Eropa Inggris

Rapuhnya Generasi Emas Tottenham Hotspur

Sudah tiga musim terakhir, kerja Mauricio Pochettino untuk Tottenham Hotspur mendapatkan apresiasi. Manajer asal Argentina tersebut berhasil membangun skuat yang segar, dengan komposisi pemain muda sebagai dasar. Generasi emas, menjadi salah satu tajuk. Namun sayang, di balik apresiasi tersebut, generasi emas Tottenham ternyata begitu rapuh.

Skuat Tottenham saat ini diisi banyak pemain yang sudah memasuki usia emas bagi pesepak bola. Tak ada patokan yang pasti sebenarnya soal usia emas ini. Oleh karena itu, untuk tulisan ini, kita bisa bersepakat bahwa usia emas untuk pesepak bola adalah rentang 23 hingga 30 tahun. Spurs punya banyak pemain yang masuk dalam rentangan usia emas.

Dari penjaga gawang, Spurs punya sosok Hugo Lloris, salah satu kiper yang punya nama di sepak bola Eropa. Penjaga gawang berusia 30 tahun ini bahkan menyandang status sebagai kapten. Sebuah gambaran bahwa generasi emas Spurs pun dipimpin oleh sosok pemain yang belum memasuki usia senja.

Barisan pertahanan Spurs dijaga oleh beberapa pemain yang tak hanya masuk usia emas, tapi mereka ini bahkan bisa disebut sudah matang dan penuh pengalaman. Skuat pertahanan inti biasa diisi Jan Vertonghen yang sudah berusia 30 tahun. Bek asal Belgia ini ditemani oleh bek tengah lainnya yang juga berasal dari Belgia: Toby Alderweireld, yang lebih muda dua tahun (28 tahun).

Tiga sosok di atas: Lloris, Vertonghen, dan Alderweireld merupakan tiga pemain yang terbilang “senior” yang menjadi tulang punggung generasi emas untuk lini pertahanan. Nah, dua bek sayap yang mengapit bek tengah diisi Kieran Tripper dan Dany Rose. Menariknya, keduanya sama-sama berusia 27 tahun.

Pelapis Tripper adalah Serge Aurier, bek kanan baru yang didatangkan dari Paris Saint-Germain. Bek asal Pantai Gading ini berusia 24 tahun dan jelas termasuk ke dalam generasi emas.

Untuk lini tengah Spurs diisi oleh Eric Dier, Victor Wanyama, Moussa Dembele, dan Christian Eriksen. Berturut-turut, usia mereka adalah 23, 26, 30, dan 25 tahun. Untuk pos lini tengah, Spurs bahkan punya dua pemain muda, menjelang usia emas, yang berhasil mendobrak tim inti. Mereka adalah Dele Alli dan Harry Winks. Keduanya baru berusia 21 tahun.

Dua pemain sayap yang dipercaya Pochettino adalah Son Heung-min dan Eric Lamela. Usia mereka? sama-sama masih 25 tahun. Dan yang paling akhir, tentu saja Harry Kane, sosok yang begitu diandalkan, yang kesehatannya memengaruhi performa Spurs. Usia Kane? Masih 24 tahun dan sudah menjabat sebagai wakil kapten.

Faktor skuat yang didominasi banyak pemain di usia muda membuat Spurs terlihat begitu bertenaga. Ditambah pendekatan Pochettino, Spurs menjadi salah satu tim yang cukup sering merepotan tim-tim empat besar tradisional Liga Primer Inggris.

Baca juga: Tottenham Hotspur Memang Berkembang, Tapi….

Bahkan, musim lalu ketika berhasil mengakhiri musim di atas Arsenal untuk pertama kalinya sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, narasi power shift di London Utara sempat mengemuka. Namun, malang bagi Spurs, hanya dengan satu kekalahan atas Arsenal minggu lalu, narasi tersebut runtuh dengan sendirinya.

Begitu mudahnya narasi tersebut runtuh, menjadi bukti bahwa di balik skuat Spurs yang bertenaga ini, para generasi emas sangat rapuh.

 

Tottenham Hotspur terus berkembang

Faktor juara

Pesepak bola, membela sebuah klub tentu tujuannya untuk menjadi juara. Kesetiaan memang ada, namun sudah menjadi barang langka untuk dunia sepak bola saat ini. Hasrat untuk menjadi juara itulah yang bisa mengancam masa depan generasi emas Spurs. Sedikit trivia, TERAKHIR KALI Spurs mengangkat piala adalah pada musim 1990/1991, yaitu Piala FA.

Dan kapan tepatnya TERKAHIR KALI Spurs menjuarai Liga Inggris? Tepatnya pada musim 1950/1951, yang bahkan bapak saya masih balita saat itu. Catatan puasa gelar Liga Inggris ini menjadi salah satu masalah bagi generasi emas. Mengapa? Karena selama membela Spurs, generasi emas tak pernah  betul-betul dekat dengan frasa “hampir juara”.

Jika “hampir” saja belum, tentu masuk akal apabila keinginan untuk hengkang mulai berkecambah di hati masing-masing penghuni skuat generasi emas ini.

Di awal musim 2017/2018, nama Kane paling santer menghiasi halaman utama media-media Eropa. Tentu bukan soal keberhasilan Kane membawa Spurs menjadi juara. Namun, soal masa depan Kane, yang nampaknya tak akan lama lagi bersama Bunga Lili Putih. Nama Kane sudah dihubungkan dengan Real Madrid.

Raksasa Spanyol tersebut tentu sudah menyiapkan regenerasi untuk Karim Benzema. Dan bergabung dengan Madrid, jika dilogika, akan membuat Kane semakin dekat dengan status juara. Celakanya, situasi yang sama juga terjadi kepada Dele Alli. Pesepak bola muda yang banjir pujian itu juga masuk dalam radar Los Blancos.

Jika keduanya hengkang, bukan tidak mungkin, para pemain Spurs juga menginginkan hal yang sama. Ukuran kebahagiaan seorang manusia tentu sangat beragam. Dan apabila tolok ukurnya adalah menjadi juara, generasi emas Spurs bisa buyar dalam waktu dekat.

 

ketidaksukaan Pochettino terhadap Alli

Faktor Pochettino

Sama seperti Kane dan Alli, nama Pochettino juga diperkirakan tidak akan lama melatih Spurs. Tentu sangat sulit, di sepak bola modern ini, ada pelatih yang bisa bertahan lebih dari 20 tahun bersama satu klub, seperti yang dilakukan Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger.

Dan juga sama seperti Kane dan Alli, Pochettino masuk dalam bursa pengganti Zinedine Zidane, apabila suatu saat nanti meninggalkan jabatannya sebagai pelatih Madrid. Bisa terjadi juga, Pochettino hengkang terlebih dahulu, menuju Madrid dan membawa dua anak emasnya: Kane dan Alli.

Skuat yang apik di atas kertas, namun rapuh di kenyataan. Masa depan generasi emas Spurs akan runtuh hanya dengan kibasan uang dan kemolekan gelar juara. Jika sudah begitu, mau sampai kapan pendukung Spurs memimpikan tim kesayangannya berdiri di balkon sebuah stadion dan berjingkrak-jingkrak mengangkat piala bergengsi?

Apakah pendukung Spurs harus berganti mendukung Bhayangkara FC hanya untuk merasakan juara? Masuk akal.

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen