Apakah perubahan selalu berorientasi pada perbaikan?
Dalam konteks jabatan seorang pelatih tim sepak bola, pertanyaan tersebut bisa jadi betul namun bisa jadi sebaliknya, tergantung dari sisi mana Anda melihatnya.
Menang besar atas Austria di Liga Europa nampaknya tidak menjadikan bahan pertimbangan besar bagi AC Milan atas posisi pelatih. Kemarin, (27/11), Vincenzo Montella resmi didepak dari kursi kepelatihan I Rossoneri.
Hasil imbang di San Siro pada laga melawan Torino akhir pekan kemarin, dan kekalahan atas Napoli, boleh dibilang menjadi pemicu diputusnya kontrak kerja Montela. Namun, semua orang tahu bahwa posisi Montella memang tak pernah nyaman. Hasil-hasil minor (hanya dua kali menang di 9 laga) dan desakan Milanisti yang sudah kadung bersemangat di awal musim, menjadi alasan kenapa Montella harus hengkang.
Melalui akun resminya, Milan lantas menunjuk Gattuso, legenda Milan yang dikenal keras itu, untuk mengisi kursi kepelatihan hingga Juli mendatang.
Agak ironis sebenarnya, ketika di awal musim ini euforia AC Milan membubung berkat gelontoran dana besar dari si pemilik baru hingga begitu takaburnya menyebar riya’ dengan tagar #wearesorich di media sosial. Sekarang, belum habis setengah musim, Milanisti harus (dipaksa) menerima kenyataan bergantung pada sosok seperti Gattuso hingga akhir musim.
Apakah langkah memecat Montella dan menggantinya dengan Gattuso adalah langkah yang, katakan saja, mempunyai target besar?
Langkah ini lebih seperti seorang mantan miliarder yang bangkrut, lantas kemudian menang undian miliaran lagi, lalu kemudian menyesal kenapa uangnya habis dipakai untuk memenuhi hasrat foya-foya akan sesuatu yang lama dipendam.
Rasanya saya sulit untuk meyakini bahwa perubahan di kursi kepelatihan AC Milan ini semata-mata berorientasi pada perbaikan secara teknis. Sebab, sebuah perubahan yang hanya untuk sesuatu bersifar jangka pendek, sosok yang mengganti tak selalu lebih baik dari sebelumnya. Sebuah perubahan bisa jadi hanya untuk meredam sesuatu, berupaya untuk membuat keadaan kembali normal.
Dalam organisasi, suatu pemberhentian ataupun mutasi (pemindahan tugas kerja) tidak melulu soal gejala teknis, namun ada satu hal yang cukup penting dari itu, yakni psikologis.
Gattuso mengawali karier kepelatihannya hanya tiga bulan sebelum akhirnya dipecat oleh FC Sion. Setelah itu, ia ditunjuk untuk menjadi pelatih Palermo B yang apesnya juga tak berjalan lama setelah gagal memberikan kemenangan. Setelahnya? Ia melatih Omilos Filathlon Irakleiou, sebuah klub asal pulau Crete di Liga Yunani. Kali ini, ia yang mengundurkan diri dari kursi pelatih OFI Crete.
Pertengahan 2016, ia melatih Pisa, tim yang waktu itu berlaga di Serie B, dan di tangan Gattuso, Pisa terdegradasi ke Serie C. Setelahnya, ia memutuskan untuk hengkang dan lantas dipanggil Milan untuk melatih tim Primavera.
Dari jejak kepelatihan semacam itu, jelas Gattuso bukanlah pangeran penyelamat yang memangkas jarak 18 poin dari pemuncak klasemen, Napoli. Gatusso adalah keputusasaan akan persaingan yang belum mencapai setengah jalan. Gattuso adalah satu-satunya pintu yang terlihat di sisi lorong, yang kita tahu di balik pintu itu bukanlah jalan keluar.
Semoga saya salah. Satu-satunya hal yang patut ditunggu dari Gattuso di Milan adalah siapa saja yang bakalan merasakan tamparan si badak, sebagaimana yang ia lakukan kepada asistennya ketika melatih Pisa.
Author: Rizal Syam