Beberapa waktu lalu, Football Tribe Indonesia membahas penjaga gawang Leicester City dan tim nasional Denmark, Kasper Schmeichel. Kini, kami membahas ayahnya, Peter Schmeichel, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-54.
Para penggemar sepak bola di dekade 1980-an, terutama 1990-an, pasti tak asing lagi dengan sosok Schmeichel senior. Ia memenangi lima gelar Liga Inggris bersama Manchester United dan satu gelar bergengsi, yaitu Liga Champions Eropa. Ia adalah pengawal gawang Setan Merah pada final Liga Champions bersejarah di tahun 1999. Seperti kita ketahui, pada saat itu Manchester United nyaris tumbang dari Bayern München sebelum mencetak dua gol di injury time untuk memastikan kemenangan.
Tujuh tahun sebelum final bersejarah tersebut, Schmeichel juga terlibat dalam sebuah pertandingan final yang cukup penting. Di saat usianya dua puluh sembilan, ia memenangi trofi Piala Eropa 1992. Trofi bersejarah itu juga diraih melalui suatu perjuangan yang tak biasa. Denmark sebenarnya tak lolos kualifikasi, dan diundang ke putaran final Piala Eropa hanya karena Yugoslavia mengundurkan diri. Namun, Schmeichel dan kawan-kawan sanggup keluar sebagai juara dengan menundukkan Jerman di final.
Peter Bolesław Schmeichel lahir di paroki Søborggård Gladsaxe, Denmark. Ayahnya berkewarganegaraan Polandia dan ibunya warga asli Denmark. Bahkan, Peter kecil sempat memegang kewarganegaraan Polandia hingga usianya tujuh tahun. Pada tahun 1970, seluruh keluarganya yang masih berpaspor Polandia, akhirnya beralih kewarganegaraan menjadi warga Denmark. Nama tengahnya, yaitu Bolesław, adalah nama keluarga yang diwarisinya dari kakek buyutnya.
Karier Schmeichel senior ini cenderung terlambat. Ia sudah berusia 23 tahun ketika menandatangani kontrak profesional pertamanya dengan salah satu klub besar Denmark, Brondby. Sebelumnya, ia terkenal sebagai atlet bola tangan. Ia tak pernah menduga bahwa sebuah gerakan di bola tangan yang dibawanya ke lapangan sepak bola, ternyata menjadi salah satu ciri khasnya. Gerakan tersebut dikenal sebagai starjump (lompatan bintang).
Pada masa keemasannya, Schmeichel sangat dihormati karena kemampuannya menghentikan tembakan, pengambilan posisi di antara tiang gawang, serta penguasaan wilayah di dalam kotak penalti. Namun, ada salah satu kelebihan lain yang dimiliki pria berukuran 191 sentimeter ini. Ia juga termasuk produktif mencetak gol.
Sebelum gol terakhirnya untuk tim nasional Denmark melawan Belgia yang berakhir 2-2 pada bulan Juni 2000, ia terkenal dengan golnya menyambut umpan Ryan Giggs pada menit ke-88 pada pertandingan putaran pertama Piala UEFA 1995. Saat itu, golnya membuat Manchester United menahan imbang Rotor Volgograd juga dengan skor 2-2.
Baca juga: Kasper Schmeichel yang Sukses Keluar dari Bayang-Bayang Sang Ayah
Schmeichel senior meninggalkan Manchester United setelah final Liga Champions bersejarah di Barcelona pada tahun 1999. Setelah membela Sporting Lisbon dan Aston Villa, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari lapangan hijau pada tahun 2003. Uniknya, ia mengakhiri karier di kota Manchester, tapi bersama klub saingan United, yaitu Manchester City.
Dari sini kemudian nama besar Schmeichel lalu diteruskan oleh putranya, Kasper, yang merupakan lulusan akademi Manchester City. Meski tak memiliki jumlah trofi sebanyak ayahnya, Kasper saat ini cukup disegani berkat keberhasilannya membawa Leicester City yang tak diunggulkan menjadi juara Liga Primer Inggris. Sang junior juga baru saja sukses meloloskan tim nasional Denmark ke Piala Dunia 2018.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.