Eropa Inggris

Berkenalan dengan Sistem Tiga Bek ala Jürgen Klopp

Eksperimen, bisa menjadi langkah awal sebuah penciptaan. Dan di sepak bola, eksperimen adalah salah satu usaha pelatih beradaptasi dengan segala kesulitan. Adalah Jürgen Klopp, pelatih Liverpool yang dengan berani bereksperimen menggunakan tiga bek, di mana dua dari tiga bek tengah adalah seorang gelandang.

Ketika melawan Brighton & Hove Albion, Klopp mencoba bereksperimen. Skema 4-3-3 dan beberapa kali menggunakan 4-2-2-2, ia ubah menjadi 3-5-2. Yang menarik adalah komposisi tiga bek tengah yang diturunkan mantan pelatih Mainz tersebut. Klopp menurunkan Dejan Lovren, dengan ditemani Emre Can dan Georginio Wijnaldum. Dua nama terakhir adalah pemain yang biasanya bermain sebagai gelandang sentral.

Biasanya, seorang pelatih memainkan gelandang sebagai bek tengah lantaran personel bek tengah mereka tengah berhalangan hadir. Klopp sendiri tak bisa memainkan Joel Matip karena cedera otot paha. Klopp sendiri memperkirakan Matip bisa absen hingga satu bulan. Namun, ada kemungkinan juga penyembuhan berjalan lebih cepat.

Sementara itu, Ragnar Klavan, bek tengah Liverpool lainnya, tak tercatat sedang cedera. Jadi, kemungkinan, Klopp memang tak yakin dengan Klavan untuk menghadapi Brighton, atau memang murni ingin mencoba pendekatan baru. Yang pasti, usaha eksperimen Klopp berjalan dengan baik, jika menengok skor akhir 1-5 untuk kemenangan The Reds.

Selain menurunkan Wijnaldum dan Emre Can sebagai bek tengah, Klopp juga memainkan James Milner. Gelandang veteran asal Inggris tersebut menemani Jordan Henderson sebagai dua gelandang. Peran keduanya cukup fleksibel, yaitu sebagai gelandang bertahan, atau gelandang sentral, menyesuaikan dengan situasi pertandingan.

Sementara itu, untuk posisi bek sayap kanan, Klopp menurunkan Trent-Alexander Arnold. Untuk pos bek sayap kiri, diisi Andrew Robertson. Keduanya akan naik cukup tinggi ketika (keduanya atau salah satu) bek tengah Liverpool mulai menguasai bola dan melakukan progresi ke depan. Di depan, Roberto Firmino bermain berdekatan dengan Mohamed Salah, sementara Philippe Coutinho sedikit di belakang mereka dengan penempatan posisi di halfspace kiri.

Perhatikan ilustrasi di bawah ini:

Ketika Liverpool masuk ke fase pertama penguasaan bola, baik Emre Can dan Wijnaldum akan bergerak ke atas. Sementara itu, Henderson akan mempertahankan posisinya di lapangan tengah dan Milner naik ke depan berdekatan dengan Salah atau Coutinho. Di belakang, Lovren menjaga jarak dengan Emre Can dan Wijnaldum yang bergerak naik.

Situasi ini membentuk pola tiga gelandang yang hampir sejajar di lapangan tengah. Ada dua tujuan dari penciptaan situasi ini. Pertama, memastikan Liverpool tetap punya cukup jumlah pemain di lapangan tengah ketika masuk ke progresi fase pertama. Kedua, memastikan progresi itu sendiri berjalan dengan bersih.

Emre Can dan Wijnaldum, pada dasarnya adalah gelandang. Sehingga, kemampuan keduanya mendukung fase pertama progresi menyerang ini. Ingat, posisi pemain dan peran pemain adalah dua hal yang berbeda.

Jika di atas kertas Emre Can dan Wijnaldum didaftarkan sebagai bek tengah, di atas lapangan, keduanya tetap berperan sebagai gelandang. Tentunya, peran tersebut terjadi di dalam konteks yang jelas, yaitu ketika Liverpool masuk ke fase pertama progresi menyerang.

Perhatikan juga jarak antara Lovren dengan Emre Can dan Wijnaldum yang naik ke tengah. Jarak tersebut memang pada dasarnya cukup lebar.

Tujuan pemosisian diri Lovren adalah sebagai antisipasi bola jauh dari Brighton yang diarahkan ke belakang lini pertahanan. Nampaknya, Klopp belajar dari cara Tottenham Hotspur menembus lini pertahanan Liverpool, yaitu dengan mengeksploitasi ruang di belakang lini pertahanan.

Bagaimana bentuk pertahanan Liverpool ketika bertahan?

Seperti lumrahnya tim yang bermain menggunakan tiga bek tengah, ketika masuk dalam proses bertahan, dua bek sayap akan turun ke bawah membentuk pola lima bek. Namun, ada catatan menarik dari cara Klopp memosisikan barisan pertahannnya. Perhatikan ilustrasi di bawah ini:

Ketika sudah masuk dalam fase bertahan, posisi bek sayap pada posisi bola (Arnold) akan sedikit lebih tinggi ketimbang barisan bek. Tujuannya adalah ikut menekan pemain lawan yang menguasai bola, sehingga di area tersebut, Liverpool menang jumlah pemain.

Sementara itu, bek sayap di posisi jauh dari bola (Robertson), akan turun dan sejajar dengan tiga bek di tengah. Akibatnya, terbentuk pola empat bek di depan penjaga gawang.

Lantas, keuntungan apa yang didapat Liverpool dengan pendekatan ini?

Pertama, keleluasaan menguasai bola ketika melawan tim yang bertahan begitu dalam dan berusaha menurunkan tempo permainan. Pemosisian Emre Can dan Wijnaldum yang naik ke tengah membuat Liverpool bisa mensirkulasikan bola dari sisi ke sisi dengan mudah. Selain itu, Liverpool menang jumlah pemain di dekat area sepertiga akhir lapangan.

Akibatnya, Liverpool bisa menciptakan berbagai situasi berbahaya menggunakan keunggulan jumlah pemain dan penjagaan penguasaan bola. Meski Brighton bertahan sangat dalam, Liverpool selalu punya solusi untuk mendapatkan ruang di depan kotak penalti.

Keuntungan kedua tentu membuat Liverpool lebih nyaman ketika bertahan. Sama seperti proses mereka membangun serangan, situasi menang jumlah ketika bertahan juga menguntungkan. Ketika berhasil memenangi bola, Liverpool bisa melakukan serangan balik cepat menggunakan Salah dan Firmino sebagai kanal. Serangan balik adalah salah satu kelebihan skuat Liverpool saat ini.

Skema tiga bek ini memang tak selalu bisa dimainkan. Situasinya sama seperti skema 4-4-2 atau 4-2-2-2 yang pernah diterapkan Liverpool. Ketiga taktik ini harus disesuaikan dengan lawan Liverpool sendiri.

Untuk memenangi penguasaan bola, skema 3-5-2 akan cocok. Ketika melawan tim yang lebih kuat, Liverpool bisa bertahan lebih dalam menggunakan 4-4-2 dan mengincar serangan balik. Maka, yang pasti, perbendaharaan taktik Klopp sudah bertambah, pun bervariasi. Menarik untuk menunggu pendekatan Klopp di setiap laga.

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen