit penuh di penampilan keempat ketika dengan meyakinkan, Dortmund mengalahkan Borussia Mönchengladbach dengan skor 6-1. Berbeda dengan ketika dilatih Tuchel, kemampuan Götze nampak cocok dengan filosofi menyerang Bosz secara sempurna.
Götze kembali bermain ketika melawan Wolfsburg. Dortmund menang dengan skor 3-0 dan Götze sendiri bermain sangat baik selama 61 menit dengan mencetak satu asis. Pencapaian yang baik membuat Dortmund berhasil duduk di peringkat pertama Bundesliga setelah tujuh pertandingan.
Namun sayang, euforia tersebut berlangsung singkat. Meski sudah berjuang sekeras mungkin, Dortmund gagal terhindar dari performa buruk yang membuat mereka anjlok ke papan tengah selama putaran pertama Bundesliga. Cedera, dikombinasikan dengan keputusan-keputusan buruk Peter Bosz dan taktik yang terlalu kaku, membuat Dortmund terus-menerus kehilangan poin di delapan pertandingan.
Sementara itu, Götze tetap bisa mempertahankan level tinggi performanya dan secara konsisten menjadi salah satu penampil terbaik. Götze tampil di 10 pertandingan untuk Dortmund di Bundesliga dan lima kali di Liga Champions, sebelum cedera ligamen di kakinya membuat Götze harus kehilangan empat minggu karena absen sepanjang Hinrunde (putaran pertama) Bundesliga.
Meraba masa depan Mario Götze
Sebagai risiko buruknya lini pertahanan Dortmund, manajemen tak punya pilihan lain selain memecat Peter Bosz, terutama setelah bermain sangat mengecewakan ketika melawan Werder Bremen.
Sebagai gantinya, Dortmund menunjuk Peter Stöger, pelatih yang membawa FC Köln, dari 2. Bundesliga menuju kompetisi Eropa pertama bagi klub sejak seperempat abad yang lalu. Terlepas dari buruknya penampilan Köln musim ini, Stöger adalah pelatih yang cakap dan mungkin akan menjadi sosok yang tepat, di waktu yang juga tepat untuk Dortmund.
Saat ini, Götze tengah menjalani pemulihan dari cedera yang ia derita ketika tampil di Revierderby melawan FC Schalke. Performa Götze di laga tersebut adalah performa terbaiknya sejak kemenangan di awal musim atas VfL Wolfsburg.
Januari nanti, tepatnya di Rückrunde (putaran kedua), seharusnya Götze sudah bisa bermain. Peran dan posisinya masih belum jelas lantaran filosifi Stöger tentu sangat berbeda dengan yang dibawa Peter Bosz. Diperkirakan, Götze tetap akan menjadi pusat lini tengah Dortmund terlepas dari formasi dan pendekatan Stöger. Salah satu formasi yang mungkin digunakan Stöger adalah 4-1-2-3, yang akan memaksimalkan talenta Julian Weigl yang akan mengisi posisi “#6”.
Sebelum cedera, Götze dipandang sebagai salah satu dari 10 gelandang serang terbaik di Bundesliga. Sejauh musim ini, rata-rata umpan sukses pemain berusia 25 tahun tersebut mencapai 84 persen, dengan 53 persen terjadi di kotak penalti lawan. Sebagai tambahan, Götze menjadi gelandang serang dengan catatan umpan kunci tertinggi dengan rata-rata 2,8 per laga.
Meski memang masih harus bekerja keras sebelum bisa mencapai performa terbaiknya sebelum bermain untuk Bayern, masa depan bagi Götze terihat cerah. Menang melawan myopathy, Mario Götze kembali ke kebugaran terbaik sepanjang kariernya, membuka jalan untuk kembali menjadi salah satu bintang terbesar, baik untuk Dortmund asuhan Peter Stöger maupun bagi timnas Jerman yang dikemudikan Joachim Löw.
Author: Critty Smith (bundesligafanatic.com)
Critty besar di Amberg, Jerman, namun sekarang tinggal di Charleston, Carolina Selatan (Amerika Serikat). Ia mengikuti perkembangan sepak bola Bundesliga dan 2. Bundesliga. Ia juga pendukung klub Borussia Dortmund, namun tetap menikmati sepak bola Jerman secara keseluruhan. Pemain favoritnya adalah “Super” Mario Götze dan Christian Pulisic. Kalian bisa ikuti akun twitternya di @crittysmith.
Penerjemah: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)