Kedua tim melaju ke final dengan raihan yang sedikit berbeda.
Persija Jakarta harus bersusah payah mengalahkan Persmin Minahasa, Persekaba Badung, dan PSMS Medan lewat keunggulan agregat tipis di fase gugur. Adapun skor terbesar Macan Kemayoran di turnamen ini adalah ketika menang 7-2 atas Persikad Depok di putaran pertama, tapi di putaran kedua harus berjuang ekstra keras untuk membalikkan keadaan melawan Persita Tangerang.
Situasi berbeda justru dialami Arema Malang. Sejak putaran pertama mereka selalu unggul agregat besar melawan Persela Lamongan (4-2), Deltras Sidoarjo (7-0. leg kedua Deltras walk out), PSDS Deli Serdang (6-2), Persegi Gianyar (6-0. menang WO di dua leg), dan PSS Sleman (5-0).
Namun, bukan berarti Arema mutlak menjadi unggulan di laga puncak ini. Venue pertandingan yang bertempat di Stadion Utama Gelora Bung Karno jelas menjadi keuntungan bagi Persija, karena terletak di wilayah mereka sendiri. Maka tak heran jika dari 55 ribu penonton yang hadir saat itu, warna oranye lebih mendominasi di tribun.
Persija asuhan Arcan Iurie langsung menekan Arema sejak menit pertama. Duet Adolfo Fatecha dan Roger Batoum di lini depan disokong dua oleh gelandang kreatif dalam diri Deca Dos Santos dan Lorenzo Cabanas meembuat alur serangan Persija mengalir lancar.
Terlebih, lima bek yang diturunkan saat itu yakni Ortizan Solossa, Charis Yulianto, Aris Indarto, Hamka Hamzah, dan Ismed Sofyan, ditambah daya juang Francis Wewengkang di depannya, memberi rasa aman bagi para juru gedor Macan Kemayoran untuk melakoni tugasnya.
Kemudian di kubu Arema, trio Warsidi, Claudio Jesus, dan Sunar Sulaiman mati-matian menjaga area mereka. Dibantu dengan dua bek sayap lincah dalam diri Alex Pulalo dan Erol Iba, Arema memulai pertandingan dengan lambat, lebih banyak menunggu kesempatan untuk melancarkan serangan balik.
Sebabnya, lini tengah dan depan mereka sangat mumpuni untuk melakukan strategi ini. Sang kapten, I Putu Gede, dibantu dua playmaker jempolan yaitu Firman Utina dan Joao Carlos, selalu siap mengirimkan umpan matang kapanpun untuk dua singa lapar di lini depan, Franco Hita dan Emaleu Serge, dalam formasi 3-5-2 ala Benny Dollo.
Satu persamaan yang dimiliki kedua tim adalah, mereka sama-sama memarkir kiper utama. Di Persija, Mukti Ali Raja turun menggantikan Hendro Kartiko, sedangkan Arema memercayakan posisi di bawah mistar pada Silas Ohee, deputi Kurnia Sandy.
Mungkin, keputusan kedua tim untuk memainkan kiper kedua mereka berujung pada gol pertama yang diderita. Di menit ke-12, Fatecha memanfaatkan kesalahan Silas Ohee untuk menjebol gawang Arema, dan 8 menit berselang giliran Franco Hita yang berselebrasi usai tendangannya gagal diantisipasi dengan baik oleh Mukti Ali Raja.
Drama babak kedua
Tak ingin mengecewakan ribuan Jakmania yang hadir di stadion maupun yang menonton lewat layar kaca, Persija kembali mengambil inisiatif serangan di babak kedua. Melalui Ortizan dan Ismed, keduanya berulang kali mengirim umpan silang, mengincar Batoum yang berpostur tinggi besar.
Peluang emas kemudian didapat Ortizan lewat tendangan melengkung dari luar kotak penalti, tapi hanya menyentuh mistar gawang Arema. Begitu pula dengan gol Serge yang dianulir lantaran dianggap melanggar Mukti.
Terus menekan, Persija akhirnya harus menanggung akibatnya. Solo run Firman Utina dari tengah lapangan membelah pertahanan Persija, Melewati hadangan Hamka Hamzah, tak mampu dikejar Ismed Sofyan, dan berujung pada gol kedua Arema.
Firman Utina berlari ke arah tribun pendukungnya, dan Aremania bersorak, sebuah aksi individu yang sangat luar biasa dari pemain yang saat itu baru berusia 23 tahun.
Namun, keunggulan itu hanya bertahan dua menit. Claudio Jesus dianggap melakukan handball di kotak terlarang, dan berujung penalti yang diselesaikan dengan sempurna oleh Batoum. 2-2 skor sementara.
Sepat diwarnai kartu merah Aris Indarto dan Alex Pulalo yang berujung pada mogoknya pemain Arema karena insiden yang melibatkan nama terakhir, pertandingan akhirnya dilanjutkan dan momen dramatis itupun tiba.
Empat menit jelang bubaran Firman Utina kembali menunjukkan magisnya. Kombinasi satu-dua dengan Joao Carlos diselesaikan dengan manis oleh nama pertama dan membawa Arema unggul, seakan menjadi gol kemenangan malam itu, Namun di menit ke-89, Kurniawan Dwi Yulianto yang baru masuk menggantikan Cabanas membuat Persija menyamakan skor.
Perjuangan yang luar biasa dari kedua kesebelasan, dan laga harus dilanjutkan ke babak tambahan.
Di 15 menit pertama inilah Firman mengukuhkan dirinya sebagai pahlawan Arema. Menerima umpan terobosan Franco Hita di menit ke-96, Firman mencocor bola yang lagi-lagi gagal diamankan dengan sempurna oleh Mukti Ali Raja.
Skor 4-3 pun bertahan hingga akhir, dan inilah salah satu partai puncak terbaik di turnamen pendamping liga domestik. Sejak hattrick-nya saat itu, nama Firman Utina mulai banyak diperbincangkan orang, dan sisa ceritanya adalah sejarah.
Selamat pensiun, sang jenderal lini tengah dari Manado! Namamu akan selalu hidup dalam sanubari kami, pencinta sepak bola nasional.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.