Sejauh Liga Primer Inggris musim 2017/2018 berjalan hingga saat ini, sudah banyak kejutan yang terjadi. Mulai dari bobroknya Everton yang sudah belanja banyak di bursa musim transfer lalu yang berujung pada pemecatan Ronald Koeman, mencuatnya performa klub-klub promosi, terutama Brighton & Hove Albion dan Huddersfield Town, serta Frank de Boer dan Crystal Palce versi asuhannya yang konyol.
Namun, kejutan terbesar sepertinya ditunjukkan oleh Burnley yang hingga saat ini berhasil mematahkan ekspektasi dan duduk di peringkat tujuh klasemen sementara dengan torehan 19 poin dari 11 laga, sama dengan yang diraih klub sekelas Liverpool. The Clarets sejauh ini berhasil memenangkan lima laga, dan hanya kalah dua kali sejauh musim berjalan.
Bukan berarti lawan yang dihadapi Burnley mudah semua, klub yang berbasis di region Lancashire ini mampu mengalahkan klub-klub yang terhitung lebih besar seperti Chelsea, dan menahan imbang Liverpool serta Tottenham Hotspur di laga tandang. Adalah Sean Dyche, sang manajer yang menjadi fondasi dari kejutan yang Burnley ciptakan sejauh ini. Berkat tangan dingin sang “Ginger Mourinho”, Burnley mampu mencatatkan hasil-hasil yang impresif.
Sean Mark Dyche lahir di kota kecil bernama Kettering, Inggris, di tahun 1971. Sebelum menapaki karier manajerial, pria yang dibilang mirip dengan megabintang WWE, Triple H ini, sempat menjalani karier medioker sebagai pesepak bola. Berposisi sebagai pemain bertahan, Dyche sempat mengecap karier di klub-klub kecil Liga Inggris seperti Watford, Milwall, dan Bristol City.
Pria botak ini memulai kiprahnya sebagai manajer di musim 2011/2012 bersama Watford, namun ia hanya bertahan selama semusim bersama The Hornets setelah direkrut oleh Burnley di musim selanjutnya. Menjadi penerus Eddie Howe yang populer, Dyche berhasil membuktikan diri dengan membawa Burnley promosi ke Liga Primer Inggris di musim pertamanya.
Meskipun begitu, musim pertama anak dari seorang konsultan manajemen ini di kasta tertinggi Liga Inggris berlangsung buruk, karena klub yang ia asuh langsung terdegradasi di musim selanjutnya. Namun, di musim 2015/2016, Burnley kembali mendapatkan promosi setelah Dyche mampu menuntun skuatnya untuk menjadi juara Championship di musim tersebut.
Manajer asal Inggris ini disandingkan dengan Jose Mourinho bukan tanpa alasan. Penerapan taktik yang ia berikan terhadap timnya memang mirip dengan The Special One, yaitu menitikberatkan pada pendekatan yang terbilang pragmatis dengan fokus pada segi pertahanan tim. Ini dibuktikan dari hasil-hasil yang didapatkan Burnley musim ini; The Clarets mendapatkan kemenangan dengan skor 1-0 sebanyak empat kali di liga sepanjang musim ini.
Tak hanya itu, skuat asuhan Dyche baru kebobolan sebanyak sembilan kali di liga, terbaik keempat di bawah klub tiga besar, Manchester City, Manchester United, dan Tottenham Hotspur. Menariknya, selisih gol Burnley hanya berada di angka plus satu, mengingat Sam Vokes dan kolega baru mencetak gol sebanyak 10 kali ke gawang lawan. Bahkan, Burnley hanya satu kali mencetak lebih dari satu gol di liga, yaitu ketika menang atas Chelsea dengan skor 3-2 di partai pembuka musim ini.
Malu-malunya skuat asuhan Dyche di depan gawan lawan tak menjadi masalah karena terkompesasi oleh penampilan solid James Tarkowski dan kawan-kawan di lini belakang. Yang patut dijadikan catatan adalah, Burnley saat ini sedang ditinggal kiper andalan mereka, Tom Heaton, yang tampil impresif musim lalu. Namun hal itu tak menjadi masalah bagi Dyche dalam membangun lini pertahanan yang solid.
Yang patut dipuji dari Dyche adalah ia memiliki kesadaran atas keterbatasan sumber daya yang ia miliki di Burnley. Klubnya tidak memiliki pemain-pemain kelas dunia yang memiliki flair dan mampu mengubah pertandingan hanya dengan kakinya sendiri. Dengan materi pemain yang seadanya, Dyche mampu membangun tim yang solid tanpa harus bermain cantik.
Mengandalkan metode klasik khas Inggris, Dyche memusatkan serangan timnya kepada kemampuan Vokes dalam duel-duel udara. Hal yang terbilang old school ini terbukti efektif bagi Burnley, ditinjau dari hasil yang mereka dapatkan di liga sejauh ini.
Berkat kemampuannya untuk memanfaatkan sumber daya tim yang terbatas dengan hasil yang optimal, nama Dyche kini mulai dikaitkan dengan klub-klub yang secara historis lebih besar dari Burnley. Salah satunya adalah Everton, yang sejauh ini masih ditangani oleh manajer sementara, David Unsworth, pasca pemecatan Koeman.
Dyche dirasa mampu untuk memperbaiki The Toffees yang tengah limbung saat ini. Meskipun begitu, manajer berusia 46 ini tetap rendah hati dan berkata bahwa ia saat ini masih fokus bersama Burnley.
“Aneh rasanya nama saya disebutkan oleh media sebagai calon manajer Everton. Saya tidak memiliki kontrol atas apa yang media katakan tentang sata. Saya hanya perlu fokus terhadap pekerjaan dan pemain-pemain saya saat ini,” ujar Dyche dikutip dari Sky Sports.
Klub lain yang disangkutkan dengan namanya adalah West Ham United, yang juga tengah tampil buruk saat ini. Manajer mereka, Slaven Bilic, sudah beberapa kali dirumorkan untuk dipecat, dan apabila The Hammers kembali meraih hasil tidak memuaskan, besar peluang Bilic untuk menyusul Koeman, de Boer, dan Craig Shakespeare yang dipecat di musim ini.
Meskipun begitu, lebih bijak rasanya bagi Dyche untuk menyelesaikan pekerjaannya hingga akhir musim nanti bersama Burnley. Apabila ia mampu mempertahankan posisi klubnya hingga akhir musim, bukan tidak mungkin, klub-klub yang lebih besar ketimbang Everton dan West Ham akan merekrut dirinya.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket