Memiliki kucuran dana hasil minyak dari Arab, sulit rasanya untuk menyalahkan Manchester City yang menghamburkan uang secara gila-gilaan untuk membelanjakan pemain. Kesuksesan City yang terbilang instan sejak diakuisisi oleh Khaldoon Al Mubarak dan Grup Abu Dhabi di tahun 2008 memang banyak dipengaruhi oleh faktor fulus, namun apabila memang mereka sanggup, mengapa harus diprotes?
Untuk memahami betapa gilanya pembelanjaan City, di awal musim ini saja mereka menghabiskan total 225 juta paun untuk total pembelian delapan pemain! Menariknya, sejak musim 2015/2016, The Citizens selalu menghabiskan uang mahal untuk pembelian pemain asal Inggris. Total, lima pemain Inggris dibeli klub Manchester ini, dengan tiga pemain ditebus dengan mahar lebih dari 40 juta paun.
Kelima pemain itu adalah Patrick Roberts, Fabian Delph, Raheem Sterling, John Stones, dan yang baru dibeli di awal musim ini, Kyle Walker. Kritik pun berdatangan, menyusul pembelian City terhadap pemain-pemain Inggris ini yang dirasa overprice oleh banyak orang. Namun, saat ini, rasanya pembelian dengan harga yang selangit itu terasa sebagai kesepakatan yang menguntungkan bagi City.
Mari membahas tiga pemain yang lebih mahal secara lebih dalam. Yang pertama adalah Kyle Walker, yang dibeli dari Tottenham Hotspur dengan biaya mencapai 45 juta paun, sebuah biaya yang masif untuk seorang bek kanan berusia 27 tahun. Meskipun begitu, sejauh ini Walker berhasil membuktikan bahwa uang yang dikeluarkan manajer City untuk dirinya terhitung pantas.
Bek kanan utama timnas Inggris tersebut berhasil tampil solid baik secara defensif maupun ofensif. Walker berhasil mencatatkan rerata 1 tekel per laga dan 2,4 sapuan per laga di Liga Primer Inggris, namun yang menjadi kelebihannya adalah kontribusinya dalam penyerangan skuat asuhan Guardiola ini. Ia berhasil menyumbangkan total empat asis di liga, yang terbanyak di antara pemain bertahan Liga Primer Inggris. Walker berhasil menunjukkan bahwa ia adalah upgrade sempurna dari Pablo Zabaleta yang kontraknya habis di akhir musim lalu, dan harga mahalnya menjadi terasa pantas mengingat performanya sejauh ini.
Berikutnya adalah John Stones, bek belia yang dibeli dengan harga mencapai 50 juta paun dari Everton. Bek tengah berusia 22 tahun ini digadang-gadang sebagai salah satu ball-playing defender muda terbaik di dunia semasa bermain di The Toffees. Meskipun begitu, ia sempat menjadi bahan olokan setelah gagal menjustifikasi harga mahalnya di musim pertamanya bersama Guardiola dan City.
Stones rawan terhadap blunder-blunder ganjil, dan kerap kali salah dalam melakukan tekel yang berujung pada kerugian bagi klubnya. Harga Stones yang mencapai 50 juta paun dirasa terlalu berlebihan untuk pemain yang sering melakukan kesalahan. Meskipun begitu, Stones yang memang tergolong sebagai tipe pemain favorit Guardiola, terus diberikan kepercayaan oleh sang manajer, dan bek tengah timnas Inggris ini juga membayar kesempatan yang diberikan kepadanya.
Musim ini, permainan Stones meningkat dengan signifikan, dan mematenkan diri sebagai pilihan utama di klub. Di laga Liga Champions yang sudah ia jalani sebanyak empat kali musim ini, ia berhasil mencetak tiga gol. Di liga, ia berhasil mencatatkan 96,5 persen operan sukses, dan 1,3 tekel sukses per laga serta 1,1 intersep per laga. Mengingat usianya yang masih muda, Stones hanya akan berkembang lebih baik lagi, dan harga mahalnya akan terasa murah di masa depan.
Sterling barangkali menjadi pemain yang paling merasakan bagaimana pedasnya komentar media menyoal biaya transfernya ke Manchester City. Kepindahan pemain sayap yang memiliki darah Jamaika ini dari Liverpool yang terjadi di bursa transfer musim panas 2014/2015 itu saja memang sudah kontroversial.
Sterling dikabarkan menolak perpanjangan kontrak yang diberikan Liverpool, dan terlibat konflik dengan Brendan Rodgers yang menjadi manajer The Reds saat itu. Akhirnya, City berhasil mengakuisisi Sterling dengan biaya total dengan bonus mencapai 56 juta paun. Harga tersebut dinilai berlebihan oleh banyak orang, namun mengingat status Sterling sebagai mantan pemenang Golden Boy award serta talentanya yang memang di atas rata-rata untuk seorang pemuda berusia 20 tahun, harga itu mungkin terasa wajar.
Baca juga: Raheem Sterling Tegaskan Tak Pernah Mau Tinggalkan Manchester City
Sterling memang tak langsung tampil memukau bersama City, namun kehadiran Guardiola musim lalu berhasil mengubahnya menjadi pemain yang lebih baik. Kini, Stering telah berevolusi menjadi pemain yang lebih komplet, lebih tajam di depan gawang lawan, dan lebih awas akan posisi rekan-rekannya.
Bukti ketajaman Sterling musim ini adalah berhasilnya ia mencetak sepuluh gol dari 12 laga yang ia jalani di Liga Primer Inggris dan Liga Champions. Duetnya dengan Leroy Sane di dua sisi sayap City membuat Guardiola lupa akan kegagalan merekrut Alexis Sanchez di awal musim ini. Kehadiran Pep memang menjadi faktor penting atas perkembangan Sterling, namun kerja kerasnya ditengah kritikan keras yang menderanya adalah bukti bahwa ia layak dihargai lebih dari 50 juta paun.
Mengenai Delph dan Roberts, kedua pemain ini memang bukanlah bagian reguler dari skema Pep. Meskipun begitu, terkhusus Delph, mantan pemain Aston Villa ini berhasil menunjukkan bahwa ia bisa menjadi pemain serbabisa. Berposisi asli sebagai gelandang tengah, kini Delph diplot sebagai bek kiri menyusul cederanya Benjamin Mendy, dan berhasil tampil cukup memukau di posisi barunya tersebut. Puncaknya, pemain berusia 26 tahun ini kembali dipanggil oleh Gareth Southgate ke timnas Inggris. Di lain pihak, Roberts saat ini sedang menjalani masa pinjaman di Celtics FC, dan ia tampil cukup impresif bersama klub Skotlandia tersebut.
Bulan Maret lalu, dilansir dari Telegraph, Guardiola memang menginginkan lebih banyak talenta asal Inggris di klubnya. Ia menyebutkan bahwa akar kesuksesan sebuah klub adalah dengan memiliki banyak pemain lokal, seperti yang telah ia alami di Barcelona dan Bayern München. Hal ini memang ada benarnya, terutama di Inggris.
Memiliki talenta lokal tentu membantu City untuk mengompensasi aturan homegrown di Liga Inggris, dan secara langsung, pemain Inggris tentu lebih fasih untuk bermain di negaranya sendiri. Meskipun begitu, manajer asal Spanyol ini juga mengakui bahwa pemain asal Inggris memiliki harga yang jauh lebih mahal ketimbang membeli pemain dari luar.
Namun, mengingat sumur uang City yang tak pernah kering, dan rekam jejak Guardiola bersama pemain Inggris yang diakuisisi dengan harga mahal, rasanya layak menilai kebijakan City untuk membeli pemain lokal dengan harga mahal sebagai keputusan yang tepat guna bagi klub.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket