Musim 2016/2017, rata-rata gol yang dicetak Napoli mencapai 2,2 gol per pertandingan. Gaya menyerang Maurizio Sarri menjadikan Napoli sebagai salah satu klub paling atraktif di Eropa. Dan musim ini, ciri khas tersebut masih membekas, bahkan dipertajam. Seperti apa hasil kerja Sarri hingga menjadikan Napoli menjadi salah satu klub wajib tonton musim ini?
Sebagai latar belakang, dari 11 pertandingan musim ini, Napoli mencatatkan 10 kemenangan, dan belum terkalahkan di Serie A dengan total poin mencapai 31. Sudah 32 gol yang Napoli cetak dengan delapan kebobolan. Jumlah gol tersebut hanya kalah dari Juventus yang mencatatkan 33 gol. Hasil positif tersebut membuat Napoli memimpin Serie A untuk sementara waktu.
Napoli di bawah asuhan Sarri menggunakan skema dasar 4-3-3. Praktis, komposisi musim lalu tidak banyak berubah, kecuali ketika Arkadiusz Milik cedera, Sarri memilih mememainkan Dries Mertens sebagai false nine. Pilihan ini berbuah manis ketika Mertens bisa mencetak 10 gol dari 11 pertandingan. Menjadikanya sebagai salah satu pemain tertajam musim ini.
Penjaga gawang masih ditempati oleh Pepe Reina. Duet bek tengah juga masih sama seperti musim lalu, yaitu Raul Albiol dan Kalidou Koulibaly, dengan bek kanan diisi Elseid Hysaj sementara kiri ditempati Faozi Ghoulam. Di depan bek tengah, peran regista diisi Jorginho, dengan sesekali Amadou Diawara yang menjadi pilihan.
Dua gelandang tengah biasa diemban oleh Allan dan Marek Hamsik. Trio di depan, diampu oleh Lorenzo Insigne, Dries Mertens, dan Jose Callejon. Jika Insigne banyak bertindak seperti inside forward, Callejon lebih seperti pemain sayap ortodok, dengan keduanya banyak mengokupansi halfspace masing-masing.
Aksi bertahan
Ketika masuk dalam fase bertahan, 4-3-3 Napoli akan berubah menjadi 4-5-1. Kedua penyerang sayap mereka, Insigne dan Callejon akan turun ke bawah, memosisikan diri dengan penempatan diri Hamsik dan Allan. Napoli bermain dengan garis pertahanan yang tinggi dan menekan menggunakan pressing intensitas tinggi. Tujuannya adalah secara agresif merebut kembali penguasaan bola. Gelandang-gelandang Napoli juga akan memosisikan diri untuk menutup jalur umpan lawan.
Garis pertahanan tinggi menguntungkan bagi Napoli untuk keperluan menjaga kompakasi struktur tim. Terutama, sebagai cara untuk mengawasi ruang di belakang Hamsik atau Allan dan di samping Jorginho atau Diawara.
Dari grafis di atas terlihat bagaimana Insigne langsung menekan bek lawan yang menerima bola dari kiper. Tujuannya, untuk mencegah lawan dapat membangun serangan dari bawah dengan nyaman. Perhatikan juga dua wilayah arsiran di atas. Garis pertahanan yang tinggi membuat ruang tersebut dapat lebih mudah diawasi. Pun, pemosisian diri Hamsik dan Allan langsung mengeliminasi opsi umpan lawan.
Dengan pemosisian pemain seperti di atas, maka yang bisa dilakukan lawan adalah mengumpan balik ke kiper, atau menyebar umpan ke sisi lapangan, di mana kedua bek sayap Napoli sudah mewaspadai pilihan tersebut.
Selain membatasi pilihan umpan, pressing intensitas tinggi yang ditunjukkan Napoli juga bertujuan membuat lawan membuat kesalahan di wilayahnya sendiri. Dengan begitu, Napoli bisa menginisiasi serangan cepat dengan posisi yang lebih dekat dengan kotak penalti lawan.
Aksi menyerang
Ketika masuk ke dalam transisi menyerang, Napoli punya dua prinsip dasar yang saling melengkapi, yaitu verticality dan penguasaaan bola.
Prinsip pertama, verticality, membuat Napoli sesegera mungkin mengalirkan bola menggunakan umpan vertikal melewati dua lini lawan sekaligus. Jika aksi tersebut tak bisa dilakukan, Napoli akan mensirkulasikan bola hingga situasi yang dibutuhkan untuk melepas umpan vertikal tersedia. Maka, penguasaan bola digunakan sebagai “alat” untuk menyiapkan senjata Napoli, yaitu prinsip verticality.
Napoli sendiri membangun serangan dari bawah, dengan kiper melepaskan umpan pendek sederhana ke salah satu bek tengah yang melebar. Sementara itu, regista Napoli, yang biasanya diisi Jorginho, akan turun ke bawah di antara dua bek yang melebar.
Reina, dengan opsi antara lain Koulibaly, Albiol, atau Jorginho, dapat dengan mudah membentuk pola segitiga sehingga memudahkan mereka mengalirkan bola. ketersediaan pemain dengan kemampuan olah bola membuat Napoli dapat dengan nyaman membangun serangan dari bawah. Pun baik Koulibaly, Albiol, atau Jorginho, dapat mempertahankan bola dari tekanan lawan sehingga penguasaan bola Napoli cukup sulit dibendung.
Berbekal kemampuan olah bola, penempat diri, dan teknik umpan, baik Koulibaly, Albiol, dan Jorginho, dapat memancing penyerang lawan untuk datang menekan. Sirkulasi bola di antara ketiganya akan memancing lawan untuk menekan. Akibatnya, lini pertama dari pertahanan lawan akan dapat dengan mudah rusak.
Dan biasanya, gelandang lawan yang sekiranya mengokupansi wilayah Hamsik dan Allan, akan terpancing untuk naik membantu para penyerang. Maka akibatnya jelas, salah satu dari Hamsik atau Allan akan mendapatkan ruang yang lega untuk menerima bola vertikal dan melakukan progresi ke depan secepatnya.
Nah, jika jalur dari kiper ke salah satu dari Koulibaly, Albiol, atau Jorginho berhasil dimatikan oleh lawan, maka dua bek sayap Napoli yang akan menyediakan opsi. Baik Ghoulam maupun Hysaj, akan naik lebih tinggi dan melebar sehingga akan lebih mudah menerima bola diagonal dari Reina. Jika sudah begitu, maka struktur Napoli akan menjadi 2-1-4-3.
Ketika menyerang, titik berat instruksi Sarri seperti berada di sisi kiri, di mana diisi Insigne, Hamsik, dan Ghoulam. Insigne mendapat kebebasan untuk bergerak dari sisi luar ke halfspace, atau ke dalam kotak penalti. ketika Insigne bergerak ke dalam, lebar lapangan disediakan oleh dua bek sayap, Ghoulam dan Hysaj. Untuk sisi kanan, Callejon berperan seperti pemain sayap ortodok yang bergerak ke sisi lapangan dengan beberapa kali menjadi penerima umpan diagonal dari sisi kiri.
Dalam momen ini, prinsip verticality sangat terlihat. Misalnya ketika bola berawal dari kaki Koulibaly, Hamsik yang menerima umpan langsung berorientasi kepada pergerakan Insigne. Umpan datar dengan laju cepat menjadi pilihan, seperti yang terlihat dari grafis di atas. Jadi, bentuk segitiga antara Insigne, Hamsik, dan Ghoulam menjadi dasar verticality Napoli.
Overload di sisi kiri ini ditunjang oleh kemampuan ketiganya untuk bertahan di tengah tekanan lawan (pressing resistance yang tinggi), teknik umpan yang sangat baik, dan pengambilan keputusan yang bisa diandalkan. Dasar prinsip tersebut ditunjang pergerakan tanpa bola keseluruhan pemain yang sangat baik. Sehingga, Napoli tidak akan kekurangan pilihan sasaran umpan.
Supaya lebih jelas, silakan simak video di bawah ini:
Sarri berhasil membangun satu unit yang tak hanya begitu berbahaya ketika bergerak menyerang, namun juga tangguh ketika bertahan.
Untuk musim ini, Napoli punya modal yang kuat untuk mengejar gelar Scudetto. Hanya saja, kedalaman skuat bisa menjadi masalah di kemudian hari, terutama menyiapkan pelapis Insigne, Hamsik, Mertens, dan Callejon. Oleh sebab itu, banyaknya pertandingan harus disipaki Sarri secara akurat.
Jangan sampai, ketika sudah berhasil membangun satu unit yang luar biasa, misi Napoli gagal karena masalah cedera.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen