Albert Schweitzer, filsuf asal Jerman, pernah berkata bahwa kesuksesan bukanlah kunci dari kebahagiaan, sebab justru kebahagiaan yang merupakan kunci dari kesuksesan. Lakukan sesuatu yang kamu cintai, maka kamu akan sukses.
Kata-kata mutiara yang diucapkan Schweitzer ini mungkin menjadi pedoman hidup bagi Gonzalo Higuain, penyerang milik Juventus yang berasal dari Argentina. Menjadi seorang pesepak bola yang sukses, Higuain menjalani pekerjaannya dengan bahagia. Meskipun kariernya juga tak semulus yang orang kira, namun El Pipita mampu melewatinya dengan senyuman serta kebahagiaan. Berkat itulah, kini ia menjadi salah satu penyerang paling hebat di dunia.
Higuain mengawali kariernya bersama klub Argentina, River Plate, sejak tahun 1997 ketika usianya masih 10 tahun. Saat itu, Higuain kecil harus beradaptasi dengan gaya hidup di Argentina, karena ia lahir jauh di Eropa, tepatnya di Prancis, di kota Brest. Ketika ia kembali ke kampung halamannya, nama Gonzalo Higuain sendiri masih terdaftar menjadi warga negara Prancis, dan baru di tahun 2007, ia mendapatkan kewarganegaraan Argentina.
Darah sepak bola Higuain ternyata menurun dari ayahnya, yang merupakan mantan pesepak bola Argentina di medio 1980-an, Jorge Higuain, yang memiliki julukan El Pipa. Oleh karena itu, kini Gonzalo mendapat julukan sebagai El Pipita atau Pipa kecil.
Higuain memulai debutnya sebagai pemain senior di tahun 2005 ketika usianya baru menginjak 18 tahun. Saat itu, pemain yang satu ini sudah digadang-gadang menjadi pemain masa depan Argentina, dan anggapan itu tentu memiliki dasar yang kuat. Di musim keduanya bersama tim utama River, ia berhasil mencetak dua gol ke gawang Boca Juniors yang merupakan rival terberat River.
Hal ini tentu sulit dilakukan bahkan oleh pemain senior sekalipun, mengingat laga derbi dengan tajuk Superclasico ini tekanannya sangat besar. Di akhir tahun 2006, Higuain berhasil mencetak 10 gol dari 17 laga.
Karena bakatnya yang termasyhur ke seantero dunia, Higuain akhirnya diangkut oleh klub raksasa Spanyol, Real Madrid, di bursa transfer musim dingin musim 2006/2007 dengan biaya sekitar 12 juta euro. Di musim perdananya di Negeri Matador, penyerang klasik yang satu ini terlihat kesulitan untuk mencetak gol, namun secara keseluruhan, debutnya berlangsung cukup baik karena ia juga mampu melakukan link-up yang baik dengan rekan setimnya.
El Pipita baru mematenkan tempatnya sebagai juru gedr utama Los Blancos di musim 2008/2009, setelah Ruud van Nistelrooy mengalami cedera parah dan Klaas-Jan Huntelaar tak kunjung menemukan performa terbaiknya. Kesempatan tersebut benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Higuain. Ia berhasil mengakhiri musim dengan catatan 22 gol dan 12 asis di La Liga dari 34 pertandingan, sebuah catatan yang cukup apik.
Di usianya yang baru 21 tahun saat itu, penyerang Argentina ini mampu bersaing dengan nama-nama besar yang berada di klubnya, serta mulai dikenal dunia sebagai salah satu pencetak gol paling mematikan. Musim 2009/2010 berjalan lebih baik bagi dirinya. Meskipun Madrid merekrut Karim Benzema dari Olympique Lyonnais, peran Higuain tetap tak tergantikan, dan ia berhasil menjadi top skor Madrid di semua kompetisi dengan 29 gol dari 40 laga, dan berada di urutan kedua pencetak gol terbanyak La Liga di bawah Lionel Messi.
Baca juga: Siklus Apik Gonzalo Higuain di Benua Biru
Namun, kebahagiaan Higuain mulai surut ketika di musim 2010/2011, ia harus menderita cedera hernia yang membuatnya absen lama. Perannya sebagai pemain utama pun mulai tergeser Benzema, namun, pasca-pulih, ia kembali menunjukkan ketajamannya. Meskipun begitu, perlahan tapi pasti, Higuain tak lagi menjadi pilihan utama di kubu Los Merengues.
Alih-alih bertahan menjadi pilihan kedua, Higuain mengambil langkah mundur, namun baik untuk dirinya, dengan bergabung bersama klub Italia, Napoli, di musim 2013/2014. Terbukti, bersama klub yang bernaung di Italia Selatan tersebut, Higuain kembali menemukan kebahagiannya. Di Serie A yang terkenal akan tim-tim dengan kemampuan defensif yang ciamik, Higuain berhasil membuktikan bahwa anggapan itu tak berlaku bagi dirinya. Sejak dari musim pertamanya, ia sudah mampu memberikan teror bagi klub-klub lainnya di Serie A, dan puncaknya terjadi di musim ketiganya bersama Napoli, musim 2015/2016, ketika dalam satu musim ia berhasil menciptakan 36 gol di liga! Rekor tersebut mampu menyamai catatan yang dibuat oleh penyerang legendaris Torino, Gino Rosseti, di musim 1928/1929.
Sayangnya, klub seperti Napoli tampak gagal memenuhi ambisi Higuain dalam meraih trofi. Selama tiga musim di Naples, ia hanya sekali meraih trofi Coppa Italia di musim 2013/2014 dan satu trofi Supercoppa Italia di tahun 2014. Untung baginya, klub terbesar di Italia saat ini, Juventus, berminat memboyongnya, meskipun ia harus ditebus dengan harga mencapai 90 juta euro di awal musim 2016/2017.
Kepindahannya ke Juventus, yang merupakan rival berat Napoli, tentunya tak disukai oleh kubu Il Partenopei. Meskipun begitu, Higuain tak ambil pusing, karena bersama Juventus, ia mampu meraih trofi Serie A perdananya sekaligus masuk ke final Liga Champions. Di laga-laga perdananya bersama Il Bianconeri, Higuain sempat dibilang kelebihan berat badan, namun terbukti ketajamannya sama sekali tak berkurang. Perutnya yang subur menunjukkan bahwa ia bahagia, dan itu tak masalah selama ia masih rajin mencetak gol.
Perjalanan karier Higuain menunjukkan bahwa tak ada gunanya untuk bertahan di satu tempat, apabila kebahagiaan tak didapatkan. Sesekali, langkah mundur perlu diambil demi melangkah lebih jauh lagi, dan kritikan orang tak perlu didengarkan selagi kita masih melakukan pekerjaan kita dengan bahagia, karena bahagia merupakan kunci dari kesuksesan.
Happy birthday, Gonzalo Higuain!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket