Dalam sepak bola, pertukaran antar-pemain bukanlah sesuatu yang umum terjadi, tidak seperti di NBA (Basket) atau NFL (American Football). Lazimnya, transfer yang dilakukan oleh kedua klub hanya menyangkut sejumlah uang dan pemain yang bersangkutan. Namun, transfer yang melibatkan pertukaran pemain bukannya tidak pernah terjadi. Salah satu contohnya adalah pertukaran antara Zlatan Ibrahimovic dan Samuel Eto’o yang dilakukan oleh Barcelona dan Internazionale Milano.
Tahun 2009 lalu, Pep Guardiola yang baru menangani Barcelona, menginginkan Zlatan Ibrahimovic yang kala itu bermain di Inter Milan, sebagai juru gedor andalannya. Alhasil, ia pun menebus Zlatan dengan mahar sejumlah 20 juta euro ditambah penyerang Kamerun yang menjadi andalan Barca sebelumnya, Eto’o.
Namun, Jose Mourinho yang kala itu menukangi Inter menjadi pemenang kesepakatan ini karena Eto’o tampil moncer dan berhasil membawa La Beneamata meraih treble di akhir musim, termasuk mengalahkan Zlatan dan Barcelona di semifinal Liga Champions musim tersebut.
Pertukaran Eto’o dan Zlatan memang fenomenal, termasuk dalam segi biaya, namun apabila berbicara tentang kontroversi dan dampak, tak ada yang dapat mengalahkan pertukaran Ashley Cole dan William Gallas yang dilakukan oleh Arsenal dan Chelsea.
Berbagai bumbu terdapat dalam kesepakatan ini, mulai dari bagaimana Cole melakukan hal yang tidak terpuji demi mewujudkan kepindahannya dari London Utara, hingga Gallas yang menjadi pesakitan di Arsenal. Jika sebelumnya Inter menjadi kemenangan dalam pertukaran Eto’o dan Zlatan, di kesepakatan ini Chelsea benar-benar menang telak atas Arsenal. Sebegitu buruknya kesepakatan ini, hingga baru-baru ini, kiper legendaris Arsenal, Jens Lehmann, secara terbuka mengkritik Gallas di otobiografinya.
Kepindahan yang terjadi di deadline day bursa transfer musim panas tahun 2006 ini diawali oleh tindakan kontroversial yang dilakukan oleh Cole. Bek kiri andalan timnas Inggris tersebut dituding menggunakan jalur belakang untuk mewujudkan kepindahannya dengan berbicara kepada manajemen Chelsea, termasuk manajer Jose Mourinho, meskipun belum ada kesepakatan yang terjadi antara Arsenal dan Chelsea di tahun sebelumnya.
Terbukti bersalah, Cole kemudian didenda sebesar 25 ribu paun, Chelsea 300 ribu paun, dan Mourinho 200 ribu paun. Di musim 2005/2006, Cole akhirnya tetap bertahan bersama Arsenal, namun tak dapat dipungkiri, pemain yang menjadi tandem sempurna Robert Pires itu sudah tak betah berada di bawah asuhan Arsene Wenger.
Di awal musim 2006/2007, kepindahan Cole ke Chelsea akhirnya terealisasi, meski harus menunggu hingga hari terakhir bursa transfer. Negosiasi memang berjalan alot, setelah Wenger dikabarkan mematok harga sekitar 25 juta paun, namun Chelsea tak mau membayar lebih dari 16,5 juta paun.
Pada akhirnya, Wenger dan Mourinho sepakat untuk menukar Cole dengan Gallas ditambah uang sejumlah lima juta paun. Pada saat itu, pertukaran ini dirasa baik bagi semua pihak, mengingat Cole akhirnya mendapatkan keinginannya, Chelsea mendapatkan pemain yang mereka butuhkan, serta Arsenal akhirnya mendapatkan bek tengah yang cukup bagus dalam diri Gallas, yang jarang mendapatkan kesempatan di Chelsea.
Namun, setelah beberapa waktu, terbukti bahwa menerima Gallas sebagai bagian ini adalah keputusan yang sangat buruk bagi Wenger dan Arsenal. Keanehan sudah dapat diduga setelah Gallas, seorang pemain bertahan, menerima kaos bernomor punggung 10. Pemain yang sudah menjadi figur senior saat tiba di Arsenal ini diharapkan mampu menjadi tulang punggung lini pertahanan Arsenal, namun performanya tak memenuhi ekspektasi tersebut.
Ia didapuk menjadi kapten di musim selanjutnya, namun sikapnya tak menunjukkan seperti seorang pemimpin, dan ia bahkan terlibat perseteruan dengan pemain-pemain lainnya yang lebih muda seperti Cesc Fabregas. Kekonyolan Gallas dijabarkan dengan baik oleh Lehmann melalui otobiografinya. Kata-kata Lehmann ini dikutip melalui akun Twitter @afcstuff.
“Memiliki Gallas sebagai kapten tim di musim 2007/2008 adalah sumber dari masalah yang kami derita. Kami tahu pengangkatannya sebagai kapten, dan kami hanya bisa menggelengkan kepala.”
“Pada saat kami seri melawan Birmingham di tahun 2008, kami sangat sial karena Eduardo menderita cedera parah. Namun, Gallas tidak menunjukkan kepemimpinannya. Saat Gael Clichy melanggar lawan di kotak penalti, dan penalti diberikan, Gallas malah mengabaikan timnya, berlari ke pinggir lapangan, dan menendang papan iklan, alih-alih mengajukan protes.”
“Setelah laga tersebut usai, ia tak mau kembali ke ruang ganti, dan duduk di tengah lapangan seperti anak kecil yang sedang merajuk. Ia baru mau kembali setelah ditarik oleh sang manajer.”
“Di ruang ganti, ia pun terlibat cekcok dengan Gilberto Silva, yang mengatakan bahwa Gallas hanya mencari perhatian dengan cara yang konyol. Bentrokan itu berlangsung hanya sebentar, namun dampaknya besar bagi musim kami. Hal itulah yang menjadi penyebab kami finis ketiga meskipun unggul sampai enam poin di bulan Maret.”
Keberadaan Gallas terasa seperti racun bagi skuat Arsenal, yang bahkan masih merasakan dampaknya selepas ia pindah. Arsenal, menurut jurnalis Daily Mail, Martin Samuel, mulai menjadi klub penjual usai kesepakatan ini. Tak hanya itu, pengangkatan Gallas sebagai kapten juga merusak kesempatan Arsenal untuk menjadi juara beberapa kompetisi, dan hal ini mengakar hingga Arsenal saat ini yang dianggap tak pernah benar-benar memiliki figur kapten pasca Patrick Vieira.
Keberadaan Gaallas juga membuat Arsenal tak mampu merengkuh satu trofi pun selama karier sang bek Prancis ini bersama The Gunners. Lebih parahnya lagi, Gallas pun bergabung ke seteru abadi Arsenal, Tottenham Hotspur, di tahun 2010 usai kontraknya habis.
Yang menambah keperihan Gooners, Ashley Cole benar-benar berjaya bersama Chelsea. Pemain yang pernah membela AS Roma ini menjadi bagian integral skuat The Blues, dan berhasil menjuarai berbagai trofi, termasuk empat rofi FA Cup dan satu trofi Liga Champions di musim 2011/2012. Betapa ironis kenyataan ini saat Gallas tak mampu menyumbangkan satu trofi pun bagi Arsenal. Sungguh, jika ada satu hal yang paling disesali Arsene Wenger dalam kariernya, mungkin kesepakatan inilah yang menjadi satu hal tersebut.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket