Eropa Inggris

Fabian Delph: Berkah Tuhan bagi Mereka yang Sabar dan Tawakal

Hidup manusia memang penuh misteri, terlebih ketika berbicara dinamika lapangan hijau. Hari ini menjadi pemain terbuang, hari esok menjadi pemain kunci. Roda nasib dengan corak yang sama menggelinding untuk Fabian Delph. Hanya dengan kesabaran dan tawakal kepada Tuhan, nasib Delph berubah 180 derajat. Alhamdulillah.

Musim panas yang lalu, Pep Guardiola dan Manchester City melakukan “cuci gudang”. Manchester Biru melepas cukup banyak pemain yang sudah tak muda lagi, dan terutama mereka yang tak mendukung skema bermain Guardiola. Mulai dari Pablo Zabaleta, Gael Clichy, Aleksandar Kolarov, hingga Bacary Sagna.

Jika diperhatikan lagi, memang banyak bek sayap yang tak diinginkan lagi oleh Guardiola. Maklum, dalam skema bermain pelatih asal Spanyol tersebut, keberadaan bek sayap modern cukup penting. Untuk alasan yang sama, City memboyong tiga bek sayap sekaligus, yaitu Kyle Walker, Danilo, dan Benjamin Mendy.

Nama terakhir langsung menjadi pilihan utama lantaran hanya ada satu bek sayap kiri yang dimiliki City. Bek kiri asal Prancis tersebut mampu beradaptasi dengan cepat setelah bergabung dari AS Monaco di musim panas yang lalu. Segala kemampuan Mendy memang menjadi kebutuhan yang dicari Guardiola akan sosok bek sayap modern.

Masalah terjadi ketika Mendy cedera, apalagi dalam waktu yang lama. Pernah suatu kali Guardiola berseloroh bahwa Mendy baru akan kembali apabila City berhasil mencapai babak semifinal Liga Champions. Meski terdengar berkelakar, ternyata cedera lutut yang diderita Mendy memang cukup parah. City dihadapkan pada dilema.

Salah satu pilihan yang tersedia adalah memainkan Danilo atau Walker sebagai bek kiri. Tentu masuk akal memainkan keduanya, yang berposisi asli bek kanan menjadi bek kiri. Adaptasi tak akan memakan waktu lama karena jenis posisi yang hampir sama. Meski terdengar masuk akal, namun Guardiola berkata lain.

Guardiola justru memilih memainkan Fabian Delph sebagai bek sayap kiri. Perjudian yang tak hanya menguntungkan bagi tim, namun juga untuk karier si pemain. Maklum, di musim panas yang lalu,nama Delph termasuk di dalam daftar pemain yang berpotensi dijual. Beberapa klub lokal Inggris pun sudah melakukan pendekatan.

Tak ada tawaran yang menarik, pun si pemain yang begitu ingin bertahan, maka manajemen City mengeluarkan nama Delph dari daftar jual. Risikonya, pemain asli Inggris tersebut harus bersabar, bahkan harus tawakal mengingat lini tengah City diisi pemain berkaliber besar. Atas kesabaran dan tawakal itu, Delph mencapai level katarsis ketika mendapatkan kesempatan…sebagai bek kiri.

Evolusi

Seperti yang kita ketahui, posisi favorit Delph adalah gelandang sentral, dengan peran sebagai box-to-box. Sempat dikhawatirkan pemain berusia 27 tahun tersebut akan kesulitan beradaptasi dengan peran barunya sebagai bek sayap.

Bahkan, jika melihatnya bermain, Delph bertingkah seperti seorang inverted wing-back, atau bek sayap yang lebih sering bergerak masuk ke lapangan tengah. Padanan yang tepat untuk menjadi contoh adalah Philip Lahm bersama Bayern München. Hebatnya, Delph bukan bek sayap murni seperti Lahm.

Mengapa Guardiola justru menggunakan Delph, yang notabene seorang gelandang menjadi bek sayap, ketimbang memanfaatkan Danilo atau Kyle Walker?

Jawabannya: karena pelatih City adalah Guardiola. Mantan pelatih Barcelona tersebut ingin “memanen” segala kelebihan fisik dan stamina gelandang box-to-box untuk dijadikan bek sayap ala Guardiola. Maklum, bek sayap dalam sistem Guardiola tak hanya soal berlari menyisir lapangan menyediakan diri untuk menerima umpan di sisi lapangan.

Ia juga harus bisa terlibat dalam “permainan di tengah lapangan” (dari outside ke inside). Maka, menjadi masuk akal apabila area bermain bek sayap akan semakin luas. Dibutuhkan stamina untuk menunjang pergerakan dinamis dan fleksibilitas pergerakan bek sayap dalam sistem Guardiola.

Sistem Guardiola untuk bek sayap bisa sangat kompleks jika dijelaskan lewat pergerakan di atas lapangan. Segala pergerakan membutuhkan tingkat pemahaman dan kecepatan berpikir dari para pemainnya. Oleh sebab itu, sistem Guardiola bisa sangat menyiksa (demanding) untuk semua pemain, tak terkecuali, atau bahkan terutama bek sayap.

Maka, stamina dan daya tahan sosok gelandang box-to-box menjadi dasar evolusi posisi dan peran Delph bersama City.

Guardiola sendiri tak hanya memanen aspek stamina saja dari Delph. Pelatih asal Spanyol tersebut bisa membantu Delph mencapai level terbaik, bahkan mungkin yang terbaik selama berkarier di level tertinggi Liga Primer Inggris. Mencapai level terbaik artinya membantu si pemain menyadari kelebihan-kelebihan yang selama ini tak terlihat.

Salah satu yang terlihat adalah tingkat kecerdasan Delph yang selama ini sangat jarang dibicarakan. Jelas, tanpa kecerdasan, seorang pemain tak punya masa depan di dalam skuat Guardiola. Apalagi ketika kecerdasan itu ditunjang oleh work-rate yang tinggi, maka, si pemain akan sangat menikmati sistem yang dibangun oleh Guardiola.

Kelebihan kedua adalah teknik mengumpan bola Delph yang cukup baik. Ia bukan Lahm atau Dani Alves yang jeli menemukan kawan di sepertiga akhir lapangan. Delph pintar menyeleksi tujuan umpan, membuat rekan di atas lapangan tidak kesulitan ketika mendapatkan bola. Ia juga tenang ketika menguasai bola, tak sering gugup ketika menjaga penguasaan di tengah tekanan pemain lawan. Silakan simak video di bawah ini:

https://www.youtube.com/watch?v=dw4jngI_S64

Segala kelebihan tersebut sangat cocok dengan sistem yang dibangun Guardiola. Secara kebutuhan taktik, Delph bisa menunjukkan level kedisiplinan yang memuaskan. Ketika bermain di sisi lapangan, Delph menyediakan width, atau menjadi pemain paling luar untuk menerima bola. Ketika masuk ke dalam, Delph menambah jumlah pemain di lapangan tengah. Posisinya di lapangan tengah memudahkan City mensirkulasikan bola dari sisi ke sisi.

Perhatikan ilustrasi di atas. Teknik mengumpan yang baik membuat City tetap nyaman apabila berprogres dari sisi kiri. Ketika menguasai bola di sisi lapangan, Delph bisa menciptakan dua bentuk segitiga dengan bek tengah-gelandang bertahan dan penyerang sayap-gelandang sentral (garis putus-putus).

Setelah melepaskan umpan, Delph bisa bergerak ke dalam dan menambah jumlah pemain di lapangan tengah, memudahkan gelandang bertahan mendapatkan opsi mengumpan bola.

Perhatikan panah berwarna cokelat. Jika Leroy Sane, atau siapa saja yang bermain sebagai penyerang sayap bergerak ke dalam, Delph akan melakukan overlap dan menyediakan width di sepertiga akhir lapangan. Jika City tak bisa melakukan penetrasi lewat tengah, sirkulasi bola akan diserahkan ke bek sayap yang agresif membantu proses serangan, seperti ditunjukkan video di atas.

Perubahan posisi dan peran ini menjadi bukti bahwa sistem yang tepat akan selalu bermanfaat untuk pemain. Meski bermain sebagai bek sayap, Delph tak mengandalkan kecepatan dan kemampuan umpan silang. Delph bermain menggunakan kecerdasan, penempatan posisi, pemanfaatan ruang, dan kesederhanaan proses.

Menyederhanakan sesuatu yang kompleks membuat karier Delph kembali bersinar, bahkan lebih terang dibandingkan masa lalunya. Bagi mereka yang bersabar dan tawakal, berkah Tuhan akan selalu tersedia. Akhir kata: alhamdulillah!

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen