Sejak diakuisisi oleh konsorsium Amerika pada tahun 2011, AS Roma menjelma jadi tim yang selalu aktif di bursa transfer. Label sebagai AS Roma Mart malah sempat diberikan kepada tim yang bermarkas di Stadion Olimpico ini, saking gemarnya mereka jual-beli pemain di bursa transfer, khususnya saat transfer musim panas.
Tercatat, puluhan pemain pergi keluar-masuk memperkuat AS Roma. Strategi transfer Roma ini cukup unik, sebab mereka sering membeli atau meminjam pemain muda potensial dari klub-klub yang kurang terkenal seperti Erik Lamela, Simon Kjaer, hingga Gerson, dan tak jarang pula mereka membeli pemain yang sudah dianggap habis oleh klub lamanya layaknya Ashley Cole, Maicon, dan masih banyak lainnya.
Berbicara mengenai pembelian pemain yang sudah dianggap habis di klub lamanya, tampaknya Roma selalu jeli dan mendapat keuntungan bila mereka membeli pemain yang berasal dari Manchester City. Ada tiga orang pemain asal Manchester City yang bermain secara impresif ketika berseragam AS Roma.
Douglas Maicon
Dua tahun setelah menjadi salah satu bagian dari skuat Internazionale Milano yang meraih treble winner, Manchester City berhasil mendatangkan Maicon pada musim panas 2012. Sayangnya, karier pemain asal Brasil ini tidak begitu mulus di Manchester City. Di City, dia kesulitan menembus tim utama dengan hanya bermain empat pertandingan di Liga Primer Inggris. Dia kalah bersaing dengan bek kanan milik City lainnya, seperti Pablo Zabaleta dan Micah Richard kala itu.
Tak lama setelah pelatih City, Manuel Pellegrini, mengatakan bahwa Maicon tidak masuk dalam rencananya dan tidak disertakan dalam tur pramusim ke Afrika Selatan, pemain asal Brasil tersebut memutuskan untuk keluar dari Manchester City. Roma kemudian menjadi tempat pelabuhan selanjutnya. Di Roma, pemain bernama lengkap Douglas Maicon Sisenando ini berusaha mengembalikan kejayaan yang sempat diraihnya sewaktu membela Inter Milan.
Meski tidak berhasil mengantarkan Roma menjuarai kompetisi apapun, kontribusi Maicon bagi AS Roma sangat apik. Dia menjadi pilihan utama pelatih Roma saat itu, Rudi Garcia, untuk mengawal sisi kanan pertahanan Roma. Publik Roma saat itu seperti menemukan pengganti dari Marcos Cafu yang telah lama meninggalkan Roma.
Selama tiga musim berkostum merah marun, Maicon berhasil mencetak 4 gol dari 59 penampilan (sebuah catatan yang bisa dikatakan baik bagi seorang bek berusia 31 tahun). Maicon juga membantu Roma dalam mencetak rekor 10 kemenangan berturut-turtu pada awal musim 2013/2014.
Edin Dzeko
Masalah utama AS Roma sejak kedatangan konsorsium Amerika Serikat adalah tidak adanya penyerang tengah murni yang dapat diandalkan dalam mencetak gol. Untuk mengatasi masalah ini, sebenarnya Roma telah berusaha mendatangkan beberapa pemain seperti Pablo Osvaldo, Mattia Destro, Marco Borriello, hingga Fabio Borini. Namun, dari sekian nama tersebut, tidak ada yang konsisten mencetak banyak gol tiap musimnya.
Musim 2015/2016, Edin Dzeko berhasil digaet Roma dari Manchester City dengan status pinjaman sampai akhir musim. Kedatangan Dzeko diharapkan menjadi solusi pada lini depan AS Roma. Dzeko langsung menunjukkan taringnya pada pertandingan awalnya bersama Roma.
Baca juga: Serigala Bernama Edin Dzeko
Dia mencetak gol penentu kemenangan Roma atas Juventus. Namun, strategi yang diusung Rudi Garcia nampaknya membuat Dzeko kesulitan. Beberapa pertandingan setelahnya, Dzeko tidak mampu mencetak gol, bahkan sering membuang peluang-peluang emas yang didapatnya. Publik Roma sempat menyamakan Dzeko seperti Fernando Torres ketika membela Chelsea. Alhasil, di setengah musim pertamanya, Dzeko hanya mencetak 2 gol.
Titik balik karier Dzeko berubah ketika Luciano Spaletti menjadi pelatih AS Roma di paruh kedua musim tersebut. Ketajaman Dzeko perlahan kembali, meski masih banyak membuang peluang, Hingga akhir musim dia mampu mencetak 8 gol. Manajemen Roma pun tidak ragu untuk mempermanenkan statusnya.
Musim kedua Dzeko bersama Roma mungkin bisa menjadi musim terbaik sepanjang kariernya. Masih bersama Luciano Spaletti, Dzeko menjelma menjadi penyerang yang mematikan di depan gawang. Kolaborasinya bersama Diego Perotti, Mohammed Salah, Stephan El Sharaawy, hingga Francesco Totti sangat apik. Tidak hanya di Serie A, melainkan pula di Liga Europa.
Sepanjang musim, Dzeko berhasil memecahkan rekor gol dalam satu musim Roma dengan mencetak total 39 gol. Torehan tersebut juga mengantarkan Dzeko meraih gelar top skor Serie A dan juga top skor Liga Europa.
Kini, musim Dzeko juga masih berlangsung sangat mulus. Hingga pekan ke-9 Serie A (Roma masih menyisakan satu pertandingan tunda lawan Sampdoria), Dzeko sudah menyarangkan 7 gol ke gawang lawan. Dia masih bisa bersaing dengan beberapa pemain depan lainnya seperti Paulo Dybala, Ciro Immobile, hingga Mauro Icardi dalam perebutan gelar top skor.
Aleksandar Kolarov
Mengawali musim 2017/2018, Roma mendapat kabar tak menyenangkan dengan cederanya Emerson Palmeiri. Keadaan ini membuat Roma kehilangan pemain di posisi bek kiri. Bergantian dengan Bruno Peres dan Juan Jesus, Emerson merupakan langganan untuk menempati posisi tersebut, sehingga kehilangan Emerson yang cedera membuat manajemen Roma memutar otak untuk mendatangkan seorang bek kiri baru.
Dikait-kaitkan dengan Domenico Criscito dan Sead Kolasinac, Roma justru memalingkan target kepada Kolarov. Tanpa gembar-gembor media, akhirnya Kolarov dibeli Roma secara permanen dengan mahar 5 juta euro.
Kehadiran pemain Serbia ini di Roma sempat ditentang oleh ultras Roma, mengingat masa lalu Kolarov yang pernah berbaju Lazio, yang notabene rival abadi klub Serigala Ibu Kota ini. Namun, Kolarov tidak ambil pusing, dia berjanji akan memberikan yang terbaik bagi klub barunya.
“Sungguh bahagia berada di Roma. Saya akan memberikan 100 persen dan lebih untuk klub ini. Target saya selalu sama, yakni untuk menang,” ucap Kolarov di situs resmi klub barunya itu.
Janji yang perlahan mulai dibuktikan oleh Kolarov. Kosongnya pilihan di sektor kiri pertahanan Roma, mebuat Kolarov menjadi satu-satunya pilihan pelatih Eusebio Di Francesco untuk mengisi posisi tersebut. Penampilannya sungguh memukau, crossing-crossing yang dilepaskannya sangat memanjakan pemain depan Roma. Dan tentunya, keberadaan Kolarov di lapangan memudahkan Roma mengambil keuntungan lewat kondisi bola mati.
Kolarov sangat piawai melakukan set–piece, bahkan dua kali tendangan bebasnya menghujam gawang lawan dan menghasilkan enam poin bagi Roma. Akselerasinya di sisi kanan pertahanan lawan kadang membuat lawan kerepotan. Tentunya kita masih ingat golnya ke gawang Chelsea tengah pekan lalu.
Melewati beberapa pemain Chelsea, kemudian diakhiri Kolarov oleh tendangan keras ke gawang Thibaut Courtois. Kehadiran Kolarov sangat penting bagi Roma untuk bersaing di setiap kompetisi yang dijalaninya.
Author: Faizal Dwi Aulia (Faiz_DA)
Pengasuh @SerieA_Lawas dan penikmat segala hal tentang Italia terutama sepak bolanya