Sebelumnya, kami telah membahas bahwa hubungan sedarah di sepak bola tak selalu berbuah manis. Ini dibuktikan dengan beberapa saudara kandung di sepak bola yang nasibnya berbanding terbalik 180 derajat. Kali ini, giliran anak-anak dari legenda pesepak bola yang gagal mengikuti jejak ayahnya menjadi pertanda bahwa tidak semua hubungan ayah dan anak di suatu profesi yang sama dapat berhasil.
Memang, nama-nama ini hanya segelintir saja, karena pada kenyataannya, banyak dari anak legenda sepak bola yang tak kalah, bahkan lebih sukses dari ayah kandungnya, seperti Paolo dan Cesare Maldini, Kasper dan Peter Schmeichel, Daley dan Danny Blind, dan masih banyak lagi.
Meskipun begitu, pada kenyataannya, tak jarang nama besar sang ayah malah membebani anaknya, dan meredupkan karier sang anak. Berikut ini adalah beberapa contoh dari anak pesepak bola yang gagal mengikuti jejak sang ayah:
Johan & Jordi Cruyff
Johan Cruyff bisa dikatakan sebagai seorang pionir di dunia sepak bola berkat terobosan-terobosannya yang revolusioner dalam permainan yang satu ini, baik sebagai pemain atau pelatih. Johan Cruyff dapat dikatakan sebagai pemain terbaik di dunia sepak bola, dan gerakan andalannya yang termasyhur, “Cruyff Turn” menjadi gerakan yang sering diduplikasi oleh pesepak bola generasi selanjutnya. Sebagai manajer, filosofi total football-nya adalah fondasi dari kesuksesan Barcelona hingga saat ini, dan mampu menginspirasi banyak manajer lainnya.
Sayang, sepertinya anaknya sendiri tak mampu ia inspirasi. Jordi Cruyff bukanlah sebuah nama besar di sepak bola, dan jauh levelnya di bawah sang ayah. Jordi memang menapaki karier di bawah asuhan sang ayah di Barcelona, dan sempat digadang-gadang menjadi pemain yang bagus hingga direkrut oleh Manchester United di tahun 1996.
Sayang, keputusannya untuk pindah ke Inggris terbukti tidak tepat, selama empat tahun berkarier bersama Setan Merah, ia hanya tampil sebanyak 34 kali. Sehabis itu, kariernya ia habiskan bersama klub-klub semenjana seperti Alaves, Espanyol, dan Metalurg Donetsk. Ia menutup karier bersama klub asal Malta, Valletta. Saat ini, ia menjabat sebagai manajer dari klub besar di Israel, Maccabi Tel Aviv. Memang, Jordi tak sepenuhnya gagal, namun jika dibandingkan dengan prestasi ayahnya, tentu rasanya seperti jauh sekali.
Franz & Stephan Beckenbauer
Der Kaiser atau Sang Kaisar bukanlah julukan yang disematkan kepada Franz Beckenbauer tanpa alasan yang jelas. Gaya permainannya memang terlihat seperti seorang raja, tegas, kokoh, namun juga anggun nan elegan. Ia adalah pemain bertahan yang cerdas, yang bahkan berhasil mendefinisikan peran libero atau sweeper dari cara bermainnya di lapangan. Legasinya untuk Jerman benar-benar luar biasa, ia berhasil mempersembahkan trofi Piala Dunia baik sebagai pemain maupun manajer.
Lain halnya dengan Stephan Beckenbauer, anak bungsu dari Sang Kaisar. Prestasi Stephan di sepak bola bahkan tak sampai seujung kuku yang ditorehkan oleh ayahnya. Mengikuti jejak ayahnya sebagai pemain bertahan, Stephan memang menjalani akademi sepak bolanya bersama Bayern München, klub terbaik di Jerman, namun tak sekalipun ia tampil bersama tim utama FC Hollywood.
Ia akhirnya dilepas oleh München dan bergabung ke klub tetangga yang berada di kasta bawah, TSV 1860 München di tahun 1988. Selain TSV, ia juga pernah tergabung bersama Kickers Offenbach, FC Grenchen, dan Saarbrucken. Di tahun 1997 ketika berusia 28 tahun, Stephan pun memutuskan bahwa kariernya sebagai pemain sepak bola tak dapat berjalan lebih jauh lagi. Ia pun pindah haluan menjadi seorang pemandu bakat dan pelatih tim junior. Kini, Stephan sudah tinggal tenang di sisi-Nya setelah di tahun 2015 lalu, ia meninggal dunia karena penyakit tumor otak.
Diego Maradona & Diego Sinagra
Siapa yang tidak tahu Diego Maradona. Sosok seorang tuhan di sepak bola ini adalah legenda sepak bola sejati. Digadang-gadang sebagai pemain terbaik sepanjang masa, nama Maradona bahkan memiliki penyembah (dan kuil!) sendiri di Argentina. Gelandang serang bogel berkaki kidal ini adalah satu-satunya pemain yang mampu memikul satu negara sendirian menjadi juara dunia.
El Pibe de Oro memang menjadi pesakitan di pengujung kariernya karena kasus doping, namun kisahnya sebagai pesepak bola tentu akan menjadi inspirasi bagi semua orang.
Kami akan kaget apabila Tribes tidak kenal dengan nama Diego Maradona, namun kami akan lebih kaget lagi apabila kalian pernah mendengar nama Diego Sinagra. Ya, Sinagra adalah anak pertama dari Maradona, hasil hubungannya dengan model asal Naples, kota di Italia tempat Maradona menjadi legenda di klub sepak bolanya (Napoli), yang bernama Cristiana Sinagra.
Sinagra kecil memang tak mengenal sosok ayah, karena Maradona adalah tipe laki-laki yang tak akan mengenali keturunannya yang berada di mana-mana, namun bagi Sinagra kecil, fakta bahwa pesepak bola seperti Diego Maradona adalah ayahnya tentu menjadi inspirasi bagi hidupnya.
Pria kelahiran tahun 1986 ini bergabung dengan akademi Napoli di tahun 1997, namun ia pindah ‘sekolah’ ke akademi Genoa di tahun 2004. Sayang, petualangannya bersama klub besar Italia mentok di level akademi. Selanjutnya, ia hanya bermain bagi tim-tim Serie D seperti Quarto dan Venafro.
Namun, ia berhasil menemukan jalan barunya di sepak bola pantai ketika tergabung bersama klub sepak bola pantai Napoli di tahun 2009. Ia pun mampu masuk timnas sepak bola pantai Italia, namun kariernya di sepak bola lapangan tak bisa dibandingkan dengan ayahnya.
Pele & Edinho
Rival berat Diego Maradona yang berasal dari Brasil, Pele dikatakan oleh banyak orang sebagai pesepak bola yang terbaik sepanjang masa, yang ia mampu buktikan dengan penghargaan Pesepak Bola Terbaik di Abad 20, sebuah pencapaian yang luar biasa hebat.
Pele adalah penyerang terbaik sepanjang masa, dan rekor golnya pun mendukung pernyataan tersebut. Dari total 1363 laga yang pernah ia mainkan, ia mampu mencetak 1281 gol! Tiga Piala Dunia pun mampu ia sumbangkan kepada Brasil, dan nama Pele tentu akan menjadi mitos bagi orang-orang di Negeri Samba tersebut.
Sayang baginya, anak tertuanya dari pernikahan pertama, Edson Cholbi do Nascimento, atau yang lebih dikenal dengan nama Edinho, tak mampu menjadi pesepak bola yang ia harapkan. Edinho adalah seorang kiper yang berkecimpung di Serie A Brasil di medio 1990-an.
Pria yang saat ini berumur 47 tahun itu tercatat paling banyak membela Santos, klub yang juga menjadi tempat ayahnya meniti karier, namun Edinho juga pernah mengenakan seragam klub lainnya seperti Sao Caetano, Santista, dan pensiun di Ponte Preta. Nasib Edinho pun kian malang karena saat ini ia tengah mendekam di penjara akibat kasus pencucian uang dari pengedaran narkoba di tahun 2015. Meskipun Edinho menyanggah tuduhan ini, ia tetap divonis kurungan selama 33 tahun. Sungguh ironis nasib anak Pele yang satu ini.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket