Tren soal karier seorang pelatih yang tidak akan sebaik ketika ia masih aktif bermain juga terjadi di kancah sepak bola Indonesia, sebab ada beberapa pemain yang ketika masa jayanya adalah merupakan pemain hebat, tapi gagal ketika melatih. Tetapi dalam kasus lain, ada pula beberapa sosok yang karier kepelatihannya sama cemerlangnya dengan karier ketika ia masih bermain. Fenomena cukup langka di Indonesia tersebut juga terjadi kepada Widodo Cahyono Putro.
Setelah karier yang sukses di level klub maupun timnas, Widodo kemudian memutuskan untuk gantung sepatu di tim daerah asalnya, Petrokimia Putra Gresik, pada tahun 2004 lalu. Ia kemudian menimba ilmu kepelatihan dan boleh dibilang kariernya melesat dan berada di jalur yang sangat baik.
Berbeda dengan kebanyakan pelatih, Widodo menyerap ilmu dengan langsung menjadi asisten pelatih tim nasional. Ia menjadi asisten pelatih tim usia muda Indonesia dalam 2006 hingga 2008. Widodo kemudian naik pangkat menjadi asisten pelatih timnas senior ketika Alfred Riedl berkuasa. Ia mendampingi Riedl di Piala AFF 2010 dan 2014.
Setelah lama menimba ilmu di level tim nasional, Widodo kemudian mencoba menguji kemampuannya sendiri. Ia kemudian menangani beberapa klub di kompetisi level teratas sepak bola Indonesia. Mulai dari Persegres Gresik United hingga kini berlabuh di Bali United. Dalam banyak pertandingan sudah terbukti bahwa Widodo adalah pelatih jempolan. Satu-satunya cara untuk semakin melegitimasi kehebatan Widodo adalah ia mesti meraih gelar juara liga untuk bisa menyejajarkan diri dengan pelatih hebat seperti Rahmad Darmawan dan Djadjang Nurdjaman.
Suatu sore di bypass Ngurah Rai
Penulis kebetulan memiliki kesempatan sebanyak tiga kali untuk mengobrol langsung secara intens dengan sosok Widodo Cahyono Putro. Dua obrolan informal, dan satu obrolan yang dimuat di artikel “Widodo Cahyono Putro: Karier di Bali, Mimpi Besar dan Komentar tentang Djanur”. Pada kesempatan tersebut, penulis bertemu langsung Widodo di Bali dalam sela-sela kesibukannya menangani tim Bali United. Menjadi berkesan karena ini adalah pertemuan pertama penulis dengan beliau di jarak yang sangat dekat.
Janji temu direncanakan terjadi setelah Widodo melakukan konferensi pers jelang laga antara Bali United berhadapan dengan Bhayangkara FC. Setelah mencari-cari tempat yang kondusif untuk berbicara, restoran hotel di lantai dasar tempat dilangsungkannya konferensi pers menjadi pilihan. Selain karena ada semilir angin dari udara sore hari Bali, situasi yang tidak terlalu ramai membuat obrolan menjadi lebih intens.
Jawaban-jawaban yang diutarakan beliau begitu jujur dan sederahana tidak ada kesan bahwa ia berusah melebih-lebihkan apa yang sebenarnya mesti ia jawab. Meskipun demikian, ada kesan tegas yang terpancar. Setiap kata yang keluar merupakan sesuatu yang tidak asal keluar, tetapi sudah dipertimbangkan sebelumnya. Sama seperti ketika ia menyebut bahwa PSM Makassar-lah yang tertekan bukan tim asuhannya. Komentar ini muncul setelah ia mendapatkan tanggapan panas dari pelatih PSM, Robert Rene Alberts.
Dalam pertemuan tersebut, ada satu ungkapan dari pelatih kelahiran Cilacap ini yang begitu berkesan bagi penulis. Menurut Widodo, karier sepak bola yang dipilihnya sejak masih bermain dulu adalah cara untuk ia memenuhi tugasnya sebagai manusia. Widodo beranggapan bahwa dengan sepak bola ia bisa berbuat untuk sesama dan juga membawa perdamaian. Sebuah filosofi yang sederhana namun memiliki makna yang luar biasa.
Satu hal lain adalah bersifat personal. Widodo langsung mengenali aksen Sunda penulis ketika kami berbicara. Padahal saat itu, tentu kami melakukan komunikasi dengan bahasa Indonesia. Dan mesti diketahui bahwa karena penulis bukan orang Sunda murni, sisi Sunda penulis sebenarnya jarang muncul.
Maka ketika beliau menyadari hal yang boleh dibilang akan luput dari pengamatan, bisa diasumsikan bahwa Widodo merupakan tipe orang yang peduli bahkan pada detail terkecil sekalipun.
Pertemuan di restoran hotel sekitaran bypass Ngurah Rai, menurut pribadi penulis adalah yang terbaik di antara pertemuan dengan sosok sepak bola lain yang pernah ada.
Sugeng tanggap warsa, Cak Wid!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia